Jumat, 22 Agustus 2014

ASKEP EPISTAKSIS

LAPORAN
PENDAHULUAN


1.1 TINJAUAN TEORI
1.1.1 DEFINISI
1) Epistaksis adalah satu keadaan pendarahan dari hidung yang keluar melalui lubang hidung akibat sebab kelainan lokal pada rongga hidung ataupun karena kelainan yang terjadi di tempat lain dari tubuh.
2) Epistaksia adalah perdarahan hidung yang dapat terjadi akibat sebab lokal atau sebab umum(kelainan sistemik).Epistaksis bukan suatu penyakit, melainkan gejala suatu kelainan.

1.1.2 ANATOMI DAN FISIOLOGI HIDUNG
Hidung terdiri dari hidung bagian luar atau piramid hidung dan rongga hidung. Piramid hidung terdiri dari :
1. Pangkal hidung (bridge)
2. Dorsum nasi (dorsum=punggung)
3. Puncak hidung
4. Ala nasi (alae=sayap)
Fungsi hidung yaitu :
1. Jalan napas
2. Alat pengatur kondisi udara (mengatur suhu dan kelembaban udara)
3. Penyaring udara
4. Sebagai indra penghidu (penciuman)
5. Untuk resonansi udara
6. Membantu proses bicara
7. Refleks nasal
Epistaksis dibagi menjadi 2 yaitu anterior (depan) dan posterior (belakang). Kasus epistaksis anterior terutama berasal dari bagian depan hidung dengan asal perdarahan berasal dari pleksus kiesselbach. Epistaksis posterior umumnya berasal dari rongga hidung posterior melalui cabang esfenopalatina.
Epistaksis anterior menunjukkan gejala klinik yang jelas berupa perdarahan dari lubang hidung.Epistaksis posterior seringkali menunjukkan gejala yang tidak terlalu jelas seperti mual, muntah darah, batuk darah, anemia dan biasanya epistaksis posterior melibatkan pembuluh darah besar sehingga perdarahan lebih hebat.
Epistaksis (mimisan) pada anak-anak umumnya berasal dari little’s area/pleksus kiesselbach yang berada pada dinding depan dari septum hidung.

1.1.3 KLASIFIKASI
1.1.3.1Mimisan Depan
Jika yang luka adalah pembuluh darah pada rongga hidung bagian depan, maka disebut 'mimisan depan' (epistaksis anterior). Lebih dari 90% mimisan merupakan mimisan jenis ini. Mimisan depan lebih sering mengenai anak-anak, karena pada usia ini selapun lendir dan pembuluh darah hidung belum terlalu kuat.
Mimisan depan biasanya ditandai dengan keluarnya darah lewat lubang hidung, baik melalui satu maupun kedua lubang hidung. Jarang sekali perdarahan keluar lewat belakang menuju ke tenggorokan, kecuali jika pasien dalam posisi telentang.
Pada pemeriksaan hidung, dapat dijumpai lokasi sumber pedarahan. Biasanya di sekat hidung, tetapi kadang-kadang juga di dinding samping rongga hidung.
Mimisan depan akibat :
1. Mengorek-ngorek hidung
2. Terlalu lama menghirup udara kering, misalnya pada ketinggian atau ruangan berAC
3. Terlalu lama terpapar sinar matahari
4. Pilek atau sinusitis
5. Membuang ingus terlalu kuat
Biasanya relatif tidak berbahaya. Perdarahan yang timbul ringan dan dapat berhenti sendiri dalam 3 - 5 menit, walaupun kadang-kadang perlu tindakan seperti memencet dan mengompres hidung dengan air dingin.
Beberapa langkah untuk mengatasi mimisan depan:
1. Penderita duduk di kursi atau berdiri, kepala ditundukkan sedikit ke depan. Pada posisi duduk atau berdiri, hidung yang berdarah lebih tinggi dari jantung. Tindakan ini bermanfaat untuk mengurangi laju perdarahan. Kepala ditundukkan ke depan agar darah mengalir lewat lubang hidung, tidak jatuh ke tenggorokan, yang jika masuk ke lambung menimbulkan mual dan muntah, dan jika masuk ke paru-paru dapat menimbulkan gagal napas dan kematian.
2. Tekan seluruh cuping hidung, tepat di atas lubang hidung dan dibawah tulang hidung. Pertahankan tindakan ini selama 10 menit. Usahakan jangan berhenti menekan sampai masa 10 menit terlewati. Penderita diminta untuk bernapas lewat mulut.
3. Beri kompres dingin di daerah sekitar hidung. Kompres dingin membantu mengerutkan pembuluh darah, sehingga perdarahan berkurang.
4. Setelah mimisan berhenti, tidak boleh mengorek-ngorek hidung dan menghembuskan napas lewat hidung terlalu kuat sediktinya dalam 3 jam.
5. Jika penanganan pertama di atas tidak berhasil, korban sebaiknya dibawa ke rumah sakit, karena mungkin dibutuhkan pemasangan tampon (kasa yang digulung) ke dalam rongga hidung atau tindakan kauterisasi. Selama dalam perjalanan, penderita sebaiknya tetap duduk dengan posisi tunduk sedikit kedepan.
1.1.3.2Mimisan Belakang
Mimisan belakang (=epistaksis posterior) terjadi akibat perlukaan pada pembuluh darah rongga hidung bagian belakang. Mimisan belakang jarang terjadi, tapi relatif lebih berbahaya.Mimisan belakang kebanyakan mengenai orang dewasa, walaupun tidak menutup kemungkinan juga mengenai anak-anak.Perdarahan pada mimisan belakang biasanya lebih hebat sebab yang mengalami perlukaan adalah pembuluh darah yang cukup besar, Karena terletak di belakang, darah cenderung jatuh ke tenggorokan kemudian tertelan masuk ke lambung, sehingga menimbulkan mual dan muntah berisi darah. Pada beberapa kasus, darah sama sekali tidak ada yang keluar melalui lubang hidung.
Beberapa penyebab mimisan belakang :
1. Hipertensi
2. Demam berdarah
3. Tumor ganas hidung atau nasofaring
4. Penyakit darah seperti leukemia, hemofilia, thalasemia dll.
5. Kekurangan vitamin C dan K.
6. Dan lain-lain
Perdarahan pada mimisan belakang lebih sulit diatasi. Oleh karena itu, penderita harus segera dibawa ke puskesmas atau RS, Biasanya petugas medis melakukan pemasangan tampon belakang. Caranya, kateter dimasukkan lewat lubang hidung tembus rongga belakang mulut (faring), kemudian ditarik keluar melalui mulut.Pada ujung yang keluar melalui mulut ini dipasang kasa dan balon.Ujung kateter satunya yang ada di lubang hidung ditarik, maka kasa dan balon ikut tertarik dan menyumbat rongga hidung bagian belakang.Dengan demikian diharapkan perdarahan berhenti. Jika tindakan ini gagal, petugas medis mungkin akan melakukan kauterisasi. Langkah lain yang mungkin dipertimbangkan adalah operasi untuk mencari pembuluh darah yang menyebabkan perdarahan, kemudian mengikatnya. Tindakan ini dinamakan ligasi.

1.1.4 ETIOLOGI
Penyebab lokal :
1. Trauma misalnya karna mengorek hidung, terjatuh,terpukul, benda asing di hidung,trauma pembedahan,atau iritasi gas yang merangsang.
2. Infeksi hidung atau sinus paranasal,seperti rinitis,sinusitis,serta granuloma spesifik seperti lepra dan sifilis.
3. Tumor,baik jinak maupun ganas pada hidung, sinus paranasal dan nasofaring.
4. Pengaruh lingkungan, misalnya perubahan tekanan atmosfir mendadak, seperti pada penerbang maupun penyelam(penyakit Caisson), atau lingkungan yang udaranya sangat dingin.
5. Benda asing dan rinolit, dapat menyebabkan epistaksisringan disertai ingus berbau busuk.
6. Idiopatik, biasanya merupakan epistaksis yang ringan dan berulangpada anak dan remaja.

Penyebab sistemik :
1. Penyakit Kardiovaskular, seperti hipertensi dan kelainan pembuluh darah
2. Kelainan darah, seperti trombositopenia, hemofilia, dan leukimia.
3. Infeksi sistemik, Seperti demam berdarah dengue, Influenza, Morbiliatau demam tifoid.
4. Gangguan endokrin, Seperti pada kehamilan, menars, dan menopous.
5. Kelainan kongenital, seperti penyakit Osler (hereditary hemorrhagic telangiectasia)









1.1.5 PATOFISIOLOGI

Rongga hidung kita kaya dengan pembuluh darah. Pada rongga bagian depan, tepatnya pada sekat yang membagi rongga hidung kita menjadi dua, terdapat anyaman pembuluh darah yang disebut pleksus Kiesselbach. Pada rongga bagian belakang juga terdapat banyak cabang-cabang dari pembuluh darah yang cukup besar antara lain dari arteri sphenopalatina.
Rongga hidung mendapat aliran darah dari cabang arteri maksilaris (maksila=rahang atas) interna yaitu arteri palatina (palatina=langit-langit) mayor dan arteri sfenopalatina. Bagian depan hidung mendapat perdarahan dari arteri fasialis (fasial=muka). Bagian depan septum terdapat anastomosis (gabungan) dari cabang-cabang arteri sfenopalatina, arteri etmoid anterior, arteri labialis superior dan arteri palatina mayor yang disebut sebagai pleksus kiesselbach (little’s area).Jika pembuluh darah tersebut luka atau rusak, darah akan mengalir keluar melalui dua jalan, yaitu lewat depan melalui lubang hidung, dan lewat belakang masuk ke tenggorokan.
Epistaksis dibagi menjadi 2 yaitu anterior (depan) dan posterior (belakang). Kasus epistaksis anterior terutama berasal dari bagian depan hidung dengan asal perdarahan berasal dari pleksus kiesselbach. Epistaksis posterior umumnya berasal dari rongga hidung posterior melalui cabang a.sfenopalatina.
Epistaksis anterior menunjukkan gejala klinik yang jelas berupa perdarahan dari lubang hidung. Epistaksis posterior seringkali menunjukkan gejala yang tidak terlalu jelas seperti mual, muntah darah, batuk darah, anemia dan biasanya epistaksis posterior melibatkan pembuluh darah besar sehingga perdarahan lebih hebat jarang berhenti spontan.














Pathway





































1.1.6 Manifestasi Kliniks
Perdarahan dari hidung, gejala yang lain sesuai dengan etiologi yang bersangkutan. Epitaksis berat, walaupun jarang merupakan kegawatdaruratan yang dapat mengancam keselamatan jiwa pasien, bahkan dapat berakibat fatal jika tidak cepat ditolong. Sumber perdarahan dapat berasal dari depan hidung maupun belakang hidung. Epitaksis anterior (depan) dapat berasal dari pleksus kiesselbach atau dari a.etmoid anterior. Pleksus kieselbach ini sering menjadi sumber epitaksis terutama pada anak-anak dan biasanya dapat sembuh sendiri.
Epitaksis posterior (belakang) dapat berasal dari a.sfenopalatina dan a.etmoid posterior. Perdarahan biasanya hebat dan jarang berhenti sendiri. Sering ditemukan pada pasien dengan hipertensi, arteriosklerosis atau pasien dengan penyakit jantung.

1.1.7 Penatalaksanaan
1.1.7.1 Kolaborasi
Aliran darah akan berhenti setelah darah berhasil dibekukan dalam proses pembekuan darah. Sebuah opini medis mengatakan bahwa ketika pendarahan terjadi, lebih baik jika posisi kepala dimiringkan ke depan (posisi duduk) untuk mengalirkan darah dan mencegahnya masuk ke kerongkongan dan lambung.
Pertolongan pertama jika terjadi mimisan adalah dengan memencet hidung bagian depan selama tiga menit. Selama pemencetan sebaiknya bernafas melalui mulut. Perdarahan ringan biasanya akan berhenti dengan cara ini. Lakukan hal yang sama jika terjadi perdarahan berulang, jika tidak berhenti sebaiknya kunjungi dokter untuk bantuan.
Untuk pendarahan hidung yang kronis yang disebabkan keringnya mukosa hidung, biasanya dicegah dengan menyemprotkan salin pada hidung hingga tiga kali sehari.Jika disebabkan tekanan, dapat digunakan kompres es untuk mengecilkan pembuluh darah (vasokonstriksi).Jika masih tidak berhasil, dapat digunakan tampon hidung. Tampon hidung dapat menghentikan pendarahan dan media ini dipasang 1-3 hari.
Tiga prinsip utama dalam menanggulangi epitaksis adalah:
Mencegah komplikasi yang timbul akibat perdarahan seperti syok atau infeksi
Mencegah berulangnya epitaksis
Jika pasien dalam keadaan gawat seperti syok atau anemia lebih baik diperbaiki dulu keadaan umum pasien baru menanggulangi perdarahan dari hidung itu sendiri.
Menghentikan perdarahan
Menghentikan perdarahan secara aktif dengan menggunakan kaustik atau tampon jauh lebih efektif daripada dengan pemberian obat-obat hemostatik dan menunggu darah berhenti dengan sendirinya. Jika pasien datang dengan perdarahan maka pasien sebaiknya diperiksa dalam keadaan duduk, jika terlalu lemah pasien dibaringkan dengan meletakan bantal di belakang punggung pasien. Sumber perdarahan dicari dengan bantuan alat penghisap untuk membersihkan hidung dari bekuan darah, kemudian dengan menggunakan tampon kapas yang dibasahi dengan adrenalin 1/10000 atau lidokain 2 % dimasukan ke dalam rongga hidung untuk menghentikan perdarahan atau mengurangi nyeri, dapat dibiarkan selama 3-5 menit.
Perdarahan Anterior
Dapat menggunakan alat kaustik nitras argenti 20-30% atau asam triklorasetat 10% atau dengan elektrokauter. Bila perdarahan masih berlangsung maka dapat digunakan tampon anterior (kapas dibentuk dan dibasahi dengan adrenalin + vaseline) tampon ini dapat digunakan sampai 1-2 hari.
Perdarahan Posterior
Perdarahan biasanya lebih hebat dan lebih sukar dicari, dapat dilihat dengan menggunakan pemeriksaan rhinoskopi posterior. Untuk mengurangi perdarahan dapat digunakan tampon Beelloqk.





1.1.7.2 Mandiri
Pada epitaksis, gejala yang utama adalah perdarahan dari hidung, gejala yang lain sesuai dengan etiologi yang bersangkutan. Oleh sebab itu pada tindakan penanganan mandiri perawat, yang harus diperhatikan adalah penanganan pada:
1. Risiko kekurangan volume cairan,
2. Nyeri,
3. Risiko infeksi.
Tindakan mandiri perawat diantaranya adalah:
1. Awasi tanda-tanda vital
2. Awasi masukan/haluaran, hitung kehilangan cairan akibat perdarahan
3. Evaluasi turgor kulit, pengisian kapiler dan membrane mukosa mulut
4. Kaji keluhan nyeri
5. Awasi tanda-tanda vital
6. Berikan posisi yang nyaman
7. Dorong penggunaan manajemen nyeri
8. Kurangi prosedur tindakan invasive
9. Awasi tanda-tanda vital Kurangi pengunjung
1.1.7.3 Perawatan
Aliran darah akan berhenti setelah darah berhasil dibekukan dalam proses pembekuan darah. Sebuah opini medis mengatakan bahwa ketika pendarahan terjadi, lebih baik jika posisi kepala dimiringkan ke depan (posisi duduk) untuk mengalirkan darah dan mencegahnya masuk ke kerongkongan dan lambung.
Pertolongan pertama jika terjadi mimisan adalah dengan memencet hidung bagian depan selama tiga menit. Selama pemencetan sebaiknya bernafas melalui mulut. Perdarahan ringan biasanya akan berhenti dengan cara ini. Lakukan hal yang sama jika terjadi perdarahan berulang, jika tidak berhenti sebaiknya kunjungi dokter untuk bantuan.
Untuk pendarahan hidung yang kronis yang disebabkan keringnya mukosa hidung, biasanya dicegah dengan menyemprotkan salinpada hidung hingga tiga kali sehari.
Jika disebabkan tekanan, dapat digunakan kompres es untuk mengecilkan pembuluh darah (vasokonstriksi).Jika masih tidak berhasil, dapat digunakan tampon hidung. Tampon hidung dapat menghentikan pendarahan dan media ini dipasang 1-3 hari. Kematian akibat pendarahan hidung adalah sesuatu yang jarang.




1.1.8 TEST DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan Laboratorium
Jika perdarahan sedikit dan tidak berulang, tidak perlu dilakukan pemeriksaan penunjang.Jika perdarahan berulang atau hebat lakukan pemeriksaan lainnya untuk memperkuat diagnosis epistaksis.
2. Pemeriksaan darah tepi lengkap.
3. Fungsi hemostatis
4. EKG
5. Tes fungsi hati dan ginjal
6. Pemeriksaan foto hidung, sinus paranasal, dan nasofaring.
7. CT scan dan MRI dapat diindikasikan untuk menentukan adanya rinosinusitis, benda asing dan neoplasma.

1.1.9 KOMPLIKASI
1. Sinusitis
2. Septal hematom (bekuan darah pada sekat hidung)
3. Deformitas (kelainan bentuk) hidung
4. Aspirasi (masuknya cairan ke saluran napas bawah)
5. Kerusakan jaringan hidung infeksi
6. Komplikasi epistaksis :Hipotensi, hipoksia, anemia, aspirasi pneumonia
7. Komplikasi kauterisasi : Sinekia, perforasi septum
8. Komplikasi pemasangan tampon : Sinekia, rinosinusitis, sindrom syok toksik, Perforasi septum, tuba eustachius tersumbat, aritmia (overdosis kokain atau lidokain )
9. Komplikasi embolisasi : Perdarahan hematom, nyeri wajah, hipersensitivitas, paralisis fasialis, infark miokard.
10. Komplikasi ligasi arteri : kebas pada wajah, sinusitis, sinekia, infark miokard.
Mencegah komplikasi, sebagai akibat dari perdarahan yang berlebihan, dapat terjadi syok atau anemia, turunnya tekanan darah yang mendadak dapat menimbulkan infark serebri, insufisiensi koroner, atau infark miokard, sehingga dapat menyebabkan kematian.Dalam hal ini harus segera diberi pemasangan infus untuk membantu cairan masuk lebih cepat. Pemberian antibiotika juga dapat membantu mencegah timbulnya sinusitis, otitis media akibat pemasangan tampon.
Kematian akibat pendarahan hidung adalah sesuatu yang jarang.Namun, jika disebabkan kerusakan pada arteri maksillaris dapat mengakibatkan pendarahan hebat melalui hidung dan sulit untuk disembuhkan.Tindakan pemberian tekanan, vasokonstriktor kurang efektif.Dimungkinkan penyembuhan struktur arteri maksillaris (yang dapat merusak saraf wajah) adalah solusi satu-satunya.

1.2 TINJAUAN TEORI ASUHAN KEPERAWATAN
1.2.1 PENGKAJIAN
1) Biodata : Nama ,umur, sex, alamat, suku, bangsa, pendidikan, pekerjaan.
2) Riwayat Penyakit sekarang
Keluhan utama : biasanya penderita mengeluh sulit bernafas, tenggorokan.
Riwayat penyakit dahulu :Pasien pernah menderita penyakit akut dan perdarahan hidung atau trauma, Pernah mempunyai riwayat penyakit THT, Pernah menedrita sakit gigi geraham.
3) Riwayat keluarga : Adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang lalu yang mungkin ada hubungannya dengan penyakit klien sekarang.
4) Riwayat spikososial
a. Intrapersonal : perasaan yang dirasakan klien (cemas/sedih0
b. Interpersonal : hubungan dengan orang lain.
5) Pola fungsi kesehatan
a. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat : Untuk mengurangi flu biasanya klien mengkonsumsi obat tanpa memperhatikan efek samping
b. Pola nutrisi dan metabolisme : biasanya nafsu makan klien berkurang karena terjadi gangguan pada hidung
c. Pola istirahat dan tidur : selama indikasi klien merasa tidak dapat istirahat karena klien sering pilek
d. Pola Persepsi dan konsep diri : klien sering pilek terus menerus dan berbau menyebabkan konsep diri menurun
e. Pola sensorik :daya penciuman klien terganggu karena hidung buntu akibat pilek terus menerus (baik purulen ,serous, mukopurulen).
6) Pemeriksaan fisik
a. Status kesehatan umum : keadaan umum , tanda vital, kesadaran.
b. Pemeriksaan fisik data focus hidung : rinuskopi (mukosa merah dan bengkak).
Data subyektif :Mengeluh badan lemas.
Data Obyektif :Perdarahan pada hidung/mengucur banyak, Gelisah, Penurunan tekanan darahPeningkatan denyut nadi, Anemia.
1.2.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. PK : Perdarahan
2. Bersihan Jalan Nafas tidak efektif berhubungan dengan terjadinya pendarahan di saluran nafas
3. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan peningkatan tekanan darah
4. Cemas berhubungan dengan ansietas
5. Hipertemi berhubungan dengan terjadinya Veremia

1.2.3 PERNCANAAN KEPERAWATAN
1. PK : Perdarahan
Tujuan : meminimalkan perdarahan
Kriteriahasil : Tidak terjadi perdarahan, tanda vital normal, tidak anemia
Intervensi :
a. Monitor keadaan umum pasien.
Rasional : untuk mengetahui perkembangan kesehatan pasien
b. Monitor tanda vital.
Rasional : TTV merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien
c. Monitor jumlah perdarahan pasien. Rasional : untuk mengetahui ketidakseimbangan kadar HB dalam tubuh
d. Awasi jika terjadi anemia.
Rasional : pendarahan yang terlalu banyak/lama dapat menyebabkan terjadinya anemia
e. Kolaborasi dengan dokter mengenai masalah yang terjadi dengan perdarahan : pemberian transfusi, medikasi
Rasional : untuk mengetahui tindakan selanjutnya

2. Bersihan Jalan Nafas tidak efektif berhubungan dengan terjadinya pendarahan di saluran nafas
Tujuan : Bersihan jalan nafas menjadi efektif
Kriteria hasil : Frekuensi nafas normal, tidak ada suara nafas tambahan, tidak menggunakan otot pernafasan tambahan, tidak terjadi dispnoe dan sianosis.
Intervensi :
a. Kaji bunyi atau kedalaman pernafasan dan gerakan dada.
Rasional : penurunan bunyi nafas dapat menyebabkan atelectasis, ronchi dan wheezing menunjukkan akumulasi secret
b. Catat kemampuan mengeluarkan mukosa/batuk efektif.
Rasional : Sputum berdarah kental atau cerah dapat diakibatkan oleh kerusakan paru atau luka bronchial.
c. Berikan posisi fowler atau semi fowler tinggi.
Rasional :Posisi membantu memaksimalkan ekspansi paru dan menurunkan upaya pernafasan
d. Bersihkan sekret dari mulut dan trakea.
Rasional :Mencegah obstruksi/aspirasi
e. Pertahankan masuknya cairan sedikitnya sebanyak 250 ml/hari kecuali kontraindikasi.
Rasional :Membantu pengenceran secret
f. Berikan obat sesuai dengan indikasi mukolitik, ekspektoran, bronkodilator
Rasional :Mukolitik untuk menurunkan batuk, ekspektoran untuk membantu memobilisasi sekret, bronkodilator menurunkan spasme bronkus dan analgetik diberikan untuk menurunkan ketidaknyamanan.

3. Gangguan rasa nyaman, pusing berhubungan dengan peningkatan tekanan darah
Tujuan : rasa nyaman terpenuhi
Kriteria hasil :Klien tidak mengeluh pusing, tidak tampak kesakitan, Tekanan darah terkontrol < 130/90 mmHg.
Intervensi :
a. Pertahankan tirah baring, lingkungan yang tenang, sedikit penerangan
Rasional : meningkatkan relaksasi
b. Batasi aktivitas
Rasional : aktivitas yang meningkatkan vasokonstriksi menyebabkan sakit kepala, pusing karena adanya peningkatan tekanan vaskuler serebral
c. Beri cairan, makanan lunak. Biarkan klien istirahat selama 1 jam setelah makan
Rasional : menurunkan kerja miocard sehubungan dengan kerja pencernaan
d. Beri obat analgesic dan antiansietas (diazepam) sesuai indikasi
Rasional : menurunkan nyeri dan menurunkan system saraf simpatetik dan dapat mengurangi ketegangan serta ketidaknyamanan yang diperberat oleh stress
e. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi
Rasional : untuk mengetahui tindakan selanjutnya
4. Cemas berhubungan dengan ansietas
Tujuan : Cemas klien berkurang/hilang
Kriteriahasil :
Klien akan menggambarkan tingkat kecemasan dan pola kopingnya, Klien mengetahui dan mengerti tentang penyakit yang dideritanya serta pengobatannya.
Intervensi :
a. Kaji tindakan kecemasan klien.
Rasional :Menentukan tindakan selanjutnya
b. Berikan kenyamanan dan ketentraman pada klien : Temani klien, Perlihatkan rasa empati (datang dengan menyentuh klien).
Rasional :Memudahkan penerimaan klien terhadap informasi yang diberikan
c. Berikan penjelasan pada klien tentang penyakit yang dideritanya perlahan, tenang seta gunakan kalimat yang jelas, singkat mudah dimengerti.
Rasional : Meningkatkan pemahaman klien tentang penyakit dan terapi untuk penyakit tersebut sehingga klien lebih kooperatif
d. Singkirkan stimulasi yang berlebihan misalnya :Tempatkan klien diruangan yang lebih tenang, Batasi kontak dengan orang lain /klien lain yang kemungkinan mengalami kecemasan.
Rasional :Dengan menghilangkan stimulus yang mencemaskan akan meningkatkan ketenangan klien.

e. Observasi tanda-tanda vital.
Rasional :Mengetahui perkembangan klien secara dini
f. kolaborasi dengan tim medis.
Rasional :Obat dapat menurunkan tingkat kecemasan klien

5. Hipertemi berhubungan dengan terjadinya veremia
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan temperatur suhu dalam batas normal (36˚-37˚C)
Kriteria hasil : klien tidak menunjukkan kenaikan suhu tubuh, suhu tubuh dalam batas normal (36˚-37˚C)
Intervensi :
a. Mengkaji saat timbulnya demam
Rasional : untuk mengidentifikasi pola demam pasien
b. Mengobservasi TTV
Rasional : TTV merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien
c. Tingkatkan intake cairan
Rasional : peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan tubuh meningkatkan sehingga perlu diimbangi asupan cairan
d. Mencatat asupan dan keluaran
rasional : untuk mengetahui ketidakseimbangan cairan tubuh
e. Memberikan terapi cairan intravena dan obat-obatan
Rasional : pemberian cairan sangat penting bagi pasien dengan suhu tinggi




























DAFTAR PUSTAKA


Arif,Mansjoer, et al, 1999, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jilid 1, Media Aesculapius, Jakarta..
Balai Penerbit. FK.UI. 1998. Buku Ajar Penyakit THT. Gaya Baru. Jakarta
Doengoes, Marilyn, et al, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta
Johnson. M. Maas. M. Moorhead. S. 2000. Nursing Outcome Classification(NOC). Mosby. Philadelpia
MC. Closky J. dan Bulaceck G. 2000. Nursing Interventions Classification (NIC). Mosby. Philadelpia.
http://www.wartamedika.com/mimisan-atau-epistaksis.html
http://blog.ilmukeperawatan.com/epistaksis.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar