Minggu, 24 Agustus 2014

makalah cara penyebaran dan sifat penyakit infeksi

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Infeksi adalah proses invasif oleh mikroorganisme dan berproliferasididalam tubuh yang menyebabkan sakit. Infeksi adalahinvasi tubuh oleh mikroorganisme dan berproliferasi dalam jaringan tubuh.Menurut kamus keperawatan disebutkan bahwa infeksiadalah invasi dan multiplikasi mikroorganisme dalam jaringan tubuh,khususnya yang menimbulkan cedera seluler setempat akibat metabolismekompetitif, toksin, replikasi intra seluler atau reaksi antigen - antibodi.













BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Cara penyebaran dan sifat penyakit infeksi

Penjamu



Segitiga epidemiologi
Penyakit dapat timbul dengan beberapa penyebab, salah satunya adalah mikroba pathogen seperti bakteri, virus, jamur dan lain-lain.Penyakit yang disebabkan oleh mikroba pathogen ini disebut penyakit infeksi.
Mikroba sebagai makhluk hidup harus berkembang biak, bergerak, dan berpindah tempat untuk bertahan hidup. Habitat mikroba ini untuk berkembang biak dan bertahan hidup disebut dengan reservoir.
Penyebaran penyekit infeksi
Penyekit infeksi adalah penyekit yang disebabkan oleh mikroba pathogen atau bersifat sangan dinamis. Proses penyebaran infeksi ini disebut dengan infeksi nosocomial.
Dalam garis besarnya, mekanisme transimis mikroba pathogen ke pejamu yang rentan (susceptible host) melalui dua cara :
1. Transmisi langsung (direct transmission)
Penularan langsung oleh mikroba pathogen ke pintu masuk yang sesuai dari pejumu.Sebagai contoh adalah adanya sentuhan, gigitan, ciuman atau adanya droplet nuclei saat bersin, batuk, berbicara, atau saat tranfusi darah dengan darah yang terkontaminasi mikroba pathogen.
2. Tranmisi tidak langsung (indirect transmission)
Penularan mikroba pathogen yang memerlukan adanya “media perantara”, baik berupa barang/bahan, air, udara, makanan/minuman, maupun vector.

a. Vehicle-borne
Sebagai media perantara penularan adalah barang/ bahan yang terkontaminasi seperti peralatan makan dan minum, instrument bedah/ kebidanan, peralatan laboratorium, peralatan infus/ transfusi.
b. Vector-borne
Sebagai media perantara penularan adalah vector (serangga), yang memindahkan mikroba pathogen ke pejamu dengan cara sebagai berikut.
1. Cara mekanis
Pada kaki serangga melekat kotoran/sputum (mikroba pathogen), lalu hinggap pada makanan/minuman, dimana selanjutnya akan masuk ke saluran cerna pejamu.
2. Cara biologis
Sebelum masuk ke tubuh pejamu, mikroba mengalami siklus perkembangbiakan dalam tubuh vector/serangga, selanjutnya mikroba dipindahkan ke tubuh pejamu melalui gigitan.
c. Food-borne
Makanan dan minuman adalah media perantara yang cukup efektif untuk menyebarnya mikroba pathogen ke pejamu, yaitu melalui pintu masuk (port d’entrée) saluran cerna.
d. Water-borne
Tersedianya air bersih baik secara kuantitatif maupun kualitatif – terutama untuk kebutuhan rumah sakit- adalah mutlak. Kualitas air yang meliputi aspek fisik, kimiawi, dan bakteriologis, diharapkanterbebas dari mikroba pathogen sehingga aman untuk dikonsumsi. Jika tidak sebagai media perantara- air sangat mudah meyebarkan mikroba pathogen ke pejamu, melalui pintu masuk (port d’entrée) saluran cerna maupun pintu masuk yang lain.
e. Air-borne
Udara sangat mutlak diperlukan oleh setiap orang, namun adanya udara yang terkontaminasi oleh mikroba pathogen sangat sulit untuk dideteksi.Mikroba pathogen dalam udara masuk ke saluran nafas pejamu dalam bentuk droplet nuclei yang dikeluarkan oleh penderita (reservoir) saat batuk atau bersin, bicara atau bernafas melalui mulut atau hidung. Sedangkan dust merupakan pertikel yang dapat terbang bersama debu lantai/ tanah. Penularan melalui udara ini umumnya mudah terjadi di dalam ruangan yang tertutup seperti di dalam gedung, ruangan/bangsal/kamar perawatan, atau pada leboratorium klinik.
Mekanisme transmisi mikroba pathogen atau penularan penyakit infeksi sangat jelas tergambar dalam uraian diatas, dari reservoir ke pejamu yang peka atau rentan. Dalam riwayat perjalanan penyakit, pejamu yang peka akan berinteraksi dengan mikroba pathogen, yang secara alamiah akan melewati 4 tahap.
1. Tahap rentan
Pada tahap ini pejuma masih dalam kondisi relative sehat, namun oeka atau labil, disertai factor predisposisi yang mempermudah terkena penyakit seperti umur, keadaan fisik, perilaku/ kebiasaan hidup, social-ekonomi dan lain-lain.Factor-faktor predisposisi tersebut mempercepat masuknya agen penyebab penyakit (mikroba pathogen) untuk berinteraksi dengan pejamu.
2. Tahap inkubasi
Setelah masuk ke tubuh pejamu, mikroba pathogen mulai beaksi, namun tanda dan gejala penyakit belum tampak (subklinis).Saat mulai masuknya mikroba pathogen ke tubuh pejamu hingga saat munculnya tanda dan gejala penyakit disebut masa inkubasi.
3. Tahap klinis
Merupakan tahap terganggunga fungsi organ yang dapat memunculkan tanda dan gejala penyakit. Dalam perkembangannya, penyakit akan berjalan secara bertahap, pada tahap awal, tanda dan gejala penyakit masih ringan. Penderita masih mampu melakukan aktivitas sehari-hari dan masih dapat diatasi dengan berobat jalan.Pada tahap lanjut, penyakit tidak dapat diatasi dengan berobat jalan, karena penyakit bertambah parah, baik secara objektif maupun subjektif.Pada tahap ini penderita sudah tidak mampu lagi melakukan aktivitas sehari-hari dan jika berobat, umumnya harus memerlukan perawatan.
4. Tahap akhir penyakit
Perjalanan penyakit pada suatu saat akan berakhir pula. Perjalanan penyakit tersebut dapat berakhir dengan 5 alternatif.
a. Sembuh sempurna
Penderita sembuh secara sempurna, artinya bentuk fungsi sel/jaringan/organ tubuh kembali seperti sedia kala.
b. Sembuh dengan cacat
Penderita sembuh dari penyakitnya namun disertai adanya kecacatan. Cacat dapat berbentuk cacat fisik,cacat mental, maupun cacat social.
c. Pembawa (carrier)
Perjalanan penyakit seolah-olah berhenti, ditandai dengan menghilangnya tanda dan gejala penyakit. Pada kondisi ini agen penyebab penyakit masih ada, dan masih potensial sebagai sumber penularan
d. Kronis
Perjalanan penyakit bergerak lambat, dengan tanda dan gejala yang tetap atau tidak berubah (stagnan).
e. Meninggal dunia
Akhir perjalanan penyakit dengan adanya kegagalan fungsi-fungsi organ.

Secara skematis, penyebaran penyakit infeksi dapat digambarkan sebagai berikut





















2.2 Permukaan yang paling rentan terhadap agen infeksi
Bagian tubuh yang rentan infeksi karena kacaunya sistem kekebalan tubuh adalah mulut, gigi, paru-paru, kulit, kaki, kandung kemih, dan alat kelamin.



2.3 Aseptik/Asepsis
Aseptik berarti tidak adanya patogen pada suatu daerah tertentu.Teknik aseptik adalah usaha mempertahankan objek agar bebas dari mikroorganisme.
Asepsis ada 2 macam:
1. Asepsis medis
Tehnik bersih, termasuk prosedur yang digunakan untuk mencegah penyebaran mikroorganisme. Misalnya: mencuci tangan, mengganti linen tempat tidur, dan menggunakan cangkir untuk obat.
2. Asepsis bedah
Teknik steril, termasuk prosedur yang digunakan untuk membunuh mikroorganisme dari suatu daerah.
Prinsip-Prinsip Tindakan Asepsis Yang Umum
Semua benda yang menyentuh kulit yang luka atau dimasukkan ke dalam kulit untuk menyuntikkan sesuatu ke dalam tubuh, atau yang dimasukkan ke dalam rongga badan yang dianggap steril haruslah steril.
1. Jangan sekali-kali menjauhi atau membelakangi tempat yang steril.
2. Peganglah objek-objek yang steril, setinggi atas pinggang dengan demikian objek-objek itu selalu akan terlihat jelas dan ini mencegah terjadinya kontaminasi diluar pengawasan.
3. Hindari berbicara, batuk, bersin atau menjangkau suatu objek yang steril.
4. Jangan sampai menumpahkan larutan apapun pada kain atau kertas yang sudah steril.
5. Bukalah bungkusan yang steril sedemikian rupa, sehingga ujung pembungkusnya tidak mengarah pada si petugas.
6. Objek yang steril menjadi tercemar, jika bersentuhan dengan objek yang tidak steril.
7. Cairan mengalir menurut arah daya tarik bumi, jika forcep dipegang sehingga cairan desinfektan menyentuh bagian yang steril, maka forcep itu sudah tercemar.


2.4 Tanda-tanda infeksi
1. Rubor atau kemerahan merupakan hal pertama yang terlihat di daerah yang mengalami peradangan. Saat reaksi peradangan timbul, terjadi pelebaran arteriola yang mensuplai darah ke daerah peradangan. Sehingga lebih banyak darah mengalir ke mikrosirkulasi local dan kapiler meregang dengan cepat terisi penuh dengan darah. Keadaan ini disebut hyperemia atau kongesti, menyebabkan warna merah local karena peradangan akut.
2. Kalor
Kalor terjadi bersamaan dengan kemerahan dari reaksi peradangan akut.Kalor disebabkan pula oleh sirkulasi darah yang meningkat.Sebab darah yang memiliki suhu 37˚C disalurkan ke permukaan tubuh yang mengalami radang lebih banyak daripada ke daerah normal.
3. Dolor
Perubahan PH local atau konsentrasi ion-ion tertentu dapat merangsang ujung-ujung saraf.Pengeluaran zat seperti histamine atau zat bioaktif lainnya dapat merangsang saraf.Rasa sakit disebabkan pula oleh tekanan yang meninggi akibat pembengkakan jaringan yang meradang.
4. Tumor
Pembengkakan sebagian disebabkan hiperemi dan sebagian besar ditimbulkan oleh pengiriman cairan dan sel-sel dari sirkulasi darah ke jaringan-jaringan interstitial.
5. Function laesa
Berdasarkan asal katanya, function laesa adalah fungsi yang hilang (Dorland,2002). Function laesa merupakan reaksi peradangan yang telah dikenal. Akan tetapi belum diketahui secara mendalam mekanisme terganggunya fungsi jaringan yang meradang.





2.5 Merawat luka terbuka tanpa menginfeksi
Luka terbuka yaitu luka yang melibatkan robekan pada kulit/ membran mukosa
Penyebab luka terbuka yaitu:
1. Trauma oleh benda tajam
2. Trauma oleh benda tumpul
Jika luka terbuka dibiarkan atau perawatannya tidak benar maka hal-hal yang dapat terjadi diantaranya adalah ;
1. Infeksi
Tanda-tanda luka mengalami infeksi yaitu jika terdapat nanah pada luka yang biasanya menimbulkan warna kuning, hijau/coklat tergantung pada jenis bakteri penyebab. Dan juga bias ditandai dengan demam, nyeri tekan dan nyeri pada daerah luka.
2. Eviserasi
Terpisahnya lapisan luka secara total dapat menimbulkan eviserasi yaitu keluarnya organ visceral melalui luka yang terbuka.
3. Hematoma
Yaitu pengumpulan darah local dibawah jaringan. Hemotoma trelihat seperti bengkak/massa yang sering terlihat kebiruan

Prinsip perawatan pada luka yaitu :
Bersihkan dari arah area yang sedikit terkontaminasi seperti dari luka ke kulit disekitarnya, Gunakan friksi lembut saat menuangkan larutan ke kulit
Saat melakukan irigasi, biarkan larutan mengalir dari area yang kurang terkontaminasi ke area yang paling terkontaminasi.Luka diyakini kurang terkontaminasi dari pada kulit disekitarnya.





Cara perawatan pada luka terbuka
1. Mempersiapkan alat
a. Larutkan steril yaitu NaCl 0.9 % yang dapat dibeli di apotik terdekat atau air yang telah direbus dalam suhu 100˚C 10 menit dan ditiriskan.
b. Sarung tangan steril yang dapat dibeli di apotik terdekat atau jika tidak ada maka cuci tangan yang bersih dengan sabun.
c. Set balutan steril (pinset anatomis 2 buah dan pinset cirurgis 1 buah, kom kecil 1 buah).
d. Kantong kresek untuk sampah.
e. Plester
f. Gunting
g. Jarum suntik 10cc 1 buah
2. Tindakan perawatan luka
a. Pertama cuci tangan yang bersih dengan menggunakan sabun
b. Atur posisi klien dengan nyaman
c. Dekatkan peralatan
d. Tuangkan larutan steril ke dalam kom kecil lalu ambil larutan dengan jarum suntik
e. Taruh baskom untuk menampung air dibawah area luka
f. Pasang sarung tangan steril
g. Ambil jarum suntik yang telah diisi larutan steril lalu semprotkan secara perlahan kearah luka, ulangi hingga cairan yang mengalir kedalam baskom jernih.
h. Jika tidak memakai jarum suntik maka masukkanlah kassa steril ke dalam larutan steril lalu peras kassa dengan menggunakan pinset hingga kassa menjadi lembab lala bersihkan luka dengan kassa tersebut dari arah luka ke daerah sekitar luka, dan jangan menekan luka terlalu keras karena akan menimbulkan pendarahan. Lakukan hal tersebut sampai luka menjadi bersih.
i. Keringkan tepi-tepi luka dengan kassa steril
j. Tutup dengan kassa steril
k. Lepas dan buang sarung tangan ke kantong kresek
l. Fiksasi balutan dengan plester yang telah dipotong-potong
m. Cuci tangan
n. Posisikan klien ke posisi semula
o. Alat bekas pakai/set balutan dicuci dengan sabun di air mengalir lalu direbus dalam suhu 100˚C selama 10 menit dan semula alat habis pakai masukan ke dalam kantung kresek sampah.

2.6 Jenis infeksi
1. Infeksi silang (infeksi eksogen)
Infeksi silang terjadi jika mikroorganisme yang menyebabkan infeksi didapatkan dari orang lain (pasien, tenaga kesehatan, orang yang merawat pasien) atau dari lingkungan (yaitu dari sumber eksogen).Contohnya, infeksi luka yang disebabkan oleh anggota staf perawatan yang membawa staphylococcus, atau yang memiliki lepuh atau lesi sepsis atau, yang lebih sering, staf perawatan yang tidak melakukan teknik mencuci tangan yang tepat.
2. Infeksi endogen atau infeksi sendiri
Infeksi endogen terjadi jika mikroorganisme yang melakukan kolonisasi pada satu area dalam tubuh pejamu masuk ke area lain di dalam tubuh pejamu dan menimbulkan infeksi, seperti mikroorganisme usus yang menyebabkan infeksi pada luka atau saluran kemih.
3. Infeksi nosocomial
Infeksi nosocomial atau infeksi yang didapat di rumah sakit terjadi pada pasien yang dirawat di rumah sakit paling tidak selama 72 jam dan pasien tersebut tidak menunjukkan tanda serta gejala infeksi saat masuk rumah sakit. Infeksi nosocomial yang paling umum adalah infeksi saluran kemih.
4. Infeksi oportunistik
Infeksi oportunistik adalah infeksi serius akibat mikroorganisme yang normalnya tidak memiliki atau memiliki sedikit aktivitas pathogen (kemampuan menimbulkan penyakit), tetapi menyebabkan penyakit jika resistensi pejamu menurun akibat penyakit serius, pengobatan invasif, atau karena obat (mis, pneumonia pneumocystis cranii pada pasien HIV dan/atau AIDS).


Tidak ada komentar:

Posting Komentar