Rabu, 20 Agustus 2014

GANG. PSIKOSEKSUAL

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Seksualitas dalam arti yang luas ialah semua aspek badaniah, psikologik dan kebudayaan yang berhubungan langsung dengan seks dan hubungan seks manusia.Seksologi ialah ilmu yang mempelajari segala aspek ini.Seksualitas adalah keinginan untuk berhubungan, kehangatan, kemesraan dan cinta, termasuk di dalamnya memandang, berbicara, bergandengan tangan.Seksualitas mengandung arti yang luas bagi manusia, karena sejak manusia hadir ke muka bumi ini hal tersebut sudah menyertainya.
Dengan demikian, maka seks juga bio-psiko-sosial, karena itu pendidikan mengenai seks harus holistik pula. Bila dititikberatkan pada salah satu aspek saja, maka akan terjadi gangguan keseimbangan dalam hal ini pada individu atau pada masyarakat dalam jangka pendek atau jangka panjang, umpamanya hanya aspek biologi saja yang diperhatikan atau hanya aspek psikologik ataupun sosial saja yang dipertimbangkan.









BAB 2
KONSEP TEORITIS SECARA MEDIS

2.1 Definisi

Seks merupakan kegiatan fisik, sedangkan seksualitas bersifat total, multi-determineddan multi-dimensi.Oleh karena itu seksualitas bersifat holistik yang melibatkan aspek biopsikososial kultural dan spiritual.
Penyimpangan seksual adalah aktivitas seksual yang ditempuh seseorang untuk mendapatkan kenikmatan seksual dengan tidak sewajarnya. Biasanya, cara yangdigunakan oleh orang tersebut adalah menggunakan obyek seks yang tidak wajar.Penyebab terjadinya kelainan ini bersifat psikologis atau kejiwaan, seperti pengalamansewaktu kecil, dari lingkungan pergaulan, dan faktor genetik.
Perilaku penyimpangan seksual merupakan tingkah laku seksual yang tidak dapatditerima oleh masyarakat dan tidak sesuai dengan tata cara serta norma-norma agama.Penyimpangan seks dikuasai oleh kebutuhan-kebutuhan neorotis dengan dorongan-dorongan non-seks daripada kebutuhan erotis yang pada akhirnya menutun seseorang paadtingkah laku menyimpang.
Menurut Kartono (1998:22) Ketidakwajaran seksual “sexual perversion” itu mencakupperilaku seksual atau fantasi-fantasi seksual yang diarahkan pada pencapaian organ melewat relasi diluar hubungan kelamin heteroseksual dengan jenis kelamin yang sama ataudengan partner yang belum dewasa dan bertentangan dengan norma-norma tingkah lakuseksual dalam masyarakat yang bisa diterima secara umum.







2.2 Proses Perkembangan Kesadaran Diri terhadap Seksualitas
Tingkat kesadaran diri perawat terhadap seksualitas mempunyai dampak langsung pada kemampuannya melakukan intervensi keperawatan, menurut Stuart & amp; Sundeen (1995), empat tahap proses kesadaran diri meliputi :
1) Tahap Ketidaksesuaian Kognitif.
dapat diatasi dengan :
a. Menghindari tanggung jawab profesional dan tetap berpegang pada keyakinan pribadi.
b. Memeriksa fakta bahwa seksualitas merupakan bagian integral dari keadaan manusia.
2) Tahap Ansietas
a. Perawat mengalami ansietas, rasa takut dan syok.
b. Perawat menyadari bahwa semua orang mengalami ketidakpastian, merasa tidak aman, bertanya-tanya dan bermasalah yang berkaitan dengan seksualitas.
3) Tahap Marah
a. Kemarahan umumnya ditujukan pada diri sendiri, klien dan masyarakat.
b. Perawat mulai mengakui bahwa masalah yang berkaitan dengan seks dan seksualitas bersifat emosional.
4) Tahap Tindakan
a. Pada tahap terakhir ini, perasaan marah mulai berkurang
b. Perawat mulai menyadari bahwa menyalahkan diri sendiri atau masyarakat karena ketidaktahuannya, tidak akan membantu klien dengan masalah seksualnya
Tugas Perawat
Dengan memahami ke empat tahap perkembangan kesadaran perawat tentang seksualitas, akan memudahkan dan memungkinkan perawat untuk menjalankan empat tugas utamanya sebagai perawat berkaitan dengan yang dikemukakan oleh Johnson, 1989 yaitu :
1. Berpengetahuan tentang seksualitas dan norma masyarakat.
2. Menggunakan pengetahuan tersebut untuk memahami perbedaan antara perilaku dan sikap orang lain dengan diri sendiri sebagai akibat dari pengaruh sosial budaya.
3. Menggunakan pemahaman ini untuk membantu adaptasi klien dan keadaan sehat yang optimal.
4. Menyadari dan merasa nyaman dengan seksualitas diri sendiri.
2.3 Faktor yang Mempengaruhi Seksualitas
I. Pertimbangan Perkembangan
a. Proses perkembangan manusia mempengaruhi aspek psikososial, emosional dan biologik kehidupan yang selanjutnya akan mempengaruhi seksualitas individu.
b. Hanya aspek seksualitas yang telah dibedakan sejak fase konsepsi
II. Kebiasaan Hidup Sehat dan Kondisi Kesehatan
a. Tubuh, jiwa dan emosi yang sehat merupakan persyaratan utama untuk dapat mencapai kepuasan seksual.
b. Trauma atau stress dapat mempengaruhi kemampuan individu untuk melakukan kegiatan atau fungsi kehidupan sehari-hari yang tentunya juga mempengaruhi ekspresi seksualitasnya, termasuk penyakit.
c. Kebiasaan tidur, istirahat, gizi yang adekuat dan pandangan hidup yang positif mengkontribusi pada kehidupan seksual yang membahagiakan.
III. Peran dan Hubungan
a. Kualitas hubungan seseorang dengan pasangan hidupnya sangat mempengaruhi kualitas hubungan seksualnya.
b. Cinta dan rasa percaya merupakan kunci utama yang memfasilitasi rasa nyaman seseorang terhadap seksualitas dan hubungan seksualnya dengan seseorang yang dicintai dan dipercayainya.
c. Pengalaman dalam berhubungan seksual seringkali ditentukan oleh dengan siapa individu tersebut berhubungan seksual

IV. Konsep Diri
a. Pandangan individu terhadap dirinya sendiri mempunyai dampak langsung terhadap seksualitas
V. Budaya, Nilai dan Keyakinan
a. Faktor budaya, termasuk pandangan masyarakat tentang seksualitas dapat mempengaruhi individu.
b. Tiap budaya mempunyai norma-norma tertentu tentang identitas dan perilaku seksual.
c. Budaya turut menentukan lama hubungan seksual, cara stimulasi seksual dan hal lain terkait dengan kegiatan seksual.
VI. Agama
a. Pandangan agama tertentu yang diajarkan, ternyata berpengaruh terhadap ekspresi seksualitas seseorang.
b. Berbagai bentuk ekspresi seksual yang diluar kebiasaan, dianggap tidak wajar.
c. Konsep tentang keperawanan dapat diartikan sebagai kesucian dan kegiatan seksual dianggap dosa, untuk agama tertentu.
VII. Etik
a. Seksualitas yang sehat menurut Taylor, Lilis & Le Mone (1997) tergantung pada terbebasnya individu dari rasa bersalah dan ansietas.
b. Apa yang diyakini salah oleh seseorang, bisa saja wajar bagi orang lain.

2.4 Penyimpangan Perilaku Seksual
1. Transeksualisme
Rasa tidak nyaman yang menetap dan adanya ketidakwajaran seks dengan preokupasi yang menetap (sedikitnya untuk 2 tahun) dengan menyisihkan karakteristik seks primer dan sekunder dan memperoleh karakteristik lawan jenis.


2. Gangguan identitas jender pada masa kanak-kanak, remaja dan dewasa.
Tekanan yang kuat dan menetap mengenai status sebagai laki-laki atau perempuan dengan keinginan yang kuat untuk berjenis kelamin lawan seks dan penanggalan struktur anatomis individu.
3. Pedofilia
Terjadinya hubungan yang menetap, sedikitnya berlangsung selama 6 bulan antara rangsangan dan keinginan seksual, tindakan, fantasi atau rangsangan lain yang melibatkan seorang anak atau lebih yang berusia 13 tahun kebawah.
4. Eksibisionisme
Terjadinya hubungan yang menetap, sedikitnya berlangsung selama 6 bulan, antara rangsangan dan keinginan seksual, tindakan, fantasi atau rangsangan lain dengan memamerkan genitalnya kepada orang asing/orang yang belum dikenal.
5. Sadisme Seksual
Terjadinya hubungan yang menetap, sedikitnya berlangsung selama 6 bulan antara rangsangan dan keinginan seksual, tindakan, fantasi atau rangsangan lain yang menimbulkan kesakitan yang nyata atau stimulasi psikologis dan penderitaan fisik.
6. Masokisme Seksual
Terjadinya hubungan yang menetap, sedikitnya berlangsung selama 6 bulan, antara rangsangan dan keinginan seksual, tindakan ,fantasi atau rangsangan lain yang melibatkan penghinaan, pemukulan, pengikatan atau hal-hal lain yang sengaja dilakukan untuk menderita.
7. Voyeurisme
Terjadinya hubungan yang menetap, sedikitnya berlangsunag selama 6 bulan, antara rangsangan dan keinginan seksual, tindakan, fantasi atau rangsangan lain yang melibatkan pengamatan terhadap orang-orang yang telanjang, sedang meninggalkan pakaian atau sedang melakukan kegiatan seksual tanpa diketahui mereka.


8. Fetisisme
Terjadi hubungan yang menetap, sedikitnya berlangsung selama 6 bulan, antara rangsangan dan keinginan seksual, tindakan, fantasi atau rangsangan lain dengan menggunakan objek mati.
9. Fetisisme Transvestik
Terjadinya hubungan yang menetap, sedikitnya berlangsung selama 6 bulan, antara rangsangan dan keinginan seksual, tindakan, fantasi atau rangsangan lain dengan menggunakan pakaian orang lain.
10. Frotterurisme
Terjadinya hubungan yang menetap, sedikitnya berakhir 6 bulan antara rangsangan dan keinginan seksual, tindakan, fantasi atau rangsangan lain meraba tanpa persetujuam pihak lain.
11. Gangguan keinginan Seksual Hipoaktif
Defisit yang menetap/berulang atau tidak terdapatnya fantasi seksual dan keinginan untuk melakukan kegiatan seksual.
12. Gangguan Keengganan Seksual
Keengganan yang berlebihan dan menetap dan menghindari semua atau hampir semua kontak dengan pasangan seksual.
13. Gangguan Rangsangan Seksual
Kegagalan yang menetap dan sebagian untuk mencapai atau mempertahankan respons fisiologis dari kegiatan seksual atau hilangnya kepuasan seksual selama kegiatan seksual dilakukan.
14. Hambatan Orgasme
Keterlambatan yang menetap atau tidak adanya orgasme yang menyertai pada saat fase puncak hubungan seksual, walaupun menurut tenaga profesional terhadap intensitas, lama dan fokus yang sesuai dengan usia individu.





BAB 3
KONSEP TEORITIS ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
Berikut ini pedoman wawancara yang baik dalam mengumpulkan data yang berkaitan dengan aspek psikoseksual :
1. Menggunakan pendekatan yang jujur dan berdasarkan fakta yang menyadari bahwa klien sedang mempunyai pertanyaan atau masalah seksual
2. Mempertahankan kontak mata dan duduk dekat klien
3. Memberikan waktu yang memadai untuk membahas masalah seksual, jangan terburu-buru
4. Menggunakan pertanyaan yang terbuka, umum dan luas untuk mendapatkan informasi mengenai pengetahuan, persepsi dan dampak penyakit berkaitan dengan seksualitas
5. Jangan mendesak klien untuk membicarakan mengenai seksualitas, biarkan terbuka untuk dibicarakan pada waktu yang akan datang
6. Masalah citra diri, kegiatan hidup sehari-hari dan fungsi sebelum sakit dapat dipakai untuk mulai membahas masalah seksual
7. Amati klien selama interaksi, dapat memberikan informasi tentang masalah apa yang dibahas, begitu pula masalah apa yang dihindari klien
8. Minta klien untuk mengklarifikasi komunikasi verbal dan nonverbal yang belum jelas
9. Berinisiatif untuk membahas masalah seksual berarti menghargai klien sebagai makhluk seksual, memungkinkan timbulnya pertanyaan tentang masalah seksual.


Perlu dikaji berbagai mekanisme koping yang mungkin digunakan klien untuk mengekspresikan masalah seksualnya, antara lain :
1. Fantasi, mungkin digunakan untuk meningkatkan kepuasan sekasual
2. Denial, mungkin digunakan untuk tidak mengakui adanya konflik atau ketidakpuasan seksual
3. Rasionalisasi, mungkin digunakan untuk memperoleh pembenaran atau penerimaan tentang motif, perilaku, perasaan dan dorongan seksual
4. Menarik Diri, mungkin dilakukan untuk mengatasi perasaan lemah, perasaan ambivalensi terhadap hubungan intim yang belum terselesaikan secara tuntas
3.2 Diagnosa dan Intervensi Keperawatan
1. Disfungsi seksual berhubungan dengan perubahan struktur dan fungsi tubuh, penganiayaan fisik (seksual), depresi.
Batasan Karakteristik :
a. Tidak adanya hasrat untuk aktivitas seksual.
b. Perasaan jijik, ansietas, panik sebagai respons terhadap kontak genital.
c. Tidak adanya pelumasan atau sensasi subjektif dari rangsangan seksual selama aktivitas seksual.
d. Kegagalan untuk mencapai atau mempertahankan ereksi penis selama aktivitas seksual.
e. Ketidakmampuan untuk mencapai orgasme atau ejakulasi.
f. Ejakulasi premature.
g. Nyeri genital selama koitus.
h. Kontriksi vagina yang mencegah penetrasi penis
Tujuan Jangka Pendek :
a. Pasien akan mengidentifikasi stresor yang berperan dalam penurunan fungsi seksual dalam 1 minggu.
b. Pasien akan mendiskusikan patofisiologi proses penyakitnya yang menimbulkan disfungsi seksual dalam 1 minggu.
c. Untuk pasien dengan disfungsi permanen karenan proses penyakit : pasien akan mengatakan keinginan untuk mencari bantuan profesional dari seorang terapis seks supaya belajar alternatif cara untuk mencapai kepuasan seksual dengan pasangannya dalam dimensi waktu ditetapkan sesuai individu
Tujuan Jangka Panjang :
a. Pasien akan mendapatkan kembali aktivitas seksual pada tingkat yang memuaskan untuk dirinya dan pasangannya (dimensi waktu ditentukan oleh situasi individu).
Intervensi :
a. Kaji riwayat seksual dan tingkat kepuasan sebelumnya dalam hubungan seksual.
b. Kaji persepsi pasien terhadap masalah.
c. Bantu pasien menetapkan dimensi waktu yang berhubungan dengan awitan masalah dan diskusikan apa yang terjadi dalam situasi kehidupannya pada waktu itu.
d. Kaji alam perasaan dan tingkat energi pasien.
e. Tinjau aturan pengobatan, observasi efek samping.
f. Anjurkan pasien untuk mendiskusikan proses penyakit yang mungkin menambah disfungsi seksual.
g. Dorong pasien untuk menanyakan hal-hal yang berkenaan dengan seksual dan fungsi yang mungkin menyusahkan dirinya.

2. Perubahan pola seksualitas berhubungan dengan pilihan sksual yang berbeda, penyesuaian diri terhadap seksual terlambat.
Batasan Karakteristik :
a. Laporan adanya kesukaran, pembatasan atau perubahan dalam perilaku atau aktivitas seksual.
b. Laporan bahwa getaran seksual hanya dapat dicapai melalui praktik yang berbeda.
c. Hasrat untuk mengalami hubungan seksual yang memuaskan dengan individu lain tanpa butuh getaran melalui praktik yang berbeda.

Tujuan Jangka Pendek :
a. Pasien akan mengatakan aspek-aspek seksualitas yang ingin diubah.
b. Pasien dan pasangannya akan saling berkomunikasi tentang cara-cara dimana masing-masing meyakini hubungan seksual mereka dapat diperbaiki.
Tujuan Jangka Panjang :
a. Pasien akan memperlihatkan kepuasan dengan pola seksualitasnya sendiri.
b. Pasien dan pasangannya akan memperlihatkan kepuasan dengan hubungan seksualnya.
Intervensi :
a. Ambil riwayat seksual, perhatikan ekspresi area ketidakpuasan pasien terhadap pola seksual.
b. Kaji area-area stress dalam kehidupan pasien dan periksa hubungan dengan pasangan seksualnya.
c. Catat faktor-faktor budaya, sosial, etnik dan religius yang mungkin menambah konflik yang berkenaan dengan praktik seksual yang berbeda.
d. Terima dan jangan menghakimi.
e. Bantu therapy dengan perencanaan modifikasi perilaku untuk membantu pasien yang berhasrat untuk menurunkan perilaku-perilaku seksual yang berbeda.
f. Jika perubahan pola seksualitas berhubungan dengan penyakit atau pengobatan medis, berikan informasi untuk pasien dan pasangannya berkenaan dengan hubungan antara penyakit dan perubahan seksual.





3.3 Hasil Pasien Yang Diharapkan / Kriteria Pulang
1. Pasien mampu menghubungkan faktor-faktor fisik atau psikososial yang mengganggu fungsi seksual
2. Pasien mampu berkomunikasi dengan pasangannya tentang hubungan seksual mereka tanpa merasa tidak nyaman
3. Pasien dan pasangannya mengatakan keinginan dan hasrat untuk mencari bantuan dari terapi seks yang professional
4. Pasien mengatakan kembali bahwa aktivitas seksualnya ada pada tahap yang memuaskan dirinya dan pasangannya
5. Pasien dan pasangannya mengatakan modifilkasi dalam aktivitas seksual dalam berespon pada keterbatasan karena penyakit atau tindakan medis














BAB 4
RESUME

Perilaku penyimpangan seksual merupakan tingkah laku seksual yang tidak dapatditerima oleh masyarakat dan tidak sesuai dengan tata cara serta norma-norma agama.Penyimpangan seks dikuasai oleh kebutuhan-kebutuhan neorotis dengan dorongan-dorongan non-seks dari pada kebutuhan erotis yang pada akhirnya menutun seseorang paad tingkah laku menyimpang.
Proses Perkembangan Kesadaran Diri terhadap Seksualitas terdiri dari 4 tahap yaitu :Tahap Ketidaksesuaian Kognitif, Tahap Ansietas,Tahp Marah, Tahap Tindakan.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi seksualitas yaitu : Pertimbangan Perkembangan, Kebiasaan Hidup Sehat dan Kondisi Kesehatan, Peran dan Hubungan, konsep diri, Budaya, Nilai dan Keyakinan, Agama, etik.
Jenis – jenis Penyimpangan perilaku seksual yaitu : Transeksualisme, Gangguan identitas jender pada masa kanak-kanak, remaja dan dewasa, Pedofilia, Eksibisionisme, Sadisme Seksual, Masokisme Seksual, Voyeurisme, Fetisisme, Fetisisme Transvestik, Frotterurisme, Gangguan keinginan Seksual Hipoaktif, Gangguan Keengganan Seksual, Gangguan Rangsangan seksual, Hambatan Orgasme







Daftar Pustaka

Achir Yani S. Hamid.2008.Asuhan Keperawatan Kesehatan Jiwa.Jakarta : EGC
Kusumawati,Farida.2010.Keperawatan Jiwa.Jakarta: Salemba Medika
Tomb,David A.2003.Buku Saku Psikiatri.Jakarta : EGC
Semiun,Yustinus.2006.Kesehatan Mental 2.Yogyakarta : Kanisius
Videbeck,Sheila L.2008. Buku Ajar Keperawatan Jiwa.Jakarta : EGC
http://yoedhasflyingdutchman.blogspot.com/2010/04/asuhan-keperawatan-pasien-dengan_1094.html

1 komentar: