Rabu, 20 Agustus 2014

ASKEP IMA

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Batasan klinis infark miokard adalah suatu keadaan infark atau nekrosis otot jantung karena kurangnya suplai darah oksigen pada miokard (ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen miokard). Infark Miokard adalah keadaan yang mengancam kehidupan dengan tanda khas terbentuknya jaringan nekrosis otot yang permanen karena otot jantung kehilangan suplai oksigen. Infark Miokard juga diketahui sebagai serangan jantung atau serangan koroner. Dapat menjadi fatal bila terjadi perluasan area jaringan yang rusak. Infark miokard terjadi sebagai akibat dari suatu gangguan mendadak yang timbul karena suplai darah yang berkurang akibat okulasi atau sumbatan pada arteri koroner. Gangguan keseimbangan ini menyebabkan kerusakan jaringan secara permanen dengan perluasan area nekrosis yang membahayakan.

1.2 Rumusan Masalah
Mahasiswa memahami dan mengetahui penyakit Infark miokard beserta asuhan keperawatan.
1.3 Tujuan
Memberikan informasi tentang penyakit Infark miokard beserta dengan asuhan keperawatan.








BAB 2
KONSEP DASAR TEORI

2.1 Tinjauan Teori IMA
2.1.1 Fisiologi Jantung
Menurut Hudak dan Gallo (2006), prinsip fisiologis dari jantung adalah :
1) Peningkatan frekuensi jantung :
Ketika jantung mengalami stres, respon pertama kali adalah peningkatan frekuensi jantung yang terjadi dengan cepat dan dialami oleh tiap orang selama periode latihan atau ansietas. Peningkatan frekuensi jantung merupakan upaya untuk meningkatkan dengan cepat curah jantung dan memenuhi kebutuhan tubuh terhadap darah. Penggunaan dan keefekti-fitasannya berfungsi sesuai dengan usia, status fungsi miokard, dan jumlah penyakit arteri koroner obstruktif.
2) Dilatasi :
Mekanisme cadangan jantung yang kedua adalah dilatasi, di mana terjadi peregangan sel otot. Hubungan antara curah jantung dan panjangnya sel otot jantung pada akhir diastolik dikenal dengan hukum Starling, yang menyatakan bahwa saat akhir diastolik panjang serat meningkat, demikian juga curah jantung. Seperti frekuensi jantung, kegunaan dilatasi ini mempunyai batasan tertentu juga. Hukum Laplace, menyatakan bahwa tekanan pada dinding ruangan (ventrikel) dihubungkan secara langsung dengan tekanan di dalam ruangan itu dan radiusnya. Karena tegangan dinding secara langsung berhubungan dengan kebutuhan otot miokard terhadap O2, maka radius akan berdilatasi pada suatu derajat di mana kebutuhan O2 jantung tidak dapat dipenuhi.
3) Hipertrofi :
Proses hipertrofi memerlukan waktu dan tidak merupakan penyelarasan akut terhadap stres. Bila stres diberikan dalam waktu cukup panjang, otot ruang memompa melawan tahanan dapat mengalami hipertrofi pada suatu derajat yang secara efektif membuat lebih besar suplai darahnya dan menjadi iskemik. Bila ini terjadi, hipertrofi berhenti menjadi suatu mekanisme kompensasi yang bermanfaat dan kemampuan pompa jantung menurun.
4) Peningkatan isi sekuncup (jumlah darah yang dipompakan ke dalam sirkulasi pada tiap sistolik ) :
Hal ini dapat dilakukan dengan peningkatan presentase volume diastolik akhir yang diejeksi pada tiap denyutan atau dengan peningkatan darah yang diberikan pada jantung (peningkatan aliran balik vena).
Hal ini diselesaikan dengan peningkatan refleksif dari aktivitas sistem saraf simpatik yang meningkatkan tonus vena, yang kemudian meningkat dan aliran balik vena ke jantung ditingkatkan. Aliran vena juga ditingkatkan oleh peningkatan suhu tubuh, posisi tubuh terlentang, atau dengan mengambil napas dalam, serta adanya peningkatan dalam volume intravaskuler.

2.1.2 Pengertian
1) Infark myokard akut (IMA) adalah suatu keadaan nekrosis miokard yang akibat aliran darah ke otot jantung terganggu. (Hudak dan Galo, 2006).
2) Infark myokard akut (IMA) adalah kematian jaringan myokard yang diakibatkan oleh kerusakan aliran darah koroner myokard (penyempitan atau sumbatan aarteri koroner diakibatkan oleh aterosklerosis atau penurunan aliran darah akibat syok/perdarahan). (Carpenito, 2002).
3) Infark myokard adalah suatu keadaan infark atau nekrosis otot jantung karena kurangnya suplai darah dan oksigen pada myokard (ketidak seimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen myokard).(Soeparman,2009)

2.1.3 Etiologi
2.1.3.1 Coronary artery disease :
Atherosclerosis, arteritis, trauma pada koroner, penyempitan arteri coroner oleh karena spasme.
2.1.3.2 Coronary artery emboli :
Infektif endokarditis, cardiac myoma, cardio-pulmonal by pass surgery.
2.1.3.3 Kelainan kongenital :
Anomaly artery coronaria.
2.1.3.4 Imbalance oxygen suplai dan demand myocardium :
Thyrotoksikosis, hipotensi kronis, keracunan CO, stenosis atau insufisiensi aorta.

2.1.4 Patofisiologi IMA
Penyebab IMA yaitu terlepasnya plak arterosklerosis dari salah satu arteri coroner, dan kemudian terangkut di bagian hilir yang menymbat aliran darah ke selurah miokardium yang diperdarahi oleh pembuluh tersebut, dapat menyebabkan infark miokard. IMA juga dapat terjadi apabila lesi trombotik melekat ke suatu arteri yang rusak menjadi cukup besar untuk menyumbat secara total aliran ke bagian hilir, atau apabila suatu ruang jantung mengalami hipertrofi berat sehingga kebutuhan oksigennya tidak dapat terpenuhi sehingga dapat menyebabbkan rasa nyeri, PK disritmia, dan PK syok kardiogenik.
IMA adalah kematian sel-sel miokardium yang terjadi akibat kekurangan oksigen berkepanjangan. Hal ini adalah respon letal terakhir terhadap iskemia miokard yang tidak teratasi. sel-sel miokardium mulai mati setelah sekitar 20 menit mengalami kekurangan oksigen dan kemampuan sel untuk menghasilkan ATP secara aerobic leyap. Tanpa ATP, pompa natrium kalium berhenti dan sel terisi ion natrium dan air yang akhirnya menyebabkan sel pecah (lisis). Dengan lisis, sel melepaskan simpanan kalium intrasel dan enzim intrasel yang mencederai sel-sel sekitarnya. Protein mulai mendapatkan akses ke sirkulasi sistemik dan ruangan intersisial dan ikut menyebabkan edema dan pembengkakan intersisial disekitar miokardium (Corwin, 2009).








Pathway

vasokonstriksi BP ↑, HR↑

Pembuluh darah menyempit

Oklusi/kemacetan hampir total

Plaque darah

Pecah  perdarahan

Agregasi platelet

Pelepasan prostaglandin meningkat akibat pembentukan thrombus

Trombus mengikuti aliran darah sampai mencapai area yang sempit di arteri koronaria

Oklusi total

Iskemik

Infark




















2.1.5 Manifestasi Klinis
2.1.5.1 Nyeri berlangsung lebih lama dari angina pektoris dan tidak responsif terhadap nitrogliserin.
2.1.5.2 Adanya pulsasi yang teraba di dinding dada dan adanya krepitasi basal.
2.1.5.3 Nyeri dada retrosternal seperti diremas-remas, ditusuk, ditekan, panas atau tertindih beban berat.
2.1.5.4 Nyeri dada menjalar ke lengan (umumnya kiri), bahu, leher, rahang, bahkan punggung dan epigastrium.
2.1.5.5 Nyeri disertai perasaan mual, muntah, sesak, pusing, keringat dingin, kulit pucat, palpitasi, tachicardia, hipotensi.
2.1.5.6 Sering didahului oleh angina, perasaan tidak enak di dada atau epigastium.

2.1.6 Faktor Resiko
2.1.6.1 Faktor risiko yang tidak dapat diubah / dipengaruhi adalah;
1) Umur
2) Jenis kelamin
3) Riwayat keluarga dimana terjadi aterosklerosis yang dini ( premature atherosklerosis)
2.1.6.2 Faktor risiko yang dapat diubah / dipengaruhi
1) Merokok
2) Obesitas
3) Hipertensi
2.1.6.3 Adanya potensi atau revensi secara parsial
1) Hiperlipidemia – hiperkolesterolemia dan atau hipertrigliseridemia
2) Hiperglikemia / DM
3) Kadar kolesterol / HDL rendah
2.1.6.4 Faktor-faktor lain
1) Aktivitas fisik kurang
2) Stress emosional dan atau kepribadian tipe A



2.1.7 Kriteria Penentu IMA
Diagnosis IMA didasarkan pada trias gejala yaitu;
2.1.7.1 Nyeri dada yang khas
Sifat nyeri sama dengan nyeri pada agina pectoris, hanya waktunya lebih lama ( biasanya > 15 menit) dan tidak ada hubungannya dengan aktivitas fisik dan pemberian obat nitrogliserin sublingual tidak mengurangi nyeri pada dada. Nyeri dapat dirasakan didada, menjalar kelengan kiri, bahu, leher, rahang, punggung dan epigastrium.
2.1.7.2 Perubahan ECG
a. Timbul gelombang Q yang pathologic ( bentuk Q yang lebih dalam dan sedikit lebar )
b. Elevasi dari segmen ST
c. Inversi dari gelombang T
d. Kelainan kadar enzim serum
2.1.7.3 Kelainan kadar enzim seperti SGOT, LDH dan CPK, CPKMB sangat spesifik untuk IMA dan dapat dipakai juga untuk memperkrakan luasnya infark.

2.1.8 Fase Infark
1) Hiper akut
Berlangsung beberapa jam, pola ECG didapatkan ST elevasi tinggi, gelombang T positif tinggi
2) Lanjutan / berkembang penuh
Berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari, pola ECG didapatkan Q pathologis, gelombang T inversi, dan segemen ST elevasi
3) Resolusi
Berlangsung beberapa minggu, pola ECG didapatkangelombang T positif normal, segmen St isoelektis.
4) Stabilisasi kronis
Didapatkan Q patholgis yang permanen

2.1.9 Klasifikasi Infark
Bedasarkan lokasi dari infark, IMA dapat dibedakan menjadi;
1) Anterior
2) Inferior
3) Lateral
4) Posterior
Area infark dapat meliputi daerah;
1) Subendokardial
2) Epicardium
3) Seluruh lapisan (3 lapisan) otot jantung (transmural)

2.1.10 Pemeriksaan Penunjang
2.1.10.1 WBC : leukositosis (10.000 – 20.000 mm3) muncul hari ke-2 setelah serangan infark karena inflamasi.
2.1.10.2 Sedimentasi : meningkat pada hari ke-2 setelah serangan untuk menunjukkan adanya inflamasi.
2.1.10.3 Cardiac iso-enzym : menunjukkan pola kerusakan yang khas, untuk membedakan kerusakan otot jantung dengan otot lain.
(1) CPK (creatinin phospokinase) > 50 /L
(2) CK-MB (creatinin kinase-myocard balance) > 10 /L
(3) LDH (lactate dehydrogenase) > 240 /L
(4) SGOT (serum glutamic oxalo transminase) > 18 /L
2.1.10.4 Renal function test : peningkatan kadaar BUN (blood urea nitrogen) dan creatinin karena penurunan glomerulo filtrasi rate akibat penurunan cardiac out put.
2.1.10.5 ABG : untuk menilai oxygenasi jaringan/hipoksia dan perubahan asam basa darah.
2.1.10.6 Kadar elektrolit : abnormalitas yang membahayakan kontraksi otot jantung.
2.1.10.7 Peningkatan kadar serum kholesterol/kadar trigliseride : yang mungkian meningkatkan resiko arteri sclerosis (coronary artery disease).
2.1.10.8 Blood culture : untuk mengesampingkan septicemia yang mungkin menyerang otot jantung.
2.1.10.9 Drug levels : untuk menilai derajat toxicitas obat tertentu.
2.1.10.10 EKG :
1) Segmen ST elevasi abnormal menunjukkan adanya injury myocard
2) Gelombang T inversi (arrow head) menunjukkan adanya iskemik myocard
3) Q patologis menunjukkan adanya infark/nekrosis myocard
2.1.10.11 Radiologi :
1) Thorax rontgen : untuk melihat cardiomegali (dilatasi sekunder) karena CHF
2) Echocardiogram : untuk melihat struktur dan fungsi abnormal otot dan katub jantung
3) Radioactive isotope : untuk melihat area iskemik dan non perfusi

2.1.11 Penatalaksanaan
1.1.12.1 Tindakan umum :
1) Tirah baring di ruang perawatan intensif kardiovaskuler.
2) Oksigen 2-4 liter/menit.
3) Pasang akses intra vena (Dekstrosa 5 % atau NaCl 0,9 %).
4) Pemantauan EKG sampai kondisi stabil.
5) Pemeriksaan laboratorium : foto Rontgen, darah, urine rutin.
6) Diet : puasa 8 jam lalu diberi makan cair atau lunak dalam 24 jam pertama, lalu dilanjutkan dengan 1300 kalori, rendah garam, rendah lemak.
7) Pemberian obat pelunak feses dan kursi komod.
8) Atasi rasa takut dengan :
(1) Nitrat sublingual/spray/intravena, bila tidak sakit iskemik berulang atau berkepanjangan.
(2) Morfin sulfat 2,5-5 mg iv dapat diulang tiap 5-30 mg menit sampai hilang.
(3) Petidin HCl 25-50 mg iv dapat diulang tiap 5-30 menit sampai hilang.
(4) Tramadol injeksi 25-5- mg dapat diulang tiap 5-30 sapai hilang.
9) Atasi rasa takut dan gelisah : Diazepam 5 mg iv per oral.
10) Atasi bradikardia : Sulfas atropin 0,5 mg iv maksimal 2 mg.
11) Indikasi : sinus bradikardia, infark akut inferior dengan blok AV derajat 2 tipe I yang simtomatik, bradikardia dan hipotensi akibat nitrogliserin, mual-muntah akibat morfin, dan asistol.
12) Atasi aritmia ventrikuler dengan Lidokain bolus 1 mg/kg BB, bila perlu + ½ mg/kg BB tiap 5-10 menit, dosis maksimal 4 mg/kg BB. Dosis pemeliharaan 1-2 mg/menit.
1.1.12.2 Tindakan khusus :
1) Non trombolitik : Aspirin 160-325 mg
2) Antikoagulan : Heparin
3) Penyekat , diberikan jika tidak ada kontra indikasi
4) Penghambat ACE diberikan keadaan klinis mengijinkan
5) Nitrat jika tidak terdapat hipotensi
1.1.12.3 Rehabilitasi Fisik Pasca-Infark Miokard Akut
Tujuan : menghasilkan suatu perubhan fisiologis dan psikologis yang bermanfaat dengan menungkatkan kapasitas fungsional agar dapat mengembalikan kllien pada kehidupan atau pekerjaan semula.
Pedoman latihan fisik suatu program latihan fisik yang terarah dan teratur akan meningkatkan kapasitas kerja fisik yang baik sehingga lebih banyak pekerjaan yang dapat dilakukan klien pasca-infark miokard.

2.1.12 EVALUASI
1. Gangguan irama dan konduksi
2. Renjatan kardiogenik
3. Gangguan irama dan konduksi
4. Renjatan kardiogenik
5. Gagal jantung
6. Emboli paru dan infark paru
7. Emboli arteri sistemik
8. Ruptur jantung dan septum
9. Disfungsi dan ruptur musculus papilaris

2.2 Tinjauan Asuhan Keperawatan
2.2.2 Pengkajian
Anamnesa
1) Keluhan : serangan nyeri dada seperti rasa terekan, berat, atau seperti diremas yang timbul secara mendadak atau hilang timbul (residif).nyeri di anterior precordial atau substernal yang menjalar ke lengan, wajah, rahang, leher, punggung, dan epigastrium. Nyeri tidak berkurang walupun klien istirahat, mengubah posisi atau menarik nafas dalam (mengatur nafas).kadang tidak terasa nyeri atau nyeri hebat yang disertai pingsan tiba-tiba pada klien dengan diabetes mellitus tak terkontrol ; disertai gejala penyakit lain seperti gagal jantung atau CHF, trombosis otak dan syok yang tidak diketahui penyebabnya.
2) Terdapat tanda-tanda disritmia, hipertensi, syok, mual, muntah, atau gagal jantung.
3) Klien menunjukkan gejala dan tanda lain seperti fever, dipsnea, pucat, diaforesis, paroxysmal noctornal dyspnea (PND)
4) Klien tidur memakai bntal lebih dari satu buah
5) Keadaan lain yang memberikan gambaran adanya faktor presifikasi atau nyeri hebat oleh karena penyakit non jantung yang juga menimbulkan nyeri dada.
6) Pekerjaan guna mendapatkan gambaran tentang tingkat strees baik fisik maupun psikis klien terutama aktifitas yang berlebihan
7) Asupan makanan dan minuman leak jenuh, gula, garam, kafein, alkohol, cairan.
8) Pola eliminasi : oliguria mengindikasikan retensi cairan atau konstipasi
9) Kebiasaan merokok : cara, jumlah (batang/ hari), dan jangka waktu merokok
10) Keluhan nyeri verbal, dan non verbal : cemas, gemetar, tampak lelah, serta posisi tubuh atau grimace.
11) Riwayat penyakit sebelumnya yang menunjang infak miocard : hipertensi, angina, distritmia, kerusakan katup, bedah jantung, diabetes melitus, dan trombosis.
12) Riwayat medikasi : toleransi, ketergantungan, alergi dan jenis obat yang didapat saat ini.
13) Riwayat insomia, kecemasan, kegelisahan, rasa takut kronis, dan tipe kepribadian.
14) Riwayat penyakit keluarga : hipertensi, stroke, DM, penyakit jantung, dan penyakit vaskular.
Pemeriksaan fisik
15) B1 ( Breathing ) / Sistem Pernafasan
Sesak nafas (dyspneu), rhonci (akumulasi cairan di paru), nyeri dada substernal punggung kiri, pusing, kesadaran menurun (shock)/synkope
16) B2 ( Bleeding ) / Sistem Kardiovaskuler
Aritmia (ekstra sistole), friction rub, palpitasi, hipotensi, takikardia, penurunan nadi perifer, kulit dingin dan pucat, distensi vena leher
17) B3 ( Brain ) / Sistem Persyarafan
Rasa kehabisan tenaga (fatigue), synkope
18) B4 ( Bledder ) / Sistem Perkemihan / Pencernaan
Mual dan muntah, bunyi usus menurun
19) B5 ( Bowel ) / Sistem Eliminasi
Normal
20) B6 ( Bone ) / Sistem Muskuloskeletal / integument
Perfusi jaringan menurun, suhu akral dingin, sianosis, berkeringat
Kepala dan leher, distensi vena leher
Edema perifer, nyeri tungkai




2.2.3 Rencana Asuhan Keperawatan
2.2.3.1 Diagnosa keperawatan :
Nyeri (akut) berhubungan dengan iskemia jaringan sekunder terhadap sumbatan arteri koroner.
Batasan karakteristik :
1) Keluhan nyeri dada dengan/tanpa penyebaran
2) Wajah meringis
3) Gelisah, perubahan tingkat kesadaran
4) Perubahan nadi, TD
Tujuan : Nyeri dada tidak ada/terkontrol
Kriteria hasil :
1) Menyatakan nyeri dada hilang/terkontrol
2) Mendemonstrasikan penggunaan teknik relaksasi
3) Menunjukkan menurunnya tegangan, rileks, mudah bergerak
Tindakan/intervensi :
1) Pantau/catat tanda – tanda vital dan kondisi umum
Rasional :
Riwayat verbal dan penyelidikan lebih dalam terhadap faktor pencetus harus ditunda sampai nyeri hilang. Pernapasan mungkin meningkat sebagai akibat nyeri dan berhubungan dengan cemas, sementara hilangnya stres menimbulkan katekolamin akan meningkatkan kecepatan jantung dan TD.
2) Observasi skala nyeri dan lokasi; intensitas (0-10); lamanya; kualitas dan penyebaran.
Rasional :
Nyeri sebagai pengalaman subjektif dan harus digambarkan oleh pasien. Bantu pasien untuk menilai nyeri dengan membandingkannya dengan pengalaman yang lain.
3) Kaji ulang riwayat angina sebelumnya, nyeri menyerupai angina atau nyeri infark miokard.
Rasional :
Dapat membandingkan nyeri yang ada dari pola sebelumnya, sesuai dengan identifikasi komplikasi seperti meluasnya infark, emboli paru atau perikarditis.
4) Anjurkan pasien untuk melaporkan nyeri dengan segera.
Rasional :
Penundaan pelaporan nyeri menghambat peredaan nyeri atau memerlukan peningkatan dosis obat. Nyeri berat dapat menyebabkan syok dengan merangsang sistem saraf simpatis, mengakibatkan kerusakan lanjut dan mengganggu diagnostik dan hilangnya nyeri.
5) Berikan lingkungan yang tenang
Rasional :
Menurunkan rangsang eksternal di mana ansietas dan regangan jantung serta keterbatasan kemampuan koping dan keputusan terhadap situasi saat ini.
6) Bantu melakukan teknik relaksasi
Rasional :
Membantu dalam penurunan persepsi atau respon nyeri. Memberikan kontrol situasi, meningkatkan perilaku positif.
7) Berikan oksigen tambahan dengan nasal kanul/masker sesuai indikasi.
Rasional :
Meningkatkan jumlah oksigen yang ada untuk pemakaian myokardia dan juga mengurangi ketidaknyamanan sehubungan dengan iskemia jaringan.
8) Berikan obat sesuai indikasi, contoh:
(1) Antiangina, contoh: nitrogliserin.
Rasional :
Nitrat berguna untuk kontrol nyeri dengan efek vasodilatasi koroner yang meningkatkan aliran darah koroner dan perfusi miokardia.
(2) Penyekat , contoh: atenolol, pindolol, propanolol.
Rasional :
Digunakan untuk mengontrol nyeri melalui efek hambatan rangsang simpatis, dengan begitu menurunkan frekuensi jantung, TD, sistolik dan kebutuhan oksigen myokard.
(3) Analgesik, contoh: morfin, meperidin.
Rasional :
Suntikan narkotik dapat dipakai pada fase akut/nyeri dada berulang yang tak hilang dengan nitrogliserin. Hindari suntikan IM dapat mengganggu indikator diagnostik CPK dan tidak diabsorpsi baik oleh jaringan kurang perfusi.
(4) Penyekat saluran kalsium, contoh: verapamil, diltiazem.
Rasional :
Efek vasodilatasi dapat meningkatkan aliran darah koroner, sirkulasi kolateral dan menurunkan preload dan kebutuhan oksigen myokard.
2.2.3.2 Diagnosa keperawatan :
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai O2 miokard dan kebutuhan adanya iskemia/nekrotik jaringan miokard; efek obat depresan jantung (penyekat , antidisritmia).
Batasan karakteristik :
1) Gangguan frekuensi jantung dan TD dalam aktivitas
2) Terjadinya disritmia
3) Perubahan warna kulit/kelembaban
4) Angina karena kerja
5) Kelemahan umum
Tujuan : Meningkatkan tingkat aktivitas untuk perawatan diri dasar.
Kriteria hasil :
1) Mendemonstrasikan peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur/maju dengan frekuensi jantung/irama dan TD dalam batas normal pasien dan kulit hangat, merah muda, dan kering.
2) Melaporkan tak adanya angina/terkontrol dalam rentang waktu selama pemberian obat.
Tindakan/intervensi :
1) Catat frekuensi jantung, irama, dan perubahan TD sebelum, selama dan sesudah aktivitas sesuai indikasi
Rasional :
Kecenderungan menentukan respons pasien terhadap aktivitas dan dapat mengindikasikan penurunan O2 miokardia yang memerlukan penurunan tingkat aktivitas/kembali tirah baring, perubahan program obat, penggunaan oksigen tambahan.
2) Batasi aktivitas pada dasar nyeri/respons hemodinamik
Rasional :
Menurunkan kerja miokardia/konsumsi oksigen, menurunkan risiko komplikasi (contoh: perluasan infark miokard).
3) Batasi pengunjunga dan/atau kunjungan oleh pasien.
Rasional :
Pembicaraan yang panjang sangat mempengaruhi pasien; namun periode kunjungan yang tenang bersifat terapeutik.
4) Anjurkan pasien menghindari peningkatan tekanan abdomen, misal: mengejan saat defekasi.
Rasional :
Aktivitas yang memerlukan menahan napas dan menunduk (manuver Valsava) dapat meningkatkan nyeri.
5) Jelaskan pola peningkatan bertahap dari tingkat aktivitas, contoh: bangun dari kursi bila tak ada nyeri, ambulasi dan istirahat selama 1 jam setelah makan.
Rasional :
Aktivitas yang maju memberikan kontrol jantung, meningkatkan regangan dan mencegah aktivitas berlebihan.

2.2.3.3 Diagnosa keperawatan :
Ansietas/ketakutan berhubungan dengan ancaman/perubahan kesehatan dan status sosial ekonomi; ancaman kehilangan/kematian; tidak sadar konflik tentang esensi nilai, dan tujuan hidup; transmisi interpersonal penularan.
Batasan karakteristik :
1) Perilaku takut
2) Ketakutan, peningkatan tegangan, gelisah, wajah tegang
3) Ragu-ragu
4) Perasaan tidak adekuat
5) Keluhan somatik/rangsang simpatis
6) Fokus pada diri sendiri, mengekspresikan masalah tentang kejadian saat ini
7) Perilaku menantang atau menghindar
Tujuan : Ansietas berkurang/teratasi.
Kriteria hasil :
1) Mengenal perasaannya
2) Mengidentifikasi
3) Penyebab, faktor yang mempengaruhi
4) Menyatakan penurunan ansietas/takut
5) Mendemonstrasikan sumber secara tepat
Tindakan/intervensi :
1) Catat adanya kegelisahan, menolak dan/atau menyangkal.
Rasional :
Penelitian menunjukkan beberapa hubungan, antara derajat/ekspresi masalah atau gelisah dan peningkatan risiko IM.
2) Orientasikan pasien/orang terdekat terhadap prosedur rutin dan aktivitas yang diharapkan.
Rasional :
Perkiraan dan informasi dapat menurunkan kecemasan pasien.
3) Berikan lingkungan tenang
Rasional :
Penyimpanan energi dan meningkatkan kemampuan koping.
4) Berikan privasi untuk pasien dan orang terdekat.
Rasional :
Memungkinkan waktu untuk mengekspresikan perasaan, menghilangkan cemas dan perilaku adaptasi.
5) Berikan anticemas/hipnotik sesuai indikasi, contoh: diazepam (Valium); flurazepam (Dalmane); lorazepam (Ativan).
Rasional :
Meningkatkan relaksasi/istirahat dan menurunkan rasa cemas.

2.2.3.4 Diagnosa keperawatan
Risiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan frekuensi, irama, konduksi elektrikal; penurunan preload atau peningkatan tahanan vaskuler sistemik (TVS); otot infark/diskinetik; kerusakan struktural, contoh : aneurisme ventrikuler, kerusakan septal.
Batasan karakteristik :
(Tidak dapat diterapkan; adanya tanda-tanda dan gejala-gejala membuat diagnosa actual).
Tujuan : Kecepatan jantung/irama mampu mempertahankan curah jantung
adekuat/perfusi jaringan.
Kriteria hasil :
1) Mempertahankan stabilitas hemodinamik, contoh: TD, curah jantung dalam rentang normal
2) Melaporkan penurunana episode dispnea, angina
3) Mendemonstrasikan peningkatan toleransi terhadap aktivitas
Tindakan / intervensi :
1) Auskultasi TD. Bandingkan kedua tangan dan ukur dengan tidur, duduk, dan berdiri bila bisa.
Rasional :
Hipotensi dapat terjadi sehubungan dengan disfungsi ventrikel, hipoperfusi miokardia dan rangsang vagal.
2) Evaluasi kualitas dan kesamaan nadi sesuai indikasi.
Rasional :
Penurunan curah jantung mengakibatkan menurunnya kelemahan/kekuatan nadi.
3) Catat adanya murmur/gesekan.
Rasional :
Adanya gesekan dengan infark juga berhubungan dengan inflamasi, contoh efusi perikardial dan perikarditis.
4) Berikan oksigen tambahan, sesuai indikasi.
Rasional :
Meningkatkan jumlah sediaan oksigen untuk kebutuhan miokard, menurunkan iskemia dan disritmia lanjut.
5) Pertahankan cara masuk IV/heparin-lok sesuai indikasi.
Rasional :
Jalur yang paten penting untuk pemberian obat darurat pada adanya disritmia atau nyeri dada.
6) Berikan obat anti disritmia sesuai indikasi.
Rasional :
Disritmia biasanya pada secara simtomatis kecuali untuk PVC, di mana sering mengancam secara profilaskis.

2.2.3.5 Diagnosa keperawatan
Risiko tinggi perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan atau pengehentian aliran darah
Batasan karakteristik :
Tidak dapat diterapkan; adanya tanda-tanda dan gejala-gejala membuat diagnosa aktual.
Tujuan : Kecepatan jantung mampu mempertahankan perfusi jaringan.
Kriteria hasil :
Mendemonstrasikan perfusi adekuat secara individual, contoh: kulit hangat dan kering, ada nadi perifer/kuat, tanda vital dalam batas normal, pasien sadar/berorientasi, keseimbangan pemasukan/pengeluargan, tidak ada edema, bebas nyeri/ketidaknyamanan.
Tindakan/intervensi :
1) Catat perkembangan tanda – tanda vital
Rasional :
Vasokonstriksi sistemik diakibatkan oleh penurunan curah jantung mungkin dibuktikan oleh penurunan perfusi kulit dan penurunan nadi.
2) Pantau pemasukan dan catat perubahan haluaran urine. Catat berat jenis sesuai indikasi.
Rasional :
Penurunan pemasukan terus-menerus dapat mengakibatkan penurunan volume sirkulasi, yang berdampak negatif pada perfusi dan fungsi organ. Berat jenis mengukur status hidrasi dan fungsi ginjal.

3) Pantau data laboratorium, contoh: GDA, BUN, kreatinin, elektrolit.
Rasional :
Indicator perfusi atau fungsi organ.
4) Berikan obat sesuai indikasi, misal :
a. Heparin/natrium warfarin (Coumadin).
Rasional : Dosis rendah heparin mungkin diberikan secara profilaksis pada pasien resiko tinggi (contoh: fibrilasi atrial, kegemukan, aneurisme ventrikel, atau riwayat tromboflebitis atau pembentukan thrombus mural. Coumadin obat pilihan untuk terapi antikoagulan jangak panjang).
b. Cimetidine (Tagamet); ranitidine ( Zantac); antasida.
Rasional : Menurunkan atau menetralkan asam lambung, mencegah ketidaknyamanan dan iritasi gaster, khususnya adanya penurunan sirkulasi mukosa.

2.2.3.6 Diagnosa keperawatan
Tidak efektinya perfusi jaringan kardiopulmoner otak, ginjal, dan perifer berhubungan dengan penurunan curah jantung.
Tujuan : mempertahankan curah jantung adekuat bina meningkatkan perfusi jaringan otak, paru, ginjal, jantung, dan ekstermitas.
Kriteria hasil : diaforesis hilang, tidak pucat, akral hangat, tekanan darah, dan frekuensi nadi dalam batas normal; Bj1 tunggal dan kuat; irama galops hilang; kadar kardiak isoenzim normal; EKG normal (ST isoelektris, gelombang T positif , gelombang Q patologis tiak muncul atau hanya terdapat di LEAD yang bersangkutan), irama sinus ; produksi urin < 30 ml/jam; respons verbal baik.
Intervensi keperawatan :
1. Kaji tanda vital setiap 1-4 jam, ukur tekanan hemodinamik serta curah jantung sesuai progran terapi.
2. Monitor tanda dan gejala penurunan perfusi kardio pulmoner (nyeri dada, disritmia, takikardia, takipnea, hipotensi, penurunan curah jantung).
3. Monitor bunyi dan irama jantung secra kontinyu, cata dalam kertas EKG tiap 4 jam atau lebih sering bila ireguler, cata adanya denyut prematur fentrikel atau ekstrasistole.
4. Palpasi jenis nadi perifer guna mengkaji adanya denyutan prematur.
5. Observasi tanda dan gejala penurunan curah jantung (pusing, sakit kepala, pucat, diaforesis, pingsan, akral dingin) selama timbulnya disritmia, dan catat reaksi klien.
6. Monitor tanda dan gejala gangguan perkusi renal (produksi urin <30 ml/jam, peningkatan kadar BUN dan creatinin, edema periver, tidak adanya reaksi diuretik)..
7. Monitor tanda dan gejala yang menunjukkan penurunan perfusi jaringan (kulit dingin, pucat, lembab, berkeringat, sianosis, denyut nadi lemah, edema periver).
8. Kurangi tekana pada satu titik : atur posisi baring tiap 2 jam; menyilangkan kaki; menggerakkan tangan dan kaki secara pasif dan aktif setiap 1 jam (bila kondisi klien memungkinkan); lepaskan stoking anti emboli selama 15 menit tiap 8 jam (kaji kulit kaki sebelum dipasang lagi); jangan meletakkan bantal di bawah lutut.
9. Monitor tanda dan gejala yang menunjukkan penurunan perfusi otak (gelisah, bingung, apatis, somnolen).
Rasional 1-9 : data tentang perubahan kondisi fisik klien bermanfaat dalam diagnosis gagal jantung kiri. Infark miokard menurunkan kontraktilitas dan pengembangan miokard serta mengakibatkan disritmia. Penurunan curah jantung mengakibatkan penurunan tekanan darah dan perfusi jaringan/ organ. Peningkatan denyut jantung sebagai mekanisme kompensasi untuk mempertahankan curah jantung. Terdengarnya suara BJ3 atau BJ4 gallop’s adalah akibat dari penurunan pengembangan ventrikel kiri dampak dari infark miokard. Disfungsi otot papiler dapat mengakibatkan regurgitasi mitral, penurunan volume sekuncup, dan menimbulkan gagal jantung kiri. Terdengarnya crackles (rales) di basal paru mengindikasikan kongesti paru akibat peningkatan tekanan di jantung sisi kiri.
10. Rekam pola EKG secara periodik selama periode serangan dan catat adanya disritmia atau perluasan iskemia atau infark miokard.
Rasional : pemeriksaan EKG periodik berguna untuk menentukan diagnosis perluasan area iskemia, injuri, dan infark miokard.
11. Kolaborasi tim medis untuk terapi dan tindakan
a. Anti-disritmia : lidocaine, amiodaron (bila ada indikasi klinis)
Rasional : disritmia menurunkan curah jantung secara ekstrem dan perfusi jaringan yang membahayakan jiwa.
b. Vasodilator : nitrogliserin (isosorbiddinitrat/ISDN), ACE inhibitor (captopril).
Rasional : nitrat merelaksasikan otot polos vaskular (vasodilatasi) vena dan arteri sehingga menurunkan preload.
c. Inotropic : dopamin atau dobutamin (jika tekanan darah turun).
Rasional : dengan dosis yang tepat dapat meningkatkan kontraktilitas miokard dan meningkatkan perfusi jaringan/organ.
d. Oksigenasi per nasal kanul atau masker sesuai indikasi.
Rasional : terapi oksigen dapat meningkatkan suplai oksigen miokard jika saturasi oksigen kurang dari normal.
e. Pemasangan pacemaker atau kateter swanganz (bila ada AV blok komplet atau total).
Rasional : pacemaker membantu memperbaiki irama jantung sehingga meningkatkan curah jantung dan perfusi jaringan.
f. CABG (coronary artery bypass grafting) jika ada indikasi klinis.
g. PTCA (percutaneous transluminal coronary angioplasty) atau coronary artery stenting jika ada indikasi klinis.
Rasional f-g : memperbaiki sirkulasi koroner, meningkatkan suplai oksigen dan perfusi miokard.
12. Observasi reaksi atau efek terapi, efek samping, toksisitas,. Laporkan kepada dokter bila didapatkan tanda-tanda toksisitas.
Rasional : efek samping obat yang dapat membahayakan kondisi klien harus dikaji dan dilaporkan.
13. Hindari respons valsava yang merugikan (saat BAB). Atur diet yang diberikan.
Rasional : respons valsava menurunkan kontraktilitas miokard.
14. Pertahankan intake cairan maksimal 2000 ml/24jam (bila tidak ada edema).
Rasional : mempertahankan keseimbangan cairan dan mencegah overload cairan ekstraseluler.

2.2.4 Evaluasi
1) Nyeri dada tidak ada/terkontrol
2) Meningkatkan tingkat aktivitas untuk perawatan diri dasar
3) Ansietas berkurang/teratasi
4) Kecepatan jantung/irama mampu mempertahankan curah jantung adekuat/perfusi jaringan
5) Kecepatan jantung mampu mempertahankan perfusi jaringan
6) Mempertahankan curah jantung adekuat bina meningkatkan perfusi jaringan otak, paru, ginjal, jantung, dan ekstermitas







BAB 3
PENUTUP


3.1 Kesimpulan

Infark myokard akut (IMA) adalah kematian jaringan myokard yang diakibatkan oleh kerusakan aliran darah koroner myokard (penyempitan atau sumbatan aarteri koroner diakibatkan oleh aterosklerosis atau penurunan aliran darah akibat syok/perdarahan). Yang dapat disebabkan oleh Coronary artery disease, Coronary artery emboli, Kelainan kongenital, Imbalance oxygen suplai dan demand myocardium.

Diagnosis IMA didasarkan pada trias gejala yaitu;
1) Nyeri dada yang khas
2) Perubahan ECG
3) Kelainan kadar enzim seperti SGOT, LDH dan CPK, CPKMB


3.2 Manfaat dari Semester Pendek
Manfaat yang kami dapatkan dari mengikuti semester pendek ini yaitu mengingatkan kami tentang mata pelajaran Sistem Kardiovaskular yang kami dapatkan pada saat semester 1, dan kami mendapatkan tambahan ilmu setelah kami mengikuti semester pendek ini.






















DAFTAR PUSTAKA


Carpenito, Lynda Juall. (2002). Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC.

Dongoes, E. Marilynn. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC.

Soeparman, 2009. Penyakit Jantung Koroner. Surabaya : Laboratorium- UPF Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, RSUD Dr. Sutomo.

Udjianti, Juni Wajan. (2002). Kumpulan Materi Kuliah : Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Sistem Kardiovaskuler. Jakarta : Politeknik Kesehatan Departemen Kesehatan, Prodi Keperawatan Malang.

Hudak dan Galo, 2006. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : EGC, FKUI.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar