Rabu, 20 Agustus 2014

ASUHAN KEPERAWATAN ANEURISMA SEREBRAL DAN ENCEPHALITIS

BAB I
PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang
Aneurima adalah kantung atau dilatasi lokal yang menyerang arteri, yang terbentuk dititik lemah pembuluh darah. Aneurisma sejati timbul akibat atrofi lapisan media arteria. Dinding arteri berdilatasi tetapi tetep utuh walaupun mengalami distorsi dan dapat membentuk menjadi jaringan fibrosa. Aeurisma adalah penyakit yang serius karena dapat menyebabkan ruptur, dan mengakibatkan perdarahan dan kematian.
Encephalitis adalah infeksi jaringan atas oleh berbagai macam mikroorganisme (Ilmu Kesehatan Anak, 1985).
Encephalitis adalah infeksi yang mengenai CNS yang disebabkan oleh virus atau mikroorganisme lain yang non-purulen (+) (Pedoman diagnosis dan terapi, 1994).
Encephalitis adalah radang jaringan otak yang dapat disebabkan oleh bakteri cacing, protozoa, jamur, ricketsia atau virus (Kapita selekta kedokteran jilid 2, 2000).
Ensefalitis adalah infeksi yang mengenai sistem saraf pusat (SSP) yang disebabkan oleh virus atau mikroorganisme lain yang nonpurulen.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa yang dimaksud dengan Aneurisma dan Encephalitis ?
1.2.2 Bagaimana etiologi dari Aneurisma dan Encephalitis ?
1.2.3 Bagaimana tanda dan gejala Aneurisma dan Encephalitis ?
1.2.4 Bagaimana patofisiologi Aneurisma dan Encephalitis ?
1.2.5 Bagaimana manifestasi klinis Aneurisma ?
1.2.6 Apa sajakah pemeriksaan penunjang dari Aneurisma dan Encephalitis ?
1.2.7 Bagaimana penatalaksanaan dari Aneurisma dan Encephalitis ?
1.2.8 Apa sajakah komplikasi dari Aneurisma dan Encephalitis ?
1.2.9 Bagaimana asuhan keperawatan dari Aneurisma Serebral dan Encephalitis ?

1.3 Tujuan
1.3.1 untuk mengetahui dan memahami pengertian dari Aneurisma dan Encephalitis
1.3.2 untuk mengetahui dan memahami etiologi dari Aneurisma dan Encephalitis
1.3.3 untuk mengetahui dan memahami tanda dan gejala dari Aneurisma dan Encephalitis
1.3.4 untuk mengetahui dan memahami patofisiologi dari Aneurisma dan Encephalitis
1.3.5 untuk mengetahui dan memahami manifestasi klinis dari Aneurisma
1.3.6 untuk mengetahui dan memahami pemeriksaan penunjang dari Aneurisma dan Encephalitis
1.3.7 untuk mengetahui dan memahami penatalaksanaan dari Aneurisma dan Encephalitis
1.3.8 untuk mengetahui dan memahami komplikasi dari Aneurisma dan Encephalitis
1.3.9 untuk mengetahui dan memahami asuhan keperawatan dari Aneurisma serebral dan Encephalitis
































BAB II
KONSEP DASAR TEORI


2.1 Penyakit aneurisma serebral
2.1.1 Definisi
Aneurima adalah kantung atau dilatasi lokal yang menyerang arteri, yang terbentuk dititik lemah pembuluh darah. Aneurisma sejati timbul akibat atrofi lapisan media arteria. Dinding arteri berdilatasi tetapi tetep utuh walaupun mengalami distorsi dan dapat membentuk menjadi jaringan fibrosa. Aeurisma adalah penyakit yang serius karena dapat menyebabkan ruptur, dan mengakibatkan perdarahan dan kematian.
Aneurisma dapat diklasifikasikan berdasarkan bentuknya antara lain :
1) Aneurisma Sakular atau Fusiform adalah aneurisma mirip kantong menonjol dan berhubungan dengan dinding arteri melalui suatu leher yang sempit. Apabila seluruh segmen arteri mengalami dilatasi, maka terjadilah Aneurisma fusiform.
2) Aneurisma Mikotik adalah aneurisma yang disebabkan oleh infeksi lokal. Aneurisma jenis ini jarang ditemukan.
3) Aneurisma Palsu adalah akumulasi darah ekstravaskuler disertai disrupsi dari ketiga lapisan dinding arteri. Dinding dari aneurisma palsu adalah trombus dan jaringan yang berdekatan.
Selain berdasarkan bentuk Aneurisma juga dapat diklasifikasikan berdasarkan tempatnya antara lain :
1) Aneurisma aorta torakalis
2) Aneurisma aorta abdomonal
3) Aneurisma Intrakanial

2.1.2 Etiologi
Aneurima adalah kantung atau dilatasi lokal yang menyerang arteri, yang terbentuk dititik lemah pembuluh darah yang disebabkan oleh :
1) Ada bakat atau bawaan lemahnya dinding pembuluh darah. Ini bisa terjadi pada pembuluh darah manapun diseluruh tubuh. Akan jadi fatal kalau dinding pembuluh darah yang lemah itu terdapat di otak.
2) Ada infeksi yang disebabkan oleh jamur maupun bakteri yang mengenai pembuluh darah.
3) Terjadi peradangan pada aorta
4) Penyakit jaringan ikat keturunan, misalnya sindroma marfan. Sindroma Marfan adalah suatu penyakit jaringan ikat keturunan yang menyebabkan kelainan pada pembuluh darah dan jantung, kerangka tubuh dan mata.
5) Risiko ini menjadi semakin tinggi pada penderita tekanan darah tinggi, orang dengan tingkat stres tinggi maupun perokok.
2.1.3 Tanda dan Gejala
Aneurisma serebral hampir tidak pemah menimbulkan gejala, kecuali terjadi pembesaran dan menekan salah satu saraf otak sehingga memberikan gejala sebagai kelainan saraf otak yang tertekan.
Aneurisma yang kecil dan tidak progresif, hanya akan menimbulkan sedikit bahkan tidak menimbulkan gejala. Pertanda awal bisa terjadi dalam beberapa menit sampai beberapa minggu sebelum aneurisma pecah. Sebelum aneurisma berukuran besar mengalami ruptur (pecah), pasien akan mengalami gejala seperti :
1) Sakit kepala berdenyut yang mendadak dan berat
2) Mual dan muntah
3) Gangguan penglihatan (pandangan kabur/ganda, kelopak mata tidak membuka)
4) Kaku leher
5) Nyeri daerah wajah
6) Kelumpuhan sebelah anggota gerak kaki dan tangan
7) Denyut jantung dan laju pernapasan naik turun
8) Hilang kesadaran (kejang, koma, kematian)
9) Tidak mengalami gejala apapun
2.1.4 Patofisiologi
Semua jenis aneurisma pasti meliputi kerusakan lapisan media pembuluh darah. Hal ini mungkin disebabkan oleh kelemahan kogenital, taruma atau proses penyakit. Apabila timbul aneurisma, maka akan selalu cenderung bertambah besar ukurannya. Faktor resiko meliputi prediposisi genetik, merokok, dan hipertensi. Lebih dari separuh penderita mengalami hipertensi.
Terkadang pada aorta yang mengalami penyakit aterosklerosis, dapat terjadi robekan pada intima, atau media mengalami degenerasi, akibanya terjadi diseksi. Aneurisma diseksi sering dihubungkan dengan hiperteni yang tidak terkontrol. Aneurisma diseksi disebabkan oleh ruptur lapisan intima mengakbitkan darah mengalami diseksi di lapisan media. Ruptur dapat terjadi melalui adventisia atau di dalam lumen melalui lapisan intima, sehingga memungkinkan darah masuk kembali ke jalur utamanya, mengakibatkan diseksi kronis atau diseksi tersebut dapat menyebabkan oklusi cabang-cabang aorta. Kematian biasanya disebabkan oleh hematoma yang ruptur ke luar.
2.1.5 Manisfestasi Klinis
2.1.5.1 Manifestasi klinis umum pada aneurisma, terlepas dari tipe dan sisi:
a) Hipertensi dengan pelebaran tekanan nadi
b) Tekanan darah pada paha bawah lebih rendah dari pada tekanan darah pada lengan. Normalnya, TD pada paha lebih tinggi dari lengan
c) Nadi perifer lemah atau asimetris
2.1.5.2 Manifestasi klinis khusus untuk aneurisma aorta abdominalis :
a) Massa abdominalis pulsasi abnormal (gambaran paling menonjol)
b) Keluhan-keluhan perasaan ”denyut jantung” pada abdomen bilang terlentang
c) Nyeri punggung bawah atau abdomen
d) Desiran (bunyi mendesis) pada auskultasi massa dengan diafragma stetoskop
2.1.5.3 Manifestasi klinis khusus pada aneurisma aorta torakal (menunujukan tekanan massa terhadap struktur intratorakal) :
a) Nyeri dada menyebar ke punggung dan memburuk bila pasien ditempatkan pada posisi terlentang. Pada anuerisma diseksi, nyeri mengikuti arah dimana pemisah berlanjut
b) Perbedaan bermakna pada pembacaan TD diantara lengan
c) Dispnea dan batuk (menunjukan tekanan terhadap trakea)
d) Suara sesak (menunjukan tekanan terhadap saraf laring)
e) Disfagia (menunjukan tekanan terhadap esofagus)
2.1.6 Pemeriksaan Penunjang
a) Pemeriksaan radiologis membantu mendefinisikan lokasi dan memastikan adanya dan ukuran anuerisma
b) Aortogram memastikan diagnosa aneurisma
c) EKG, enzim jantung, dan ekokardiogram dilakukan untuk mengesampingkan penyakit jantung sebagai penyebab nyeri dada
d) Angiography juga menggunakan pewarna khusus menyuntikkan ke dalam aliran darah unutk membuat dalam dari arteri muncul pada gambar x-ray. Sebuah angiogram menunjukan jumlah kerusakan dan halangan dalam pembuluh darah.



2.1.7 Penatalaksanaan
A. Farmako terapi :
1) Antihipertensif untuk mempertahankan tekanan sistolik pada 120mmHg atau kurang
2) Propanolol (inderal) untuk menurunkan kekuatan pulsasi dalam aorta dengan menurunkan kontraktilitas miokard.
Pembedahan bila terapi obat gagal untuk mencegah pembesaran aneurisma atau pasien menunjukan gejala-gejala distress akut. Pembedahan meliputi eksisi dan pengangkatan aneurisma dan pengantian dengan graf sintetik untuk memperbaiki kontinuitas vaskular.
2.1.8 Komplikasi
Komplikasi utama berkenaan dengan aneurisma adalah ruptur, yang menimbulkan hemoragi dan kemungkinan kematian. Hipertensi berat meningkatkan resiko ruptur.

2.1.9 Asuhan Keperawatan
1) Pengkajian
a) Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : kesadaran, status gizi, TB, BB, suhu, tekanan darah, nadi, dan respirasi.
b) Pemeriksaan Sistemik
 Kepala : ( mata, hidung, telinga, gigi, dan mulut )
 Leher : ada tidaknya pembesaran tyroid
 Dada : inspeksi kesimetrisan dada, palpasi pergerakan dada, perkusi, auskultasi suara nafas dan bunyi jantung S1 dan S2
 Genitalia : infeksi kebersihan
 Ekstremitas atas dan bawah : kesimetrisan, pergerakan, tonus otot, ada tidaknya edema

c) Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan CT scan : fungsi lumbal yang menunjukan adanya darah dalam cairan.
 Angiografi serebral : menunjukan lokasi dan ukuran anuerisma

d) Kaji Sistem Neurologik
Reaksi pupil, fungsi sensorik dan motorik, defisit saraf kranial ( gerakan mata ekstraokuler, fasiaol droop, adanya ptosis ), kesukaran bicara, gangguan penglihatan atau penurunan neurologik dan sakit kepala.

2) Diagnosa Keperawatan
I. Perubahan perfusi serebral sehubungan dengan perdarahan dari aneurisma.
Tujuan : Memperbaiki perfusi jaringan serebral
Intervensi :
a) Kaji penurunan neurologi, peningkatan TIK, dan Vasospasme
Rasional : Memudahkan untuk melakukan tindakan keperawatan
b) Observasi TD, denyut nadi setiap satu jam sekali
Rasional : agar tidak mengalami peningkatan, jika TD meningkat dapat memperparah penyakit dan proses penyembuhan lebih lama.
c) Kaji respon pupil dan fungsi motorik
Rasional : Mengetahui lebih dini penurunan fungsi sensorik dan motoriknya
d) Pantau status respiratorik karena adanya penurunan tekanan O2
Rasional : Supaya tidak mengalami alkalosisi dan asidosis respiratorik
e) Berikan lingkungan yang tidak menstimulus terjadinya TIK dan perdarahan
Rasional : TIK dan pendarahan dapat memperburuk keadaan
f) Anjurkan untuk tirah baring
Rasinaonya : Untuk mengurang resiko terjadinya peningkatan TIK
g) Tinggikan tempat tidur bagian kepala dengan ketinggian sedang
Rasional : Memberikan aliran vena dan menurunkan TIK

II. Perubahan sensori atau persepsi sehubungan dengan pembatasan kewaspadaan subarakhnoid.
Tujuan : Mengurangi gangguan sensorik atau persepsi
Intervensi :
a) Orientasikan pada realitas ( waktu, tempat, orang )
Rasional : Membantu untuk mempertahankan orientasi
b) Beri stimulus sensorik secara minimal
Rasional : Klien dapat mengingat terus terhadap stimulus yang diberikan

III. Ansietas sehubungan dengan penyakitnya atau hambatan pada subarakhnoid
Tujuan : Mengurangi ansietas klien
Intervensi :
a) Berikan informasi tentang rencana tindakan keperawatan
Rasional : Memberikan ketenangan dan membantu meminimalkan ansietas
b) Berikan dukungan.
Rasional : Dengan diberi dukungan klien tidak merasa sendiri dan dapat mengurangi rasa takut.
2.2 Penyakit Encephalitis

2.2.1 Definisi
Encephalitis adalah infeksi jaringan atas oleh berbagai macam mikroorganisme (Ilmu Kesehatan Anak, 1985). Encephalitis adalah infeksi yang mengenai CNS yang disebabkan oleh virus atau mikroorganisme lain yang non-purulen (+) (Pedoman diagnosis dan terapi, 1994). Encephalitis adalah radang jaringan otak yang dapat disebabkan oleh bakteri cacing, protozoa, jamur, ricketsia atau virus (Kapita selekta kedokteran jilid 2, 2000). Ensefalitis adalah infeksi yang mengenai sistem saraf pusat (SSP) yang disebabkan oleh virus atau mikroorganisme lain yang nonpurulen.
2.2.2 Etiologi
A. Mikroorganisme : bakteri, protozoa, cacing, jamur, spirokaeta dan virus.
Macam-macam Encephalitis virus menurut Robin :
a) Infeksi virus yang bersifat epidermik :
1) Golongan enterovirus = Poliomyelitis, virus coxsackie, virus ECHO.
2) Golongan virus ARBO = Western equire encephalitis, St. louis encephalitis, Eastern equire encephalitis, Japanese B. encephalitis, Murray valley encephalitis.
b) Infeksi virus yang bersifat sporadic : rabies, herpes simplek, herpes zoster, limfogranuloma, mumps, limphotic, choriomeningitis dan jenis lain yang dianggap disebabkan oleh virus tetapi belum jelas.
c) Encephalitis pasca infeksio, pasca morbili, pasca varisela, pasca rubella, pasca vaksinia, pasca mononucleosis, infeksious dan jenis-jenis yang mengikuti infeksi traktus respiratorius yang tidak spesifik.
B. Reaksin toxin seperti pada thypoid fever, campak, chicken pox.
C. Keracunan : arsenik, CO.

2.2.3 Tanda dan Gejala
1) Demam.
2) Sakit kepala dan biasanya pada bayi disertai jeritan.
3) Pusing.
4) Muntah.
5) Nyeri tenggorokan.
6) Malaise
7) Nyeri ekstrimitas.
8) Pucat.
9) Halusinasi.
10) Kaku kuduk.
11) Kejang.
12) Gelisah.
13) Iritable.
14) Gangguan kesadaran.
2.2.4 Patofisiologi
Virus masuk tubuh klien melalui kulit, saluran napas dan saluran cerna, setelah masuk ke dalam tubuh, virus akan menyebar ke seluruh tubuh dengan secara lokal: aliran virus terbatas menginfeksi selaput lendir permukaan atau organ tertentu, penyebaran homogen primer: virus masuk kedalam darah , kemudian menyebar ke organ dan berkembang biak di organ tersebut dan menyebar melalui sistem persarafan.
Setelah terjadi penyebaran ke otak, timbul manifestasi klinis ensefalitis. Masa Prodmonal berlangsung selama 1-4 hari ditandai dengan demam, sakit kepala, pusing, muntah, nyeri tenggorok, malaise, nyeri ekstermitas, dan pucat. Suhu badan meningkat, fotofobia, sakit kepala, muntah letargi, kadang disertai kaku kuduk jika infeksi mengenai meningen.
2.2.5 Pemeriksaan Penunjang
A. Pemeriksaan cairan serebrospinal.
Warna dan jernih terdapat pleocytosis berkisar antara 50-200 sel dengan dominasi sel limfosit. Protein agak meningkat sedangkan glucose dalam batas normal.
B. Pemeriksaan EEG.
Memperlihatkan proses inflamasi yang difuse “bilateral” dengan aktivitas rendah.
C. Pemeriksaan virus.
Ditemukan virus pada CNS didapatkan kenaikan titer antibody yang spesifik terhadap virus penyebab.

2.2.6 Penatalaksanaan
A. Pengobatan penyebab :
Diberikan apabila jenis virus diketahui Herpes encephalitis : Adenosine arabinose 15 mg/Kg.


B. Pengobatan suportif
Sebagian besar pengobatan encephalitis adalah : pengobatan nonspesifik yang bertujuan mempertahankan fungsi organ tubuh.

C. Pengobatan tersebut antara lain :
 ABC (Airway breathing, circulation) harus dipertahankan sebaik-baiknya.
 Pemberian makan secara adequate baik secara internal maupun parenteral dengan memperhatikan jumlah kalori, protein, keseimbangan cairan elektrolit dan vitamin.
 Obat-obatan yang lain apabila diperlukan agar keadaan umum penderita tidak bertambah jelek.
2.2.7 Komplikasi
Dapat terjadi :
1) Akut :
 Edema otak.
 SIADH.
 Status konvulsi.
2) Kronik :
 Cerebral palsy.
 Epilepsy.
 Gangguan visus dan pendengaran.

2.2.8 Asuhan keperawatan
A. Pengkajian

a. Keluhan utama.
Merupakan kebutuhan yang mendorong penderita untuk masuk RS. keluhan utama pada penderita encephalitis yaitu sakit kepala, kaku kuduk, gangguan kesadaran, demam dan kejang.
b. Riwayat penyakit sekarang.
Merupakan riwayat klien saat ini yang meliputi keluhan, sifat dan hebatnya keluhan, mulai timbul atau kekambuhan dari penyakit yang pernah dialami sebelumnya. Biasanya pada masa prodromal berlangsung antara 1-4 hari ditandai dengan demam,s akit kepala, pusing, muntah, nyeri tenggorokan, malaise, nyeri ekstrimitas dan pucat. Kemudian diikuti tanda ensefalitis yang berat ringannya tergantung dari distribusi dan luas lesi pada neuron. Gejala terebut berupa gelisah, irritable, screaning attack, perubahan perilaku, gangguan kesadaran dan kejang kadang-kadang disertai tanda neurologis fokal berupa afasia, hemiparesis, hemiplegia, ataksia dan paralisi saraf otak.
c. Riwayat penyakit yang lalu.
Kontak atau hubungan dengan kasus-kasus meningitis akan meningkatkan kemungkinan terjdinya peradangan atau infeksi pada jaringan otak (J.G. Chusid, 1993). Imunisasi perlu dikaji untuk mengetahui bagaimana kekebalan tubuh anak. Alergi pada anak perlu diketahui untuk dihindarkan karena dapat memperburuk keadaan.
d. Pemeriksaan fisik
Tanda –tanda vital
Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses inflamasi dari selaput otak yang sudah mengganggu pusat pengatur tubuh. Penurunan denyut nadi berhubungan dengan peningkatan TIK. Tekanan darah meningkat / normal karena tanda-tanda peningkatan TIK.peningkatan frekuensi nafas sering berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme umum dan adanya infeksi sebelum ensefalitis.
e. Pengkajian fungsi serebral
Status mental : observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara, ekspresi wajah, dan aktivitas motorik klien. Pada klien ensefalitis tahap lanjut biasanya status mental klien mengalami perubahan.
f. Pengkajian sistem motorik
Kekuatan otot menurun, kontrol keseimbangan, dan koordinasi pada ensefalitis tahap lanjut mengalami perubahan.

B. Diagnosis

Diagnosa 1 : Potensial terjadi peningkatan tekanan intra cranial sehubungan dengan vasodilatasi pembuluh darah otak akibat proses peradangan jaringan.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan peningkatan tekanan intra cranial tidak terjadi yang ditandai dengan Tidak ada tanda-tanda peningkatan tekanan intra cranial seperti peningkatan tekanan darah, denyut nadi lambat, pernafasan dalam dan lambat, hiperthermia, pupil melebar, anisokor, refleks terhadap cahaya negatif, tingkat kesadaran menurun.
Intervensi Rasional

1. Kaji ulang status neurologis yang berhubungan dengan tanda-tanda peningkatan TIK, terutama GCS.
2. Monitor TTV : tekanan darah, denyut nadi, respirasi, suhu minimal satu jam sampai keadaan klien stabil.
3. naikkan kepala dengan sudut 15-
45 derajat (tidak hiperekstensi dan fleksi) dan posisi netral (dari kepala hingga daerah lumbal dalam garis lurus).





4. Monitor intake dan output cairan tiap 8 jam sekali.

5. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat anti edema seperti manitol, gliserol, dan lasix.
6. Berikan oksigen sesuai program dengan saluran pernafasan yang lancar.

akan meningkatan dan melancarkan aliran balik vena darah sehingga mengurangi kongesti serebrum, edema dan mencegah terjadi penigkatan TIK. Posisi netral tanpa hiper ekstensi dan fleksi dapat mencegah penekanan pada saraf spinalis yang menambah peningkatan TIK.
4. Tindakan ini mencegah kelebihan cairan yang dapat menambah edema serebri
5. Obat-oabatan tersebut dapat menarik cairan untuk mengurangi edema otak.

6. Mengurangi hipoksemia dapat meningkatan vasodilatasi serebri, volume darah dan TIK.


1. Peningkatan TIK dapat diketahui secara dini untuk menentukan tindakan selanjutnya.

2. Peningkatan TIK dapat diketahui secara dini untuk menentukan tindakan selanjutnya.

3. Dengan posisi tersebut maka
akan meningkatan dan melancarkan aliran balik vena darah sehingga mengurangi kongesti serebrum, edema dan mencegah terjadi penigkatan TIK. Posisi netral tanpa hiper ekstensi dan fleksi dapat mencegah penekanan pada saraf spinalis yang menambah peningkatan TIK.
4. Tindakan ini mencegah kelebihan cairan yang dapat menambah edema serebri
5. Obat-oabatan tersebut dapat menarik cairan untuk mengurangi edema otak.
6. Mengurangi hipoksemia dapat meningkatan vasodilatasi serebri, volume darah dan TIK.

akan meningkatan dan melancarkan aliran balik vena darah sehingga mengurangi kongesti serebrum, edema dan mencegah terjadi penigkatan TIK. Posisi netral tanpa hiper ekstensi dan fleksi dapat mencegah penekanan pada saraf spinalis yang menambah peningkatan TIK.
4. Tindakan ini mencegah kelebihan cairan yang dapat menambah edema serebri
5. Obat-oabatan tersebut dapat menarik cairan untuk mengurangi edema otak.

6. Mengurangi hipoksemia dapat meningkatan vasodilatasi serebri, volume darah dan TIK.





Diagnosa 2 : Tidak efektifnya jalan nafas sehubungan dengan penumpukan secret pada jalan nafas.
Tujuan : Setelah dilakuakan tindakan keperawatan jalan nafas bisa efektif, oksigenasi adequate yang ditandai dengan : Frekwensi pernafasan 20-24 X/menit, irama teratur, bunyi nafas normal, tidak ada stridor, ronchi, whezzing, tidak ada pernafasan cuping hidung pergerakan dada simetris, tidak ada retraksi.






Intervensi Rasional









1. Kaji ulang kecepatan kedalaman, frekwensi, irama dan bunyi nafas.


2. Atur posisi klien dengan posisi semi fowler.


3. Lakukan fisioterapi dada.



4. Lakukan penghisapan lendir dengan hati-hati selama 10-15 detik. Catat sifat, warna dan bau secret.

5. Observasi TTV terutama frekwensi pernafasan.


6. Lakukan kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian terapi oksigen, monitor ketepatan terapi dan komplikasi yang mungkin timbul.

1. Perubahan yang terjadi berguna dalam menunjukkan adanya komplikasi pulmunal dan luasnya bagian otak yang terkena.
2. Dengan posisi tersebut maka akan mengurangi isi perut terhadap diafragma, sehingga ekspansi paru tidak terganggu.
3. Dengan fisioterapi dada diharapkan secret dapat didirontokkan ke jalan nafas besar dan bisa di keluarkan.
4. Dengan dilakukannya penghisapan secret maka jalan nafas akan bersih dan akumulasi secret bisa dicegah sehingga pernafasan bisa lancar dan efektif.
5. TTV merupakan gambaran perkembangan klien sebagai pertimbangan dilakukannya tindakan berikutnya.
6. Pemberian Oksigen dapat meningkatkan oksigenasi otak. Ketepatan terapi dibutuhkan untuk mencegah terjadinya keracunan oksigen serta iritasi saluran nafas.




BAB III
PENUTUP



3.1 Kesimpulan
Aneurima adalah kantung atau dilatasi lokal yang menyerang arteri, yang terbentuk dititik lemah pembuluh darah. Aneurisma sejati timbul akibat atrofi lapisan media arteria. Dinding arteri berdilatasi tetapi tetep utuh walaupun mengalami distorsi dan dapat membentuk menjadi jaringan fibrosa. Aeurisma adalah penyakit yang serius karena dapat menyebabkan ruptur, dan mengakibatkan perdarahan dan kematian.
Ensefalitis adalah infeksi yang mengenai sistem saraf pusat (SSP) yang disebabkan oleh virus atau mikroorganisme lain yang nonpurulen


























Daftar Pustaka



Brunner. 2001. Buku Ajar Keperawatan Bedah, Jakarta:EGC
Carpenito, Lynda Jual. 1999. Rencana Auhan dan Dokumentasi Keperawatan, Jakarta:EGC
Muttaqin,Arif.2008.Asuhan Keperaawatan klien dengan gangguan sistem persarafan.Jakarta: Selemba Medika
Price, Sylvia Anderson. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Jakarta:EGC
http://aniza92.blogspot.com/2011/11/asuhan-keperawatan-pada-pasien.html
( 12 September 2012)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar