Minggu, 24 Agustus 2014

makalah komunikasi terapeutik

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Setiap orang pasti menggunakan komunikasi dalam setiap hubungan, dimana keterampilan berkomunikasi memegang peranan yang penting dalam melaksanakan tugas kita sehari – hari maupun bagi kehidupan.Namun komunikasi yang digunakan perawat bukan lah komunikasi yang sembarangan di mana komunikasi tersebut merupakan komunikasi professional dan bertujuan untuk menyembuhkan pasien yang disebut dengan komunikasi terapeutik. Dari kata Komunikasi yang berarti suatu proses pertukaran ide, perasaan, dan pikiran antara dua orang atau lebih yang bertujuan untuk terjadinya perubahan sikap dan tingkah laku. Sedangkan terapeutik adalah segala sesuatu yang menfasilitasi proses penyembuhan. Jadi komunikasi terapeutik itu sendiri adalah komunikasi yang direncanakan dan dilakukan untuk membantu penyembuhan/pemulihan pasien.Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi professional bagi perawat. Kemampuan perawat untuk berkomunikasi memengaruhi penilaian pasien terhadap perawat dan juga memengaruhi apa yang perawat rasakan tentang diri perawat sendiri.
Setiap intervensi apa pun itu yang dibuat oleh perawat dilaksanakan dengan menggunakan komunikasi terapeutik. Teknik komunikasi terapeutik merupakan keterampilan perawat yang harus dipelajari dan dilatih setiap saat. Saat berkomunikasi dengan pasien, perawat perlu menganalisa siapa yang akan diajak berkomunikasi, di mana ketika berinteraksi dengan pasien anak remaja tidak akan sama teknik komunikasinya dengan pasien lansia, pasien jiwa maupun dengan pasien yang dalam keadaan terminal condition.

1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari komunikasi terapeutik ?
2. Apa tujuan dari komunikasi terapeutik ?
3. Apa manfaat dari komunikasi terapeutik ?
4. Apa syarat-syarat dari komunikasi terapeutik ?
5. Apa perbedaan dari komunikasi terapeutik dengan komunikasi sosial ?
6. Apa prinsip-prinsip dari komunikasi terapeutik ?
7. Bagaimana sikap komunikasi terapeutik ?
8. Berapa klasifikasi dari umur lansia ?
9. Bagaimana prinsip komunikasi untuk lansia ?
10. Bagaimana komunikasi verbal dan non verbal ?
11. Bagaimana komunikasi terapeutik pada lansia dengan masalah fisik maupun mental ?
12. Bagaimana tehnik komunikasi pada lansia ?
13. Bagaimana penerapan model komunikasi pada lansia ?
14. Apa saja hambatan dari berkomunikasi dengan lansia ?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari komunikasi terapeutik
2. Untuk mengetahui pengertian dari komunikasi terapeutik
3. Untuk mengetahui manfaat komunikasi terapeutik
4. Untuk mengetahui syarat-syarat apa saja pada komunikasi terapeutik
5. Untuk mengetahui perbedaan dari komunikasi terapeutik dengan komunikasi sosial
6. Untuk mengetahui prinsip-prinsip dari komunikasi terapeutik
7. Untuk mengetahui bagaimana sikap komunikasi terapeutik
8. Untuk mengetahui klarifikasi umur lansia
9. Untuk mengetahui prinsip komunikasi untuk lansia
10. Untuk mengetahui komunikasi verbal dan non verbal
11. Untuk mengetahui bagaimana komunikasi terapeutik pada lansia dengan masalah fisik maupun mental
12. Untuk mengetahui bagaimana tehnik komunikasi pada lansia
13. Untuk mengetahui penerapan model komunikasi pada lansia
14. Untuk mengetahui hambatan apa saja saat berkomunikasi dengan lansia
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Komunikasi Terapeutik
Terapeutik merupakan kata sifat yang dihubungkan dengan seni dari penyembuhan (As Hornby dalam Intan, 2005). Maka disini dapat diartikan bahwa terapeutik adalah segala sesuatu yang menfasilitasi proses penyembuhan. Sehingga komunikasi terapeutik itu sendiri adalah komunikasi yang direncanakan dan dilakukan untuk membantu penyembuhan/pemulihan pasien. Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi professional bagi perawat.

2.2 Tujuan Komunikasi Terapeurik
Dengan memiliki keterampilan komunikasi terapeutik, perawat akan lebih mudah menjalani hubungan saling percaya dengan klien, sehingga akan lebih efektif dalam mencapai tujuan asuhan keperawatan yang telah diterapkan, memberi kepuasan professional dalam pelayanan keperawatan dan akan meningkatkan profesi.
Tujuan komunikasi terapeutik (Purwanto, 1994) adalah :
1) Membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila pasien percaya pada hal yang diperlukan.
2) Mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan yang efektif dan mempertahankan kekuatan egonya.
3) Memengaruhi orang lain, lingkungan fisik, dan dirinya sendiri.

2.3 Manfaat Komunikasi Terapeutik
Manfaat komunikasi terapeutik (Christian, dkk.,2003) mengatakan ada dua persyaratan dasar untuk komunikasi terapeutik efektif :
1) Mendorong dan menganjurkan kerja sama antara perawat dengan pasien melalui hubungan perawat – klien.
2) Mengidentifikasi, mengungkapkan perasaan, dan mengkaji masalah dan mengevalusi tindakan yang dilakukan oleh perawat.



2.4 Syarat-syarat Komunikasi Terapeutik
Stuart dan Sundeen (dalam Christina, dkk.,2003) mengatakan ada dua persyaratan dasar untuk komunikasi terapeutik efektif :
1) Semua komunikasi harus ditujukan untuk menjaga harga diri pemberian maupun penerima pesan.
2) Komunikasi yang menciptakan saling pengertian harus dilakukan terlebih dahulu sebelum memberikan sarana, informasi maupun masukan.
Persyaratan – persyaratan untuk komunikasi terapeutik ini dibutuhkan untuk membentuk hubungan perawat-klien sehingga klien memungkinkan untuk mengimplementasikan proses keperawatan.
Komunikasi terapeutik ini akan efektif bila melalui penggunaan dan latihan yang sering.

2.5 Perbedaan Komunikasi Terapeutik Dengan Komunikasi Social
Perbedaan komunikasi terapeutik dengan komunikasi social (Purwanta, 1994) :
Komunikasi terapeutik :
1) Terjadi antara perawat dengan pasien atau anggota tim kesehatan lainnya.
2) Komunikasi ini umumnya lebih akrab karena mempunyai tujuan, berfokus pada pasien yang membutuhkan bantuan.
3) Perawat secara aktif mendengarkan dan memberi respon kepada pasien dengan cara menunjukan sikap mau menerima dan mau memahami sehingga dapat mendorong pasien untuk berbicara secara terbuka tentang dirinya. Selain itu membantu pasien untuk melihat dan memperhatikan apa yang tidak disadari sebelumnya.
Komunikasi social :
1) Terjadi setiap hari antar - orang perorang baik dalam pergaulan maupun lingkungan kerja.
2) Komunikasi bersifat dangkal karena tidak mempunyai tujuan.
3) Lebih banyak terjadi dalam perkerjaan, aktivitas social, dan lain-lain.
4) Pembicara tidak mempunyai focus tertentu tetapi lebih mengarah kebersamaan dan rasa senang.
5) Dapat direncanakan tetapi dapat juga tidak direncanakan.





2.6 Prinsip-prinsip Komunikasi Terapeutik
Prinsip-prinsip komunikasi terapeutik menurut Carl Rogers (dalam Purwanto, 1994) adalah :
1) Perawat harus mengenal dirinya sendiri yang berarti menghayati, memahami dirinya sendiri serta nilai yang dianut.
2) Komunikasi harus ditandai dengan sikap saling menerima, saling percaya dan saling menghargai.
3) Perawat harus menyadari pentingnya kebutuhan pasien baik fisik maupun mental.
4) Perawat harus menciptakan suasana yang memungkinkan pasien bebas berkembang tanpa rasa takut.
5) Perawat harus dapat menciptakan suasana yang memungkinkan pasien memiliki motivasi untuk mengubah dirinya baik sikap, tingkah lakunya sehingga tumbuh makin matang dan dapat memecahkan masalah-masalah yang dihadapi.
6) Perawat harus mampu menguasahi perasaan sendiri secara bertahap untuk menguasahi dan mengatasi perasaan gembira, sedih, marah, keberhasilan maupun frustasi.
7) Mampu menentukan batas waktu yang sesuai dan dapat mempertahankan konsistensinya.
8) Memahami betul arti empati sebagai tindakan yang terapeutik dan sebaliknya simpati bukan tindakan yang terapeutik.
9) Kejujuran dan komunikasi terbuka merupakan dasar dari hubungan terapeutik.
10) Mampu berperan sebagai role model agar dapat menunjukkan dan meyakinkan orang lain tentang kesehatan, oleh karena itu perawat perlu mempertahankan sesuatu keadaan sehat fisik mental, spiritual, dan gaya hidup.
11) Disarankan untuk mengekspresikan perasaan bila dianggap mengganggu.
12) Altruisme untuk mendapatkan kepuasan dengan menolong orang lain secara manusiawi.
13) Berpegangan pada etika dengan cara berusaha sedapat mungkin mengambil keputusan berdasarkan prinsip kesejahteraan manusia.
14) Bertanggung jawab dalam dua dimensi yaitu tanggung jawab terhadap diri sendiri atas tindakan yang dilakukan dan tanggung jawab terhadap orang lain.


2.7 Sikap Komunikasi Terapeutik
Egan (dalam Keliat, 1992), mengidentifikasi lima sikap atau cara untuk menghadirkan diri secara fisik yang dapat memfasilitasi komunikasi terapeutik, yaitu :
a. Berhadapan ;
Arti dari posisi ini adalah saya siap untuk anda.
b. Mempertahankan kontak mata ;
Kontak mata pada level yang sama berarti menghargai klien dan menyatakan keinginaan untuk tetap berkomunikasi.
c. Membungkuk kearah klien ;
Posisi ini menunjukan keinginan untuk menyatakan atau mendengarkan sesuatu.
d. Memperlihatkan sikap terbuka ;
Tidak melipat kaki atau tangan menunjukan keterbukaan untuk berkomunikasi dan siap membantu.
e. Tetap rileks ;
Tetap dapat mengendalikan keseimbangan antara ketegangan dan relaksasi dalam memberikan respons kepada pasien, meskipun dalam situasi yang kurang menyenangkan.

2.8 Klarifikasi umur lansia
Menurut WHO, batasan umur seseorang yang tergolong lanjut usia (lansia) adalah sebagai berikut :
Middle age : 45 – 59 tahun
Elderly (lansia) : 60 – 70 tahun
Old (lansia tua) : 75 – 90 tahun
Very Old (lansia sangat tua) : >90 tahun

2.9Prinsip Komunikasi untuk Lansia
Prinsip komunikasi untuk lansia (Ebersole dan Hess dalam Brunner dan Siddarth, 1996) adalah :
1) Menjaga agar tingkat kebisingan minimum.
2) Menjadi pendengar yang setia, sediakan waktu untuk mengobrol.
3) Menjamin alat bantu dengar yang berfungsi dengan baik (periksa baterai).
4) Yakinkan bahwa kacamata bersih dan pas.
5) Jangan berbicara dengan keras atau berteriak, bicara langsung dengan telinga yang dapat mendengar dengan lebih baik. Berdiri di depan klien.
6) Pertahankan penggunaan kalimat yang pendek dan sederhana.
7) Beri kesempatan pada klien untuk mengenang.
8) Mendorong keikutsertaan dalam aktivitas sosial seperti perkumpulan orang tua, kegiatan rohani.
9) Membuat rujukan pada terapi wicara dan kegiatan sosial sesuai kebutuhan.
10) Berbicara pada tingkat pemahaman klien.
11) Selalu menanyakan respons, terutama ketika mengajarkan suatu tugas atau keahlian.

2.10 Komuikasi Verbal dan Non Verbal
Komunikasi verbal dan non verbal yang digunakan untuk berkomunikasi dengan lansia antara lain :
1) Saling mengenalkan nama dan jabat tangan, panggil klien dengan sapaan hormat dan nama panggilan lengkap.
2) Gunakan sentuhan untuk memperkuat pesan verbal dan komunikasikan non verbal.
3) Menjelaskan tujuan dari pertemuan, diskusikan hanya satu topik.
4) Dimulailah dengan pertanyaan yang sederhana dan gunakan bahasa yang sering digunakan oleh klien secara singkat dan terstruktur.
5) Gunakan pertanyaan terbuka – tertutup dan ciptakan suasana yang nyaman.
6) Klarifikasi pesan secara periodik, validasikan apakah klien sudah mengerti dengan maksud perawat.
7) Pertahankan kontak mata, tingkatkan perhatian, dan mendorong untuk memberi informasi yang jelas.
8) Bersikaplah empati, jaga selalu privasi klien.
9) Mintalah izin sebelum menanyakan status mental, memori dan kemampuan yang lain.
10) Tuliskan perintah atau hal – hal penting untuk diingat.

2.11 Komunikasi Terapeutik pada Lansia dengan Masalah Fisik Maupun Mental
2.11.1 Lansia dengan Gangguan Pendengaran :
a) Berdiri dekat menghadap klien.
b) Bertanya diarahkan pada telinga yang lebih baik.
c) Berikan perhatian dan tunjukkan wajah saudara.
d) Tegurlah nama sebelum pembicaraan dimulai.
e) Gunakan pembicaraan yang keras, jelas, pelan, dan diarahkan langsung pada klien.
f) Hindari pergerakan bibir yang berlebihan.
g) Hindari memalingkan kepala, tidak berbalik atau berjalan saat bicara.
h) Jika klien belum memahami, ulangi dengan menggunakan kata – kata yeng berbeda.
i) Membatasi kegaduhan lingkungan.
j) Gunakan tekanan suara yang sesuai.
k) Berilah instruksi sederhana untuk mengevaluasi pembicaraan.
l) Hindari pertanyaan tertutup, gunakan kalimat pendek saat bertanya.
m) Gunakan bahasa tubuh yang sesuai dengan isi komunikasi.
2.11.2 Lansia dengan tidak dapat mendengar (deaf) :
Hampir sama dengan klien yang mengalami gangguan pendengaran, tetapi ditambah dengan beberapa teknik, yaitu :
a) Menulis pesan jika klien dapat membaca.
b) Gunakan media (gambar) untuk membantu komunikasi.
c) Pernyataan dan pertanyaan yang singkat.
d) Gunakan berbagai macam metode untuk menyampaikan pesan, contoh : body language.
e) Sempatkanlah waktu bersama klien.
2.11.3 Lansia dengan gangguan penglihatan :
a) Perkenalkan diri, dekati klien dari depan.
b) Jelaskan kondisi tempat dan orang yang ada.
c) Bicaralah pada saat Anda mau meninggalkan tempat.
d) Pada saat saudara berbicara pastikan klien tahu tempat saudara.
e) Katakan pada klien apa yang dapat mebantunya seperti lampu, membacakan.
f) Biarkan klien memegang tangan saudara sebagai petunjuk dan jelaskan apa yang sedang saudara kerjakan.
g) Jelaskan jalan – jalan apa bisa dilalui oleh klien.
h) Sanjunglah kemampuan beradaptasi dan kemandirian klien.
2.11.4 Lansia dengan Afasia
Afasia merupakan gangguan fungsi bahasa yang disebabkan cidera atau penyakit pusat otak. Ini termasuk gangguan kemampuan membaca dan menulis dengan baik, demikian juga bercakap – cakap, mendengar, berhitung, menyimpulkan dan pemahaman terhadap sikap tubuh. Dimana penyebab afasia pertama adalah stroke, cedera kepala, dan tumor otak (Brunner dan Siddart, 2001).
Teknik Komunikasi yang digunakan adalah :
a) Menghadap ke pasien dan membuat kontak mata.
b) Sabar dan meluangkan waktu.
c) Harus jujur, temasuk ketika kita belum memahami perkataannya.
d) Tanyakan teknik dan alat yang terbaik untuk komunikasi, gunakan sikap tubuh, gambar dan objek atau media lain yang dapat membantu untuk menjawab keinginanya.
e) Dipersilahkan lansia menyampaikan apa yang ada dalam pikirannya.
f) Dorong lansia untuk menulis dan mengekspresikannya dan berikan kesempatan untuk membaca dengan keras.
g) Gunakan gerakan isyarat terhadap objek pembicaraan jika mampu meningkatkan pemahaman.
h) Gunakan sentuhan untuk memfokuskan pembicaraan, meningkatkan rasa aman.
2.11.5 Lansia dengan penyakit Alzheimer :
Penyakit Alzheimer (AD) kadang disebut sebagai demensia degeneratif primer atau demensia senil jenis Alzheimer (SDAT) merupakan penyakit neurologis degeneratif, progresif, ireversibel, yang muncul tiba – tiba dan ditandai dengan penurunan bertahap fungsi kognitif dan gangguan perilaku dan efek (Brunner dan Siddart, 2001).
Keadaan yang terjadi pada pasien yang menderita Alzheimer diantaranya terjadi keadaan mudah lupa dan kehilangan ingatan bahkan klien dapat kehilangan kemampuannya mengenal wajah, tempat, dan objek yang sudah dikenalnya serta kehilangan suasana kekeluargaannya. Perubahan kepribadian biasanya negatif. Pasien dapat menjadi depresif, curiga, paranoid, kasar, dan bahkan kejam. Kemampuan berbicara buruk sampai pembentukan suku kata yang tidak masuk akal. Perawatan diri memerlukan bantuan, termasuk makan dan toileting.
Teknik komunikasi yang digunakan adalah :
a) Selalu berkomunikasi dari depan lansia.
b) Bicaralah dengan cara dan nada yang normal.
c) Bertatap muka.
d) Minimalkan gerakan tangan.
e) Menghargai dan pertahankan jarak.
f) Cegah setting ruangan yang memberikan stimulasi yang banyak.
g) Pertahankan kontak mata dengan senyum.
h) Ikuti langkah klien dan bicaralah padanya.
i) Bertanyalah hanya dengan satu pertanyaan.
j) Mengangguklah dan tersenyum bila memahami perkataannya
2.11.6 Lansia yang menunnjukkan kemarahan :
a) Klarifikasi penyebab marah yang terjadi.
b) Bantu dan dorong klien mengungkapkan marah dengan konstruktif.
c) Gunakan pertanyaan terbuka.
d) Luangkan waktu setiap hari bersama klien.
e) Puji dan dukung setiap usaha dari klien.
2.11.7 Lansia yang mengalami kecemasan :
a) Dengarkan apa yang dibicarakan klien.
b) Berikan penjelasan secara ringkas dan jelas apa yang terjadi.
c) Identifikasi bersama klien sumber – sumber yang menyebabkan ketegangan atau keemasan.
d) Libatkan staf dan anggota keluarga.
2.11.8 Lansia yang menunjukkan penolakan :
a) Kemukakan kenyataan perlahan lahan.
b) Jangan menyokong penolakan klien.
c) Bantu klien mengungkapkan keresahan atau perasaan sedihnya.
d) Libatkan keluaraga.
2.11.9 Lansia yang mengalami depresi :
a) Lakukan kontak sesering mungkin.
b) Beri perhatian terus – menerus.
c) Libatkan klien dalam menolong dirinya sendiri.
d) Gunakan pertanyaan terbuka.
e) Libatkan staf dan anggota dalam memberikan perhatian

2.12 Teknik Komunikasi Pada Lansia
Untuk dapat melaksanakan komunikasi yang efektif kepada lansia, selain pemahaman yang memadahi tentang karakteristik lansia, petugas kesehatan/perawat juga harus mempunyai tehnik-tehnik khusus agar komunikasi yang dilakukan dapat berlangsung lancar dan sesuai dengan tujuan yang diinginkan.
Beberapa tehnik komunikasi yang dapat diterapkan antara lain :
2.12.1 Tehnik Asertif
Asertif adalah sikap yang dapat menerima, ,memahami pasangan bicara dengan menunjukan sikap peduli, sabar untuk mendengarkan dan memperhatikan ketika pasangan berbicara agar maksud komunikasi atau pembicaraan dapar dimengerti. Asertif merupakan pelaksanaan dan etika berkomunikasi. Sikap ini akan sangat membantu petugas kesehatan untuk menjaga hubungan yang terapeutik dengan klien lansia.
2.12.2 Responsif
Reaksi petugas kesehatan terhadap fenomena yang terjadi pada klien merupakan bentuk perhatian petugas kepada klien. Ketika perawat mengetahui adanya perubahan sikap atau kebiasaan klien sekecil apapun hendaknya segera menanyakan atau klarifikasi tentang perubahan tersebut, misalnya dengan mengajukan pertanyaan, “apa yang sedang bapak/ibu fikirkan saat ini? Apa yang bisa saya bantu ?”. berespon berarti bersikap aktif, tidak menunggu permintaan bantuan dari klien. Sikap aktif dari petugas kesehatan ini akan menciptakan perasaan tenang bagi klien.
2.12.3 Focus
Sikap ini merupakan upaya perawat untuk tetap konsisten terhadap materi komunikasi yang diinginkan. Ketika klien mengungkapkan pertanyaan-pertanyaan diluar materi yang diinginkan, maka perawat hendaknya mengarahkan maksud pembicaraan. Upaya ini perlu diperhatikan karena umumnya klien lansia senang menceritakan hal-hal yang mungkin tidak relevan untuk kepentingan petugas kesehatan.
2.12.4 Supportif
Perubahan yang terjadi pada lansia, baik pada aspek fisik maupun psikis secara bertahap menyebabkan emosi klien relative menjadi labil. Perubahan ini perlu disikapi dengan menjaga kestabilan emosi klien lansia, misalnya dengan mengiyakan, senyum dan mengangguk kepala ketika lansia mengungkapkan perasaan nya sebagai sikap hormat dan menghargai selama lansia berbicara. Sikap ini dapat menumbuhkan kepercayaan diri klien lansia sehingga lansia tidak merasa menjadi beban bagi kluarganya, dengan demikian klien diharapkan termotivasi untuk mandiri dan berkarya sesuai kemampuannya. Selama memberi dukungan baik secara materiil maupun moril, petugas kesehatan jangan sampai terkesan menggurui atau mengajari klien karena ini dapa merendahkan kepercayaan klien kepada perawat atau petugas kesehatan lainnya. Ungkapan-ungkapan yang bisa memberi motivasi, meningkatkan kepercayaan diri klien tanpa terkesan menggurui atau mengajari misalnya : “ saya yakin bapak/ibu llebih berpengalaman dari saya, untuk itu kami yakin bapak/ibu mampu melaksanakan ………dan bila diperlukan kami siap membantu”.
2.12.5 Klarifikasi
Dengan berbagai perubahan yang terjadi pada lansia, sering proses komunikasi tidak berlangsung dengan lancar. Klarifikasi dengan cara mengajukan pertanyaan ulang dan memberi penjelasan lebih dari satu kali perlu dilakukan oleh perawat agar maksud pembicaraan kita dapat diterima dan dipersepsikan sama oleh klien. “ bapak/ibu bisa menerima apa yang saya sampaikan tadi ? bisa minta tolong bapak/ibu untuk menjelaskan kembali apa yang saya sampaikan tadi ?”.
2.12.6 Sabar dan Ikhlas
Seperti diketahui sebelumnya bahwa klien lansia umumnya mengalami perubahan-perubahan yang terkadang merepotkan dan kekanak-kanakan. Perubahan ini bila tidak disikapi dengan sabar dean ikhlas dapat menimbulkan perasaan jengkel bagi perawat sehingga komunikasi yang dilakukan tidak terapeutik, solutif, namun dapat berakibat komunikasi berlangsung emosional dan menimbulkan kerusakan hubungan antara klien dengan petugas kesehatan.

2.13 Penerapan Model Komunikasi Pada Lansia
2.13.1 Model Komunikasi Shannon Weaver
Tujuan komunikasi pada lansia dengan reaksi penolakan adalah adanya perubahan perilaku lansia dari penolakan menjadi kooperatif. Dalam komunikasi ini diperlukan keterlibatan anggota keluarga sebagai transmitter untuk mengenal lebih jauh tentang klien.
Kelebihan : dalam komunikasi ini melibatkan anggota keluarga atau orang lain yang berpengaruh.
Kekurangan : memerlukan waktu yang cukup lama karena klien dalam reaksi penolakan. Tak dapat melakukan evaluasi sejauhmana perubahan perilaku yang terjadi pada klien, karena tidak ada feed back.
2.13.2 Model SMCR
Kelebihan : proses komunikasi yang terjadi pada model ini relative simple. Model ini akan efektif bila kondisi lansia masih sehat, belum banyak mengalami penurunan baik aspek fisik maupun psikis.
Kekurangan : klien tidak memenuhi syarat seperti yang ditetapkan mempunyai ketrampilan, pengetahuan, sikap, system sosial dan kultur, karena penolakannya. Memerlukan proses yang lama dan tergantung kodisi klien lansia.
2.13.3 Model Leary
Model ini diantar individu saling mempengaruhi dan dipengaruhi dimana respon seseorang dipengaruhi oleh bagaimana orang tersebut diperlakukan. Oleh karena itu dalam berkomunukasi dengan lansia harus hati-hati, jangan sampai menyinggug perasaan nya. Dalam berkomunikasi dengan klien lansia seorang perawat diharapkan pada rentang love yang banyak karena sifat sosial perawat sangat dibutuhkan oleh lansia. Lansia membutuhkan perhatian yang lebih dalam berkomunikasi, untuk mengungkapkan perasaannya. Diharapkan perawat harus lebih banyak mendengar apa yang diungkapkan.
Kelebihan : terjadi interaksi atau hubungan relationship hubungan perawat klien lebih dekat sehingga masalah lebih dapat terselesaikan.
Kelemahan : perawat lebih dominan dan klien lansia patuh.
2.13.4 Model Terapeutik
Model ini membantu mendorong melaksanakan komunikasi dengan empati menghargai dan harmonis. Dimana dibutuhkan kondisi empati, kesesuaian dan penghargaan. Lansia dengan penolakan sulit bagi kita melaksanakan empati. Kita tidak boleh menyongkong penolakan tetapi berikan perawatan yang cocok dan berbicara sesering mungkin, jangan sampai menolak.
Kelebihan : dengan tehnik komunikasi yang baik lansia akan lebih paham apa yang kita bicarakan, koping nya lebih efektif.
Kelemahan : kondisi empati kurang cocok diterapkan oleh perawat untuk perawat lansia dengan reaksi penolakan.
2.13.5 Model Keyakinan Kesehatan
Menekankan pada persepsi klien untuk mencari sehat, menjauhi sakit, merasakan adanya ancaman atau manfaat untuk mempertahankan kesehatannya, sehingga dalam berkomunikasi dengan lansia denga reaksi penolakan diperlukan motivasi yang kuat.
Kelebihan : lansia yag mengetahui adanya ancaman kesehatan akan dapat bermanfaat dan sebagai barier dalam melaksanakan tindakan pencegahan penyakit
Kelemahan : tidak semua lansia merasakan adanya ancaman kesehatan.
2.13.6 Model Komunikasi Kesehatan
Komunikasi yang berfokus pada transaksi antara professional kesehatan klien yang sesuai dengan permasalahan kesehatan klien. Pandangan sistim komunikasi lebih luas yang mencakup 3 faktor mayor : relationship, transaksi dan konteks.
Relationship
Perawat professional mengadakan komunikasi dengan klien lansia haruslah menggunakan ilmu psikososial dan tehnik komunikasi dimana perawat haruslah ramah, rapi, bertanggung jawab, tidak sembrono mengeluarkan kata-kata yang dapat menyinggung perasaan klien lansia sehingga terjalin hubungan saling percaya. Klien lansia dalam berkomunikasi kadang emosinya labil, ingin disanjung da tidak mau dibantah. Dalam mengadakan hubungan transaksi hendaknya seorang perawat professional mengetahui permasalahan yang dihadapi klien lansia tersebut. Kemudian bersama-sama menyelesaikan masalah.

Transaksi
Dalam berkomunikasi dengan lansia hendaknya disepakati untuk menyelesaikan masalah klien bukan unruk hal lain. Pada lansia dengan reaksi penolakan harus hati-hati mencari informasi dari klien, memberikan feed back baik verbal maupun non verbal dan hendaknya secara berkesinambungan.
Konteks
Perawat professional harus mengetahui situasi dan permasalahan yang dihadapi klien. Apabila masalah bersifat individu haruslah diselesaikan secara individu dengan tidak mengabaikan tempat/ruangan dan jenis pelayanan apa yang digunakan. Apabila masalah bersifat umum/kelompok harus diselesaikan secara kelompok.
Kelebihan : dapat menyelesaikan masalah klien lansia dengan tuntas, klien lansia merasa sangat diperhatikan.
Kelemahan : membutuhkan waktu yang lama untuk menyelesaikan permasalahan fasilitas daam memberikan pelayanan harus lengkap.
2.13.7 Model Interaksi King
Pada model ini intinya adalah kesepakatan sebelum mengadakan interaksi dengan klien lansia. Perawat harus mempunyai persepsi secara ilmiah tentang hal-hal yang akan dikomunikasikan. Persepsi ini kemudian disepakati dengan klien sehingga dapat terjadi suatu aksi yang menyebabkan terjadinya reaksi-interaksi dan transaksi.
Kelebihan : komunikasi dapat sesuai dengan tujuan jika lansia sudah kooperatif.
Kelemahan : klien lansia dengan reaksi penolakan akan mengalami kesulitan untuk dilakukan komunikasi model ini karena tidak kooperatif.


BAB 3
PENUTUP


3.1 Kesimpulan
Komunikasi pada lansia tidaklah begitu sulit dibutuhkan teknik-teknik tersendiri untuk melakukan komunikasi pada lansia banyak hal-hal yang harus diperhatikan diantaranya :
a) Teknik komunikasi dengan penggunaan bahasa yang baik.
b) Teknik untuk wawancara.
c) Kendala dan hambatan dalam komunikasi.
d) Mood dan privasi
e) Aspek-aspek yang harus diperhatikan.
















Daftar pustaka

Damaiyanti, Mukharipah.2008. Komunikasi Terapeutik dalam Praktik Keperawatan.Bandung : PT Refika Aditama
http://elista-sunshine.blogspot.com/2012/01/komunikasi-terapeutik-pada-lansia.html



Tidak ada komentar:

Posting Komentar