Minggu, 24 Agustus 2014

ASKEP bedah CA payudara

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Pembedahan onkologi pada payudara merupakan indikasi dari adanya kondisi kelainan akibat adanya pembesaran atau benjolan pada payudara. Sebagai modalitas asuhan keperawatan bedah onkologi payudara, perawat perioperative perlu mengetahui ringkasan konsep (meliputi anatomi dan fisiologi payudara), pengkajian keperawatan prabedah onkologi payudara, pengkajian diagnostic, diagnose keperawatan prabedah, serta rencana intervensi prabedah sampai masuk ke ruang prabedah.

1.2 Rumusan Masalah
1) Jelaskan Konsep teoritis secara medis mengenai kelainan pada payudara ?
2) Bagaimanakah konsep teoritis asuhan keperawatan pada bedah payudara ?

1.3 Tujuan
1) Untuk memahami dan mengetahui Konsep teoritis secara medis mengenai kelainan pada payudara
2) Untuk memahami dan mengetahui konsep teoritis asuhan keperawatan pada bedah payudara








BAB 2
KONSEP TEORITIS SECARA MEDIS

2.1 Anatomi dan Fisiologi Payudara
Kelenjar mammaria atau payudara, terletak di dalam fasia superfisial dinding dada anterior. Payudara terletak di iga ke 2 sampai ke 6 dan dari batas lateral sternum ke garis anterior, atau midaksilaris. Kelenjar ini dikelilingi oleh jaringan ikat subkutis, jaringan lemak dan terdapat di dalam kantong kulit berbentuk kerucut. Bagian terbesar dari kelenjar mamaria terletak di sebelah anterior jaringan ikat otot pektoralis mayor dan di sebelah lateral otot seratus anterior. Struktur penunjang yang menopang payudara dikenal sebagai ligamentum cooper. Jaringan mammaria tambahan, yang dikenal sebagai ekor aksilaris atau ekor spence, meluas ke atas dan ke lateral menuju lipatan aksila anterior.

Setiap kelenjar mammaria terdiri atas 15-20 lobus yang mengandung duktus, duktulus, dan satuan lobules alveolus (lobules yang mengandung sel-sel sekretorik atau alveolus) yang dipisahkan oleh jaringan ikat fibrosa atau septum, dan dikelilingi oleh jaringan ikat lemak.Setiap lobus kelenjar memancar menjahui puting payudara seperti jeruji.Setiap lobus kelenjar mammaria berakhir di sebuah duktus laktiferosa yang mengalirkan isinya, melalui sebuah lubang kecil ke puting payudara.Puting payudara dikelilingi oleh areola, yang berpigmen dan sedikit berkerut.
Pada payudara terdapat tiga bagian utama, yaitu :
1) Korpus (badan), adalah bagian yang membesar.Korpus Alveolus, yaitu unit terkecil yang memproduksi susu. Bagian dari alveolus adalah sel Aciner, jaringan lemak, sel plasma, sel otot polos dan pembuluh darah. Lobulus, yaitu kumpulan dari alveolus. Lobus, yaitu beberapa lobulus yang berkumpul menjadi 15-20 lobus pada tiap payudara. ASI dsalurkan dari alveolus ke dalam saluran kecil (duktulus), kemudian beberapa duktulus bergabung membentuk saluran yang lebih besar (duktus laktiferus).
2) Areola, yaitu bagian yang kehitaman di tengah.Sinus laktiferus, yaitu saluran di bawah areola yang besar melebar, akhirnya memusat ke dalam puting dan bermuara ke luar. Di dalam dinding alveolus maupun saluran-saluran terdapat otot polos yang bila berkontraksi dapat memompa ASI keluar.
3) Papilla atau puting, yaitu bagian yang menonjol di puncakpayudara.Bentuk puting ada empat, yaitu bentuk yang normal, pendek/ datar, panjang dan terbenam (inverted)


2.2 Definisi
1) Ca mammae adalah sekelompok sel tidak normal yang terus tumbuh di dalam jaringan mammae (Tapan, 2005).
2) Ca Mammae adalah kanker yang menyerang jaringan payudara yang menyebabkan sel dan jaringan payudara berubah bentuk menjadi abnormal dan bertambah banyak secara tidak terkendali (Mardiana, 2004).
3) Kanker adalah massa abnormal dari sel-sel yang mengalami proliferasi. Sel-sel neoplasma berasal dari sel-sel yang sebelumnya adalah sel-sel normal, selama mengalami perubahan neoplastik mereka memperoleh derajat otonomi tertentu. ( Sylvia A Price, 1994 ).
Dari definisi diatas disimpulkan bahwa kanker payudara merupakan massa sel dari perubahan sel yang mengalami pertumbuhan tidak normal dan tidak terkontrol.

2.3 Etiologi
Etiologi kanker payudara tidak diketahui secara secara pasti,Namun beberapa faktor resiko pada pasien diduga berhubungan dengan kejadian kanker payudara,yaitu:
1) Umur > 30 tahun
2) Melahirkan anak pertama pada usia > 35 tahun
3) Tidak kawin dan nulipara
4) Usia menopause > 55 tahun
5) Pernah mengalami infeksi trauma atau operasi tumor jinak payudara
6) Pernah mengalami infeksi trauma atau operasi tumor jinak payudara
7) Terapi hormonal lama
8) Mempunyai kanker payudara kontralateral
9) Pernah menjalani operasi ginekologis misalnya tumor ovarium
10) Pernah mengalami radiasi di daerah dada
11) Ada riwayat keluarga dengan kanker payudara pada ibu,saudara perempuan ibu,saudara perempuan,adik/kakak
12) Kontrasepsi oral pada pasien tumor payudara jinak seperti kelainan fibrokistik yang ganas




2.4 Stadium kanker Payudara
Tjindarbumi (2002) membagi stadium ca mammae yanng disesuaikan dengan aplikasi klinis sebagai berikut :
1) Stadium I
Tumor terbatas pada payudara, bebas dari jaringan sekitarnya, tidak ada fiksasi/infiltrasi ke kulit dan jaringan di bawahnya (otot).Besar tumor 1-2 cm. Kelenjar getah bening regional belum teraba.
2) Stadium II
Besar tumor 2,5-5 cm dan sudah ada satu atau beberapa Kelenjar Getah Bening (KGB) aksila yang masih bebas dengan diameter < 2 cm. 3) Stadium IIIa Tumor sudah meluas dalam payudara (5-10 cm) tetapi masih bebas di jaringan sekitarnya, KGB aksila masih bebas satu sama lain. 4) Stadium IIIb Tumor sudah meluas ke dalam payudara (5-10 cm) fiksasi pada kulit atau dinding dada, kulit merah, dan ada oedema (>1/3 permukaan kulit payudara), ulserasi dan atau nodul.
5) Stadium IV
Tumor seperti pada yang lain (stadium I, II, dan III), tetapi sudah disertai dengan KGB aksila supra-klavikula dan metastasis jauh lainnya.

3.5 Tanda dan Gejala
Menurut Suryaningsih 2009, tanda dan gejalanya adalah :
1) Benjolan
2) Adanya benjolan pada payudara yang dapat diraba dengan tangan. Semakin lama benjolan tersebut semakin mengeras dan bentuknya tidak beraturan.
3) Perubahan kulit pada payudara
a. Kulit tertarik (skin dimpling)
b. Benjolan yang dapat dilihat (visible lump)
c. Eritema
d. Ulkus
4) Kelainan pada putting
a. Putting tertarik (nipple retraction)
b. Eksema
c. Cairan pada putting (nipple discharge)

3.6 Patofisiologi
Ca mammae, sama seperti keganasan lainnya penyebab dari keganasan ini merupakan multifaktoral baik lingkungan maupun faktor herediter, diantaranya adanya lesi pada DNA menyebabkan mutasi genetik, mutasi gen ini dapat menyebabkan ca mammae, kegagalan sistem kekebalan tubuh, pertumbuhan abnormal dari growth factor menyebabkan rangsangan abnormal antara sel stromal dengan sel epitel, adanya defek pada DNA repair genes seperti BRCA1, BRCA2, yang pada prinsipnya meningkatkan aktivitas proliferasi sel serta kelainan yang menurunkan atau menghilangkan regulasi kematian sel (Heffner, 2005).
Ca mammae terjadi karena hilangnya kontrol atau proliferasi sel payudara dan apoptosis sehingga sel payudara berpoliferasi secara terus-menerus. Hilangnya fungsi apoptosis menyebabkan ketidakmampuan mendeteksi kerusakan sel akibat kerusakan DNA. Bila terjadi mutasi gen p53 maka fungsi sebagai pendeteksi kerusakan DNA akan hilang, sehingga sel-sel abnormal berpoliferasi terus-menerus. Peningkatan jumlah sel tidak normal ini umumnya membentuk benjolan yang disebut tumor atau kanker.Tumor jinak biasanya merupakan gumpalan lemak yang terbungkus dalam suatu wadah yang menyerupai kantong.Lewat aliran darah maupun sistem getah bening, sel-sel tumor dan racun yang dihasilkan keluar dari kumpulannya dan menyebar ke bagian lain tubuh.
Sel-sel yang menyebar ini kemudian akan tumbuh berkembang di tempat baru, yang akhirnya membentuk segerombolan sel tumor ganas atau kanker baru. Keganasan kanker payudara ini dengan menyerang sel-sel nomal disekitarnya, terutama sel-sel yang lemah. Sel kanker akan tumbuh pesat sekali, sehingga payudara penderita akan membesar tidak seperti biasanya.
Ca mamae berasal dari epitel saluran dan kelenjar payudara.Pertumbuhan dimulai dari dalam duktus ataupun kelenjar lobulus yang disebut karsinoma noninvasif. Kemudian tumor menerobos ke luar dinding duktus atau kelenjarr di daerah lobulus dan invasi ke dalam stroma, yang dikenal dengan nama karsinoma invasif. Penyebaran tumor terjadi melalui pembuluh getah bening, deposit dan tumbuh di kelenjar getah bening, sehingga kelenjar getah bening aksiler atau supraklavikuler membesar.Ca mammae pertama kali menyebar ke kelenjar aksila regional.Lokasi metastasis paling jauh yaitu tulang, hati, paru, pleura, dan otak (Heffner, 2005).

3.7 Pemeriksaan Penunjang
1) Mamografi
Dengan tes ini dapat ditemukan benjolan yang kecil sekalipun.Bila secara klinis dicurigai ada tumor dan pada mamografi tidak ditemukan apa-apa, pemeriksaan harus dilanjutkan dengan biopsi sebab sering karsinoma tidak tampak pada mammogram.Sebaliknya bila mamografi positif dan secara klinis tidak teraba tumor pemeriksaan harus dilanjutkan dengan pungsi atau biopsi.
2) Ulrasonografi
USG biasanya digunakan bersamaan bersama dengan mamografi, tujuannya untuk membedakan kista yang berisi cairan atau solid. Untuk menentukan stadium dapat menggunakan foto thoraks, USG abdomen, Bone scanning dan CT scan.
3) X-foto thorax
Dapat membantu mengetahui adanya keganasan dan mendeteksi adanya metastase ke paru-paru.
4) Pemeriksaan Biopsi Jarum Halus
Merupakan pemeriksaan sitologi dimana bahan pemeriksaan diperoleh dari hasil punksi jarum terhadap lesi yang dapat dipakai untuk menentukan apakah akan segera disiapkan pembedahan dengan sediaan beku atau akan dilanjutkan oleh pemeriksaan lain. Cara pemeriksaan ini memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi, namun tidak dapat memastikan tidak adanya keganasan.Hasil negatif pada pemeriksaan ini dapat berarti bahwa jarum biopsi tidak mengenai daerah keganasan sehingga biopsi eksisi tetap diperlukan untuk konfirmasi hasil negatif tersebut (Sjamsuhidayat, 2004).

3.8 Penatalaksanaan
Pengobatan dimulai setelah dilakukan penilaian secara menyeluruh terhadap kondisi penderita, yaitu sekitar 1 minggu atau lebih setelah biopsi.Pengobatannya terdiri dari pembedahan, terapi penyinaran, kemoterapi dan obat penghambat hormon.
Pembedahan
a) Mastektomi
Mastektomi adalah operasi pengangkatan mammae. Ada 3 jenis mastektomi yaitu :
1) Modified Radycal Mastectomy, yaitu operasi pengangkatan seluruh mammae, jaringanmammae di tulang dada, tulang selangka dan tulang iga, serta benjolan disekitar ketiak.
2) Total (Simple) Mastectomy, yaitu operasi pengangkatan seluruh mammae saja, tanpa kelenjar di ketiak.
3) Radical Mastectomy, yaitu operasi pengangkatan sebagian dari mammae. Biasanya disebut Lumpectomy, yaitu pengangkatan hanya pada jaringan yang mengandung sel kanker, bukan seluruh mammae. Biasanya lumpectomy direkomendasikan pada pasien yang besar tumornya kurang dari 2 cm dan letaknya di pinggir mammae.
b) Kelenjar Getah Bening (KGB) Ketiak.
c) Pengangkatan KGB Ketiak dilakukan terhadap penderita ca mammae yang menyebar tetapi besar tumornya lebih dari 2,5 cm (Tapan, 2005).
Non Pembedahan
a) Terapi radiasi
Radiasi adalah proses penyinaran pada daerah yang terkena ca dengan menggunakan sinar X dan sinar gamma yang bertujuan membunuh sel kanker yang masih tersisa di mammae setelah operasi. Efek pengobatan ini adalah tubuh menjadi lemah, nafsu makan berkurang, warna kulit di sekitar mammae menjadi hitam serta Hb dan leukosit cenderung menurun sebagai akibat dari radiasi.
b) Kemoterapi
Kemoterapi adalah proses pemberian obat-obatan anti kankerdalam bentuk pil cair atau kapsul atau melalui infus yang bertujuan membunuh sel kanker. Obat –obatan ini tidak hanya membunuh sel kankerpada mammae, tetapi juga seluruh sel dalam tubuh.Efek dari kemoterapi adalah pasien mengalami mual dan muntah serta rambut rontok.Sistematik setelah mastektomi, paliatif pada penyakit yang lanjut.
c) Terapi hormon dan endokrin
Pemberian hormon dilakukan apabila penyakit telah sistemik berupa metastasis jauh.Terapi hormonal biasanya diberikan secara paliatif sebelum kemoterapi.Obat-obat penghambat hormon (obat yang mempengaruhi kerja hormon yang menyokong pertumbuhan sel kanker) digunakan untuk menekan pertumbuhan sel kankerdi seluruh tubuh.Diberikan pada kankeryang telah menyebar, memakai estrogen, androgen, antiestrogen, coferektomi adrenalektomi hipofisektomi (Tapan, 2005).













BAB 3
KONSEP TEORITIS ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Proses Keperawatan Praoperatif Bedah Onkologi Pada Payudara
3.1.1 Pengkajian focus keperawatan
Pada pengkajian anamnesis biasanya didapatkan adanya keluhan benjolan pada payudara. Factor bertambahnya usia mempunyai risiko yang lebih tinggi terdapat kemungkinan mengidap kanker payudara (Gruendemann, 2006).
Pada pengkajian riwayat keluarga terdapat adanya hubungan seorang wanita yang ibu atau saudarinya (saudara dekat, keturunan pertama) pernah/sedang menderita kanker payudara, memiliki risiko paling sedikit dua sampai tiga kali lipat lebih besar dibandingkan dengan populasi umum. Adanya riwayat awitan haid sebelum usia 12 tahun dan nuliparitas, kehamilan cukup bulan pertama setelah usia 35 tahun, awitan menopause yang lambat, atau riwayat haid lebih dari 40 tahun memiliki hubungan peningkatan risiko penyakit payudara jinak (Gruendemann, 2006).
Pada pemeriksaan fisik inspeksi sering didapatkan kondisi asimetri retraksi atau adanya skuama pada puting payudara.Tanda-tanda stadium lanjut, yaitu nyeri, pembentukan ulkus dan edema.
Pada palpasi payudara akan ditemukan/teraba benjolan atau penebalan payudara yang biasanya tidak nyeri. Selain itu juga ada pengeluaran rabas darah atau serosa dari puting payudara dan cekungan atau perubahan kulit payudara. Apabila ditemukan adanya benjolan di payudara, maka benjolan tersebut harus dievalusi terhadap satu dari tiga kemungkinan, yaitu : kista, tumor jinak, atau tumor ganas (Gruendemann, 2006).


Di ruang Prabedah
Pada pengkajian di ruang prabedah, perawat melakukan pengkajian ringkas mengenai kondisi fisik pasien dan kelengkapan yang berhubungan dengan pembedahan. Pengkajian ringkas tersebut adalah sebagai berikut :
1) Validasi : perawat melakukan konfrimasi kebenaran identitas pasien sebagai data dasar untuk mencocokan prosedur jenis pembedahan yang akan dilakukan.
2) Kelengkapan administrasi : status rekan medic, data-data penunjang (laboratorium dan radiologi), serta kelengkapan informed consent.
3) Tingkat kecemasan dan pengetahuan pembedahan
4) Pemeriksaan fisik terutama tanda-tanda vital dan kondisi masa pada payudara.

3.1.2 Diagnosa Keperawatan di ruang properatif
1) kecemasan dan pemenuhan informasi
Rencana Intervensi :
a) Observasi TTV dan berkolaborasi denga tim medis apabila ditemukan perubahan atau ketidaknormalan dari hasil pemeriksaan TTV. Observasi TTV merupakan data dasar yang penting sebagai bahan evaluasi pascabedah di ruang pemulihan.
b) Pengaturan posisi fisiologi untuk menurunkan respon nyeri
c) Komunikasi terapeutik dan dukungan psikologis untuk menurunkan tingkat kecemasan.
d) Penjelasan singkat tentang prosedur yang akan dilakukan perawat dan dokter selama pasien masih sadar.
e) Pemasangan kateter IV dan jarum berdiameter besar
Evaluasi yang diharapkan pada pasien di ruang sementara, meliputi :
a) TTV dalam batas normal
b) Respons nyeri tidak meningkat dan perdarahan dapat terkontrol
c) Tingkat kecemasan pasien menurun
d) Pasien dapat dukungan psikologis dan secara singkat dapat menjelaskan secara singkat prosedur pembedahan.
e) Pasien sudah terpasang IV kateter.

3.2 Proses Keperawatan Intraoperatif Bedah Onkologi Pada Payudara
3.2.1 Di Kamar Operasi
Asuhan keperawatan intraoperatif pemberian anestesi pada bedah payudara pada prinsipnya sama dengan asuhan keperawatan pada saat pemberian anastesi secara umum.
3.2.2 Patofisiologi ke masalah keperawatan
Pasien yang dilakukan pembedahan akan melewati berbagai prosedur. Prosedur pemberian anestesi, pengaturan posisi bedah, manajemen asepsis, dan prosedur bedah payudara akan memberikan implikasi pada masalah keperawatan yang akan muncul.
Efek dari anestesi umum akan memberikan respons depresi atau iritabilitas kardiovaskuler, depresi pernafasan, dan kerusakan hati serta ginjal. Penurunan suhu tubuh akibat suhu diruang operasi yang rendah, infus dengan cairan yang dingin, inhalasi gas-gas yang dingin, luka terbuka pada tubuh, aktivitas otot yang menurun, usia lanjut, obat-obatan yang digunakan (vasodilator, anestesi umum) mengakibatkan penurunan laju metabolisme. Efek anestesi akan memengaruhi mekanisme regulasi sirkulasi normal, sehingga mempunyai risiko terjadinya penurunan kemampuan jantung dalam melakukan stroke volume efektif yang berimplikasi pada penurunan curah jantung. Efek intervensi bedah dengan adanya cedera vascular dan banyaknya jumblah volume darah yang keluar dari vascular memberikan adalah terjadinya penurunan perfusi perifer serta perubahan elektrolit dan metabolisme, karena terjadi mekanisme kompensasi pengaliran suplai hanya untuk organ vital.
Respons pengaturan posisi bedah telentang akan menimbulkan peningkatan risiko cedera perengangan pleksus brakialis, tekanan berlebihan pada tonjolan-tonjolan tulang yang berada di bawah (bokong, scapula, kalkaneus), tekanan pada vena femolaris atau abdomen, dan cedera otot tungkai.Efek intervensi bedah onkologi payudara membuat suatu pintu masuk kuman (port de entrée) sehingga menimbulkan masalah risiko infeksi intraoperasi. Respon intervensi bedah onkologi payudara juga akan meningkatkan cedera jaringan lunak (vascular, otot, saraf) serta kehilangan banyak darah intraoperasi. Intervensi bedah dengan menggunakan instrumen dan peralatan listrik memunculkan masalah risiko cedera intraoperasi yang perlu diwaspadai oleh perawat perioperative.
Pengkajian intraoperatif bedah onkologi secara ringkas mengkaji hal-hal yang berhubungan dengan pembedahan. Diantaranya adalah validasi identitas dan prosedur jenis pembedahan yang akan dilakukan, serta konfirmasi kelengkapan data penunjang laboratorium dan radiologi.
3.2.3 Diagnosa Keperawatan Intraoperatif bedah onkologi payudara
1) Risiko cedera berhubungan dengan pengaturan posisi bedah dan trauma prosedur pembedahan
2) Risiko infeksi berhubungan dengan adanya port de entrée luka pembedahan dan penurunan imunitas sekunder efek anestesi.
3.2.4 Rencana Intervensi
Tujuan Utama keperawatan pada jenis pembedahan bedah onkologi payudara adalah menurunkan risiko cedera, mencegah kontaminasi intraoperative, dan optimalisasi hasil pembedahan.
Kriteria hasil : pada saat masuk ruang pemulihan kondisi TTV dalam batas normal, tidak terdapat adanya cedera tekan sekunder dari pengaturan posisi bedah, dan luka pascabedah tertutup kasa. Rencana yang disusun dan akan dilaksanakan baik pada risiko cedera maupun risiko infeksi
Intervensi :
1) Kaji ulang identitas pasien
Rasional : perawat ruang operasi memeriksa kembali identitas dan kardeks pasien. Lihat kembali lembar persetujuan tindakan, riwayat kesehatan, hasil pemeriksaan fisik, dan berbagai hasil pemeriksaan diagnostic.Pastikan bahwa alat protese dan barang berharga telah dilepas dan periksa kembali rencana keperawatan praoperatif yang berkaitan dengan rencana keperawatan intraoperatif.

2) Lakukan persiapan meja bedah dan sarana pendukung
Rasional : meja bedah spinal disesuaikan dengan posisi bedah yang akan dilakukan. Perawat sirkulasi melakukan pengujian setiap fungsi dari kemampuan meja bedah dan mempersiapkan kelengkapan pendukung seperti sabuk.Penahan lengan dari meja bedah dapat meningkatkan efektivitas dan efesiensi dalam peraturan posisi.
3) Pasang hasil pemeriksaan radiologi atau CT scan pada tempat lampu pemeriksaan
Rasional : penempatan hasil akan mempermudah ahli bedah dalam menyesuaikan intervensi intraoperatif
4) Siapkan alat hemostatasis dan alat cadangan dalam kondisi siap pakai
Rasional : alat hemostasis merupakan fondasi dari tindakan operasi untuk mencegah terjadinya pendarahan serius akibat kerusakan pembuluh darah arteri. Untuk menghindari cedera akibat perdarahan intraoperasi.
5) Siapkan obat-obatan untuk pemberian anestesi umum
Rasional : obat-obat anestesi yang dipersiapkan meliputi obat pelemas otot dan obat anestesi umum.
6) Siapkan sarana scrub
Rasional : sarana scrub, meliputi cairan antiseptic cuci tangan pada tempatnya, gaun (terdiri dari gaun kerap air dan baju bedah steril), duk penutup, dan duk berlubang dalam kondisi lengkap dan siap pakai.
7) Siapkan sarana pendukung pembedahan
Rasional : sarana pendukung seperti kateter urine lengkap, alat pengisap (suction) lengkap, spons dalam kondisi siap pakai.
8) Siapkan alat-alat intubasi endotrakeal
Rasional : intubasi endotrakeal digunakan untuk menjaga kepatenan dalan nafas intraoperasi.
9) Siapkan obat dan peralatan emergensi
Rasional : peralatan jalan nafas juga diperlukan termasuk laringoskopi, selang endotrakeal, dan jalan nafas oral dan nasal faringeal. Selain itu, masker dan kantong resusitasi self-inflating adalah alat penting yang harus mudah diakses.
10) Beri dukungan praanestesi
Rasional : hubungan emasional yang baik antara penata anestesi dan pasien akan memengaruhi penerimaan anestesi.
11) Lakukan pemberian indukasi anestesi secara intravena
Rasional : pemberian indikasi dilakukan sebagai suatu obat intravena pertama dengan tujuan umum menghambat saraf dan menyebabkan paralisis sementara pada pita suara dan otot pernafasan selama selang endotrakeal terpasang.
12) Lakukan pemasangan kateter urine
Rasional : kateter foley harus dipasang sebelum pasien diberi posisi telungkap. Gunakan teknik aseptic untuk pemasangan kateter. Cegah terjadinya tekukan atau tekanan pada kateter selama proses pemindahan tersebut. Periksa kepatenan system drainase setelah pemberian posisi.Catat keluaran urine dan pemasangan kateter.
13) Bantu ahli anestesi dalam pemasangan selang endotrakeal
Rasional : penata anestesi akan membantu melakukan penekanan tulang rawan krikoid (perasat sellick) dan menahan konektor saat perasat intubasi endotrakeal dilakukan oleh ahli anestesi.
14) Lakukan pemasangan manset tekanan darah dan monitor dasar, oksimetri pada jari, dan pertahankan kelancaran intravena
Rasional : stetoskop precordial dibiarkan menempel didada pasien, menyalurkan informasi mengenai gerakan mekanis jantung dan adanya bunyi nafas secara kontinu. Perubahan yang dapat dideteksi mencakup bising jantung, aksentuasi bunyi jantung kedua, dan denyut jantung yang abnormal.
15) Lakukan pemberian oksigenasi dan pemasangan selang endotrakeal
Rasional : pemasangan selang endotrakeal biasanya dilakukan diatas brankar. Penata anestasi akan membantu melakukan penekanan tulang rawan krikoid (perasat sellick) untuk menyumbat esophagus pada saat perasat endotrakeal dilakukan.
16) Lakukan manajemen asepsis prabedah
Rasional : manajemen asepsis selalu berhubungan dengan pembedahan dan perawatan perioperatif. Asepsis prebedah meliputi teknik aseptic atau pelaksanaan scrubbing cucui tangan.
17) Lakukan manajemen asepsis intraoperasi
Rasional : manajemen asepsis dilakukan untuk menghindari kontak dengan zona steril, meliputi pemakaian baju bedah, pemakaian sarung tangan, persiapan kulit, pemasangan duk, penyerahan alat yang diperlukan perawat instrument dengan perawat sirkulasi. Manajemen asepsis intraoperasi merupakan tanggung jawab perawat instrument dengan mempertahankan integritas lapangan steril selama pembedahan dan bertanggung jawab untuk mengkomunikasikan kepada tim bedah seperti pelanggaran teknik aseptic atau kontaminasi yang terjadi selama pembedahan.
18) Lakukan peraturan posisi telentang dan perhatian kondisi lengan
Rasional : lengan pasien diputar ke papan lengan berbantalan, gerakkan berdasarkan ROM normal.
19) Lakukan persiapan alat bedah secara scrup
Rasional : persiapan alat setelah perawat melakukan scrup merupakan penatalaksanaan awal pembedahan sudah bisa dimulai.
20) Letakan alat insisi dan alat pengisap pada sisi area bedah
Rasional : peletakan alat insisi akan memudahkan ahli bedah dalam melakukan insisi
21) Lakukan peran perawat sirkulasi dalam mendukung pembedahan
Rasional : perawat sirkulasi memfokuskan aktivitas manajemen kamar operasi agar kelancaran pembedahan dapat dilakukan secara optimal sejak pengaturan posisi bedah sampai dokter bedah selesai melakukan penutupan luka bedah.
22) Bantu ahli bedah pada saat dimulainya insisi
Rasional : perawat instrument atau asisten bedah menggunakan alat hemostasis listrik pada klem arteri untuk menjepit atau menghentikan perdarahan.
23) Bantu ahli bedah pada saat membuka jaringan
Rasional : pada saat pembukaan jaringan, pasien mempunyai risiko cedera. Perawat asisten bedah membantu ahli bedah dengan membuka jaringan dengan forseps dengan hati-hati sambil mengikuti arahan ahli bedah.Perawat instrument menggunakan alat hemostatis untuk diarahkan ke forseps.
24) Optimalisasi peran perawat sirkulasi
Rasional : perawatan sirkulasi mendukung kebutuhan intraoperasi
25) Bantu ahli bedah pada saat akses bedah untuk pengangkatan massa pada payudara tercapai
Rasional : tujuan bedah onkologi payudara adalah mengangkat massa dari payudara. Peran perawat membantu ahli bedah agar tujuan bedah dapat optimal terlaksana.
26) Bantu ahli bedah dalam penutupan jaringan
Rasional :penutupan dilakukan lapis demi lapis sesuai arah atau jaringan yang telak dilakukan pembedahan. Perawat instrument menurunkan risiko cedera dengan mempersiapkan dan memiliki sarana penjahitan sesuai jaringan yang di jahit dan kondisi atau kelayakan instrument agar kerusakan jaringan dapat minimal.Penjahitan bisa dilakukan ahli bedah atau asisten bedah.
27) Lakukan penghitungan jumlah kasa dan instrument yang telah digunakan
Rasional : penghitungan yang tepat akan mencegah tertinggalnya kasa pada area bedah sehingga menurunkan risiko cedera pada pasien.
28) Lakukan penutupan luka bedah
Rasional : sebelumnya area bedah bekas darah dan lainnya dilakukan desinfeksi dan dibersihkan, perawat mengangkat duk dan kemudian luka ditutup dengan kasa dan diplester secara keseluruhan
29) Jaga jalan napas dan control kondisi status respirasi
Rasional : sebelum memindahkan pasien ke brankar untuk dikirim ke ruang pemulihan pascaanestesi, perawat tetap menjaga jalan napas dengan menjaga posisi kepala dan menahan dagu agar jalan napas tetap optimal.
30) Rapikan dan bersihkan instrument
Rasional : sebelum pasien dipindahkan ke ruang pulih sadar kondisi area bedah sudah bersih dari sisa pembedahan.
31) Lakukan dokumentasi intraoperasi
Rasional : catatan keperawatan intraoperatif diisi lengkap sebelum pasien dipindahkan ke ruang pulih sadar agar asuhan keperawatan yang diberikan berkesinambungan.
3.3 Proses Keperawatan Pascaoperatif Bedah Payudara
3.3.1 Di Ruang Pulih Sadar
Asuhan keperawatan pasca bedah payudara di ruang pulih sadar secara umum sama dengan asuhan keperawatan pascabedah dengan anesthesia umum lainnya. Pengkajian pascaanestesi dilakukan sejak pasien mulai dipindahkan dari kamar operasi ke ruang pemulihan.Pada saat memindahkan pasien yang berada diatas brankar, perawat mengkaji dan melakukan intervensi tentang kondisi jalan nafas, tingkat kesadaran, status vascular, sirkulasi dan perdarahan, serta suhu tubuh dari saturasi oksigen.Pengaturan posisi kepala pada saat pemindahan sangat penting dengan tetap menjaga kepatenan jalan napas.
3.3.2 Patofisiologi ke Masalah Keperawatan Pascabedah Payudara
Pasien pascabedah akan mengalami perubahan fisiologi sebagai efek dari anestesi dan intervensi bedah. Efek dari anestesi umum akan memberikan respons pada system respirasi dimana akan terjadi respons depresi pernapasan sekunder dari sisa anestesi inhalasi, penurunan kemampuan terhadap kontrolkepatenan jalan nafas dimana kemampuan memposisikan lidah secara fisiologi masih belum optimal, sehingga cenderung menutup jalan napas dan juga mengalami penurunan untuk melakukan batuk efektif dan muntah masih belum optimal. Kondisi ini memberikan manifestasi adanya masalah keperawatan jalan napas tidak efektif dan risiko pola nafas tidak efektif.
Efektif anestesi akan mempengaruhi mekanisme regulasi sirkulasi normal sehingga mempunyai risiko terjadinya penurunan kemampuan jantung dalam melakukan stroke volume efektif yang memberikan implikasi penurunan curah jantung. Efek intervensi bedah dengan adanya cedera vascular dan banyaknya jumlah volume darah yang keluar dari vascular memberikan dampak terjadinya penurunan perfusi perifer, perubahan elaktrolit dan metabolisme karena terjadi mekanisme kompensasi pengaliran suplai hanya untuk organ vital.Efek anestesi juga memengaruhi pusat pengatur suhu tubuh sehingga kondisi pascabedah pasien cenderung mengalami hipotermi.
Efek anestesi pada system saraf pusat akan memengaruhi penurunan control kesadaran dan kemampuan dalam orientasi pada lingkungan sehingga pada pasien yang mulai sadar biasanya gelisah. Kondisi penurunan reaksi anestetik akan bermanifestasi pada munculnya keluhan nyeri akibat kerusakan neuromuscular pascabedah. Pasien pascabedah cenderung mengalami kecemasan pascabedah sehubungan dengan ketidakmampuaan dan penurunan kemampuan adaptasi normal.
Efek anestesi juga memengaruhi terhambatnya jaras aferen dan eferen terhadap control miksi, sehingga memberikan implikasi masalah gangguan pemenuhan eliminasi urine.
Efek anestesi akan menimbulkan penurunan peristaltik usus dan memberikan implikasi peningkatan risiko paralisis usus dengan distensi otot-otot abdomen dan timbulnya gejala obstruksi gastrointestinal. Efek anestesi juga memengaruhi penurunan kemampuan pengosongan lambung, sehingga cenderung terjadinya refluks esophagus dan makanan keluar ke kerongkongan yang berindikasi terjadinya aspirasi makanan ke saluran napas.
Respons pengaturan posisi bedah akan menimbulkan peningkatan risiko terjadinya tromboembosis, parastesia, dan cedera tekan pada beberapa penonjolan tulang. Efek intervensi bedah akan meninggalkan adanya kerusakan integeritas jaringan dengan penurunan kontrol otot dan keseimbangan secara sadar sehingga pasien pascabedah mempunyai risiko tinggi cedera.

3.3.3 Pengkajian
Pengkajian pascaoperatif dilakukan secara sistematis mulai dari pengkajian awal saat menerima pesan, pengkajian status respirasi, status sirkulasi, status neurologi dan respon nyeri, status integritas kulit dan status genitourinarius.
Pengkajian awal pascabedah sebagai berikut :
1) Diagnosis medis dan jenis pembedahan yang dilakukan
2) Usia dan kondisi umum pasien, kepatenan jalan napas, tanda-tanda vital
3) Anestesi dan medikasi lain yang digunakan (misalnya narkotik, relaksan otot, antibiotic)
4) Segala masalah yang terjadi dalam ruang operasi yang mungkin memengaruhi perawatan pascaoperatif (misalnya hemoragi berlebihan, syok, dan henti jantung)
5) Patologi yang dihadapi ( jika malignansi, apakah pasien atau keluarga sudah diberitahukan).
6) Cairan yang diberikan, kehilangan darah, dan penggantian
7) Segera selang, drain, kateter, atau alat bantu pendukung lainnya.
8) Infomasi spesifik tentang siapa ahli bedah atau ahli anestesi yang akan diberitahu.
Status Respirasi
kontrol pernapasan
1) Obat anestesi tertentu dapat menyebabkan depresi pernapasan. Sehingga perawat perlu waspada terhadap adanya pernapasan yang dangkal dan lambat, serta batuk yang lemah.
2) Perawat mengkaji frekuensi, irama, kedalaman ventilasi pernapasan, kesimetrisan gerakan dinding dada, bunyi napas, dan warna membrane mukosa. Apabila pernapasan dangkal, letakkan tangan perawat di atas muka atau mulut pasien sehingga perawat dapat merasakan udara yang keluar.
Kepatenan jalan napas
Jalan napas oral atau oral airway masih dipasang untuk mempertahankan kepatenan jalan napas sampai tercapai pernapasan yang nyaman dengan kecepatan normal. Apabila fungsi pernapasan sudah kembali normal, perawat mengajurkan pasien membersihkan jalan napas dengan cara meludah. Kemampuan melakukan hal tersebut menandakan kembalinya refleks muntah normal.
Status Sirkulasi
Pengkajian kecepatan denyut dan irama jantung yang teliti serta pengkajian tekanan darah menunjukkan status kardiovaskuler pasien.
Perawat membandingkan TTV praoperatif dengan pascaoperatif.Dokter harus memberitahu jika tekanan darah pasien terus menurun dengan cepat pada setiap pemeriksaan atau jika kecepatan denyut jantung menjadi semakin tidak teratur.
Status Neurologi
Perawat mengkaji tingkat kesadaran pasien dengan cara memanggil namanya dengan suara sedang. Perawat memperhatikan apakah pasien berespons dengan tepat atau terlihat bingung dan disorientasi. Apabila pasien tetap tidur atau tidak berespons, perawat mencoba mangkaji pasien dengan cara menyentuhnya atau menggerakkan bagian tubuh pasien dengan lembut. Perawat dapat memeriksa refleks pupil, refleks muntah dan mengkaji genggaman tangan serta pergerakan ekstermitas pasien.Kaji tingkat respons sensibilitas dengan membandingkan peta dermatom untuk menilai kembalinya fungsi sensasi taktil.
Pengkajian skala nyeri merupakan metode efektif bagi perawat untuk mengkaji nyeri pascaoperatif bedah spina, mengevalusi respons pasien terhadap pemberian analgesic, dan mendokumentasikan beratnya nyeri secara objektif.Pengkajian skala nyeri praoperatif digunakan sebagai dasar bagi perawat untuk mengevalusi efektifitas intervensi selama pemulihan pasien.
Muskuloskeletal
Kaji kondisi organ pada area yang rentan mengalami cedera posisi pascabedah.

3.3.4 Diagnosa Keperawatan
1) Risiko tinggi pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan kontrol pernapasan efek sekunder anestesi.
2) Jalan napas tidak efektif berhubungan dengan penurunan kontrol kepatenan jalan napas (lidah), penurunan kontrol batuk efektif dan muntah efek sekunder anestesi, efek depresan dari medikasi dan agens anatesi.
3) Penurunan perfusi perifer berhubungan dengan depresi mekanisme regulasi sirkulasi normal, perdarahan pascaoperatif, penurunan curah jantung, hipovolemia, pengumpulan darah perifer, dan vasokonstriksi.
4) Nyeri berhubungan dengan cedera jaringan lunak bedah urogenital, kerusakan neuromuscular pascabedah.
5) Konstipasi berhubungan dengan penurunan motilitas lambung dan usus selama periode intraoperative
6) Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan penurunan aktivitas, efek medikasi, dan penurunan masukan cairan
7) Kecemasan berhubungan dengan diagnosis pascaoperatif, kemungkinan perubahan dalam gaya hidup, dan perubahan dalam konsep diri.

3.3.5 Intervensi Keperawatan
1) Risiko tinggi pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan kontrol pernapasan efek sekunder anestesi.
Tujuan : mengefektifkan jalan napas, mempertahankan ventilasi pulmonal, dan mencegah hipoksemia dan hiperkapnea
Kriteria Hasil :
a) Frekuensi pernapasan dalam batas normal (12-20x/menit)
b) Tidak menggunakan otot bantu napas
c) Tidak terdengar bunyi napas tambahan
d) Oral airway dapat dilepas tanpa komplikasi
Intervensi :
a) Atur tempat pasien dengan dekatkan pada akses oksigen dan suction
Rasional : pasien bisanya masih mendapat oksigenasi pemeliharaan sampai sadar penuh
b) Kaji dan observasi jalan napas
Rasional :salah satu cara untuk mengetahui apakah pasien bernapas atau tidak adalah dengan menempatkan telapak tangan diatas hidung dan mulut pasien untuk merasakan hembusan napas.
c) Pertahankan kepatenan jalan napas
Rasional :jalan napas oral atau airway tetap terpasang untuk mempertahankan kepatenan jalan napas sampai tercapai pernapasan yang nyaman dengan kecepatan normal.
d) Atur posisi kepala untuk mempertahankan jalan napas
Rasional :tindakan terhadap obstruksi hipofaringeus termasuk mendongakkan kepala ke belakang dan mendorong ke depan pada sudut rahang bawah, seperti jika mendorong gigi bawah di depan gigi atas.
e) Beri oksigen 30 liter/menit
Rasional : pemenuhan oksigen dapat membantu meningkatkan PaO2 di cairan otak yang akan memengaruhi peraturan pernapasan.
f) Bersihkan secret pada jalan napas
Rasional : kesulitan pernapasan dapat terjadi akibat sekresi lender yang berlebihan.
2) Jalan napas tidak efektif berhubungan dengan penurunan kontrol kepatenan jalan napas (lidah), penurunan kontrol batuk efektif dan muntah efek sekunder anestesi, efek depresan dari medikasi dan agens anatesi.
Tujuan : pola napas kembali efektif sesuai dengan berkurangnya efek anestesi, umum dan pasien maupun melakukan latihan pernapasan pascabedah.
Kriteria Hasil :
a) Frekuensi pernapasan dalam batas normal (12-20x/menit)
b) Tidak menggunakan otot bantu pernapasan
c) Saturasi oksigen 100%
d) Oral airway sudah bisa dilepas saat pasien keluar ruang pemulihan
Intervensi :
a) Kaji dan monitor control pernapasan
Rasional : obat anestesi tertentu dapat menyebabkan depresan pernapasan, oleh Karena itu perawat harus mewaspadai pernapasan yang dangkal dan larnbat serta batuk yang lemah
b) Monitor frekuensi, irama, kedalaman ventilasi pernapasan, kesimetrisan gerakan dinding dada, bunyi napas, dan warna membrane mukosa
Rasional : deteksi awal adanya perubahan terhadap kontrol pola pernapasan dari medulla oblongata untuk intervensi selanjutnya
c) Pastikan fungsi pernapasan sudah optimal
Rasional : tindakan evaluasi untuk menentukan dimulainya latihan pernapasan sesuai yang diajarkan pada saat praoperatif
d) Instruksikan pasien untuk napas dalam
Rasional :meningkatkan ekspansi paru, untuk memperbesar ekspansi dada dan pertukaran gas.
e) Instruksikan untuk melakukan batuk efektif
Rasional : batuk juga didorong untuk melonggarkan sumbatan mukus

3) Penurunan perfusi perifer berhubungan dengan depresi mekanisme regulasi sirkulasi normal, perdarahan pascaoperatif, penurunan curah jantung, hipovolemia, pengumpulan darah perifer, dan vasokonstriksi.
Tujuan : dalam waktu 15 menit pascabedah perfusi perifer menjadi optimal
Kriteria Hasil :
a) Denyut nadi perifer teraba
b) Akral hangat
c) Pengisian kapiler < 3 detik
d) Tidak terlihat adanya sianosis sentral atau perifer
e) TTV dalam batas normal
f) Kulit perifer tidak pucat
g) Output urine 50 ml/jam
Intervensi :
a) Monitor tanda dan gejala penurunan perfusi jaringan
Rasional : monitor tanda dan gejala penurunan perfusi jaringan
b) Beri intervensi sesuai dengan penyebab penurunan perfusi
Rasional : beri intervensi sesuai dengan penyebab penurunan perfusi
c) Lakukan percepatan mobilisasi aktivitas
Rasional : lakukan percepatan mobilisasi aktivitas
4) Nyeri berhubungan dengan cedera jaringan lunak bedah urogenital, kerusakan neuromuscular pascabedah.
Tujuan : dalam waktu 1x24 jam nyeri berkurang atau beradaptasi
Kriteria Hasil :
a) TTV dalam batas normal
b) Nyeri di tingkat 0-1 atau skala 0-4
Intervensi :
a) Kaji kemampuan kontrol nyeri pasien
Rasional : banyak factor fisiologi memengaruhi persepsi nyeri
b) Kaji persiapan pengelolahan nyeri praoperatif
Rasional : persiapan praoperatif yang diterima oleh pasien adalah factor yang signifikan dalam menurunkan ansietas dan nyeri yang dialami dalam periode pascaoperatif.
c) Kaji skala nyeri
Rasional : skala nyeri pascaoperatif tergantung pada persepsi fisiologis dan psikologis individu, toleransi yang ditimbulkan untuk nyeri, letak insisi, sifat prosedur, dan kedalaman trauma bedah.
d) Lakukan manajemen nyeri keperawatan
i. Istirahatkan pasien
Rasional : istirahat secara fisiologis akan menurunkan kebutuhan oksigen yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan metabolisme basal
ii. Ajurkan teknik relaksasi pernapasan dalam pada saat nyeri muncul
Rasional : meningkatkan asupan O2 sehingga menurunkan nyeri sekunder dari iskemia spina
iii. Ajurkan teknik distraksi pada saat nyeri
Rasional : Distraksi dapat menurunkan stimulus internal
iv. Manajemen lingkungan : lingkungan tenang, batasi penunjang dan istirahatkan pasien
Rasional : lingkungan tenang akan menurunkan stimulus nyeri eksternal dan pembatasan pengunjung akan membantu meningkatkan kondisi O2 ruangan yang akan berkurang apabila banyak pengunjung yang berada di ruangan. Istirahat akan menurunkan kebutuhan O2 jaringan perifer
v. Lakukan manajemen sentuhan
Rasional : masase ringan dapat meningkatkan aliran darah dan membantu suplai darah dan oksigen ke area nyeri
vi. Lakukan teknik stimulus perkutaneus
Rasional : salah satu metode distraksi untuk menstimulus pengeluaran endorphin-enkefalin yang berguna sebagai analgesic internal untuk memblok rasa nyeri
vii. Tingkatkan pengetahuan tentang penyebab nyeri dan menghubungkan berapa lama nyeri akan berlangsung
Rasional : pengetahuan membantu mengurangi nyerinya dan mengembalikan kepatuhan pasien terhadap rencana terapeutik
e) Kolaborasi dengan dokter, pemberian analgesic
Rasional : analgesic memblok lintasan nyeri sehingga nyeri akan berkurang.
5) Konstipasi berhubungan dengan penurunan motilitas lambung dan usus selama periode intraoperative
Tujuan :dalam waktu 3 x 24 jam fungsi peristaltic menjadi normal
Kriteria Hasil :
a) TTV dalam batas normal
b) Peristaltic usus normal
c) Pasien mampu BAB
Intervensi :
a) Kaji kemampuan Peristaltic setiap 4-8 jam
Rasional : penilaian bunyi bising usus merupakan parameter penting yang dilakukan perawat untuk mengetahui fungsi intestinal sudah optimal, untuk mendeteksi kembalinya bising usus normal.
b) Berikan asupan nutrisi dan tingkatan secara bertahap
Rasional : apabila Peristaltic sudah kembali, perawat memberikan cairan yang encer, dilanjutkan dengan cairan yang kental, diet ringan makanan padat, dan akhirnya diberikan diet regular.
c) Lakukan dan tingkatan ambulasi dan latihan
Rasional : aktifitas fisik merangsang kembalinya Peristaltic.
d) Pertahankan asupan cairan yang adekuat
Rasional : cairan menjaga feses tetap lembut sehingga mudah dikeluarkan.
e) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat supositoria
Rasional : apabila terjadi konstipasi atau disentri, dokter mencoba merangsang Peristaltic melalui katartik atau edema. Selang rektal atau enema aliran balik meningkatkan keluarnya flatus.
6) Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan penurunan aktivitas, efek medikasi, dan penurunan masukan cairan
Tujuan : dalam waktu 3x24 jam pasien mampu berkemih tanpa bantuan kateter
Kriteria Hasil : pasien mampu berkemih secara spontan dan tanpa bantuan selang kateter
Intervensi :
a) Monitor output dan system drainese kateter
Rasional : pascabedah, pasien masih terpasang kateter folley. Perawat memeriksa jumlah output dan kelancaran drainase dari kateter
b) Monitor input dan output cairan tiap 4 jam
Rasional : pasien mudah mengalami drainase akibat cairan yang hilang dari luka bedah
7) Kecemasan berhubungan dengan diagnosis pascaoperatif, kemungkinan perubahan dalam gaya hidup, dan perubahan dalam konsep diri.
Tujuan : dalam waktu 1x24 jam tingkat kecemasan pasien berkurang atau hilang
Kriteria Hasil :
a) Pasien menyatakan kecemasan berkurang
b) Pasien mampu mengenal perasaannya, dapat mengidentifikasi penyebab atau factor yang mempengaruhinya
c) Pasien kooperatif terhadap tindakan
d) Wajah rileks
Intervensi :
a) Kaji tanda verbal dan non verbal kecemasan, damping pasien dan lakukan tindakan bila menunjukan perilaku merusak
Rasional : reaksi verbal/non verbal dapat menunjukan rasa agitasi, marah dan gelisah yang akan memengaruhi posisi pasien pada brankar sehingga mempunyai risiko jatuh.
b) Hindari konfrontasi
Rasional : konfrontasi dapat meningkatkan rasa marah, menurunkan kerja sama, dan memperlambat penyembuhan.
c) Tingkatkan kontrol sensasi pasien
Rasional : kontrol sensasi pasien dengan cara memberikan informasi tentang keadaan pasien, menekankan pada penghargaan terhadap sumber-sumber koping yang positif, membantu latihan relaksasi dan teknik-teknik pengalihan, dan memberikan respons balik positif.
d) Orientasikan pasien terhadap prosedur rutin dan aktifitas yang diharapkan
Rasional : Orientasikan dapat menurunkan kecemasan



3.3.6 Evaluasi Keperawatan Pascaoperatif
Evalusasi yang diharapkan pada pasien pascoperatif bedah payudara adalah sebagai berikut :
1) Kembalinya fungsi fisiologis pada seluruh system secara normal
2) Tidak terjadi cedera pada korda
3) Tidak terjadi komplikasi pascabedah
4) Dapat beristirahat dan memperoleh rasa nyaman
5) Hilangnya rasa cemas.




















BAB 4
RESUME


4.1 Kesimpulan
Pembedahan onkologi pada payudara merupakan indikasi dari adanya kondisi kelainan akibat adanya pembesaran atau benjolan pada payudara. Pada proses pembedahan onkologi ini di bagi menjadi berapat tahap yaitu
1) Proses Keperawatan Praoperatif Bedah Onkologi Pada Payudara,
2) Proses Keperawatan Intraoperatif Bedah Onkologi Pada Payudara,
3) Proses Keperawatan Pascaoperatif Bedah Onkologi Pada Payudara.

















DAFTAR PUSTAKA


Dalimartha, Setiawan. 2004. Deteksi Dini Kanker dan Simplisia Anti Kanker.Jakarta : Penebar Swadaya
Muttaqin, Arif. 2009. Asuhan Keperawatan Perioperatif. Jakarta : Selemba Medika
Sjamsuhidayat, R. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2.Jakarta : EGC
Tjindarbumi, D. 2002. Deteksi Dini Kanker Payudara dan Penanggulangannya dalam Deteksi Dini Kanker.Jakarta : FK UI
Prawirohardjo, Sarwono. 2005. Ilmu Kandungan.Jakarta : Yayasan Bina Pustaka

Tidak ada komentar:

Posting Komentar