Jumat, 22 Agustus 2014

ASKEP HHF

LAPORAN PENDAHULUAN
HIPERTENSI HEART FAILURE (HHF)


1.1 Tinjauan Teori
1.1.1 Pengertian
Hipertensi heart failure merupakan suatu proses sistematis yang biasanya merupakan suatu proses sistematis yang biasanya merupakan peristiwa yang panjang dan berakhir dengan kegagalan fungsi jantung yang memicu terjadinya bendungan pada paru sehingga terjadi space yang berakibat kegagalan ventilasi alveolar (Paul L. Marino, 1991).
HHF dapat dapat ditegakkan bila dapat didefeksi hiperterofi ventrikeel kiri sebagai akibat langsung dari peningkatan terhadap pembuluh perifer dan beban akhir ventrikel kiri (Kapita Selekta Kedokteran : 2001, 441).
WHO membagi komplikasi organ sasaran akibat menjadi 3 stadium :
I. Belum didapatkan kelainan organ sasaran
II. Didapatkan pada jantung adanya hipertrofi ventrikel kiri
III. Bila didapatkan penyakit jantung iskemik/infark miokard/gagal jantung (IPD, 1998 : 1128).


1.1.2 Etiologi
Ada 2 faktor utama penyebab penurunan cadangan aliran koroner yaitu :
1. Penebalan arteriol koorner yaitu ganian hipertrofi umum otot polos pembuluh darah resistensi arteriol (arteriol resistence vasselas) seluruh badan. Kemudian terjadi retensi garam dan air yang mengakibatkan berkurangnya complence pembuluh ini dan meningkatnya tahanan perifer.
2. Peningkatan hipertrofi mengakibatkan berkurangnya kepadatan kapiler/urut otot jantung bila timbul hipertrofi eksentrik. Peningkatan jarak difus antara kapiler dan serat otot yang hipertrofi menjadi faktor utama pada stadium lanjut dini.
Jadi faktor koroner pada hipertensi berkembang menjadi akibat penyakit. Meskipun tampak sebagai penyebab patologis yang utama dari gangguan aktivitas mekanik ventrikel kiri.






1.1.3 Patofisiologi
Peningkatan tekanan darah
Tinggginya gradien tekanan yang dibawah ventrikel kiri
Kontraktilitas jantung meningkat
Kebutuhan O2 meningkat dan suplai O2 menurun
Iskemia miokard
Kegagalan kontraksi ventrikel kiri
penurunan aliran darah koroner
penurunan curah jantung












1.1.4 Manifestasi Klinik
1) Sesak nafas  adanya ganguan fungsi diastolik  dilatasi ventrikeel kui
2) Nadi bisa terjadi bradicardi, sampai tachicardi
3) Dapat fiso dyspnea, orthopnea


1.1.5 Penatalaksanaan
Pengobatan di tujuan untuk :
1) Meningkatkan TD
2) Mengobati payah jantung karena payah jantung
3) Mengurangi karbiditas dan morfolitas penyakit kardivaskuler, menurunkan faktor resiko
4) Menurunnya aktivitas dan Na  diuretik  lasik, furosemid, HCT
5) Menurunnya aktivitas susunan syaraf simpatis
6) Vasodilator
7) Menjaga keseimbangan intake dan output cairan.
1.1.6 Pemeriksaan Diagnosis
1. Pemerikasaan fisik  ictus cardis bergeser ke arah kiri bawah
2. Pemeriksaan lab darah rutin  Ht, urenium dan kreatium
3. Pemeriksaan elektralit
4. Pemeriksaan lab Urinalisis
5. EKG
6. Echocardiografi

1.1.7 Klasifikasi fungsi gagal jantung
NYHA membuat klasifikasi fungsional dalam 4 kelas :
Kelas I : Aktifitas fisik sehari-hari tidak menimbulkan sesak
Kelas II : Saat istirahat tidak ada keluhan, aktifitas sehari-hari menimbulkan sesak nafas/kelelahan
Kelas III : Saat istirahat tak ada keluhan, aktifitas fisik yang kurang ringan dan aktifitas sehari-hari sudah menimbulkan sesak.
Kelas IV : Saat istirahat sudah timbul sesak

1.1.8 Kompilkasi
Meningkatnya tekanan darah seringkali merupakan satu-satunya gejala pada hipertensi essensial. kadang-kadang hipertensi essensial berjalan tanpa gejala dan baru timbul gejala setelah komplikasi pada organ sasaran seperti pada ginjal, mata,otak, dan jantung. Gejala-gejala seperti sakit kepala, mimisan, pusing, migrain sering ditemukan sebagai gejala klinis hipertensi essensial.
Pada survei hipertensi di Indonesia tercatat gejala-gejala sebagai berikut:
pusing, mudah marah, telinga berdengung, mimisan(jarangan), sukar tidur, sesak nafas, rasa berat di tengkuk, mudah lelah, dan mata berkunang-kunang.
Gejala akibat komplikasi hipertensi yang pernah dijumpai adalah:
gangguan penglihatan, gangguan saraf, gagal jantung,gangguan fungsi ginjal, gangguan serebral (otak), yang mengakibatkan kejang dan pendarahan pembuluh darah otak yang mengakibatkan kelumpuhan, gangguan kesadaran hingga koma, sebelum bertambah parah dan terjadi komplikasi serius seperti gagal ginjal, serangan jantung, stroke, lakukan pencegahan dan pengendalian hipertensi dengan merubah gaya hidup dan pola makan. beberapa kasus hipertensi erat kaitannya dengan gaya hidup tidak sehat. seperti kurang olah raga, stress, minum-minuman, beralkohol, merokok, dan kurang istirahat. kebiasaan makan juga perlu diqwaspadai. pembatasan asupan natrium (komponen utama garam), sangat disarankan karena terbukti baik untuk kesehatan penderita hipertensi.
Dalam perjalannya penyakit ini termasuk penyakit kronis yang dapat menyebabkan berbagai macam komplikasi antara lain :
a. Stroke
b. Gagal jantung
c. Gagal Ginjal
d. Gangguan pada Mata

1.2 Tinjauan Asuhan Keperawatan
1.2.1 Pengkajian
1. B1 (Breathing)
Dispnea dengan atau tanpa aktivitas, batuk produktif, riwayat perokok dengan penyakit pernafasan kronis. Pada pemeriksaan mungkin di dapatkan peningkatan respirasi, pucat atau cyanosis, suara nafas crakcles atau wheezing atau juga vesikuler. Sputum jernih atau juga merah muda/ pink tinged.
2. B2 (Bleeding)
Mempunyai riwayat IMA, Penyakit jantung koroner, CHF, Tekanan darah tinggi, diabetes melitus.
Tekanan darah meningkat, nadi mungkin normal atau terlambatnya capilary refill time, disritmia.
Suara jantung, suara jantung tambahan S3 atau S4 mungkin mencerminkan terjadinya kegagalan jantung/ ventrikel kehilangan kontraktilitasnya.
Murmur jika ada merupakan akibat dari insufisensi katub atau muskulus papilaris yang tidak berfungsi.
Heart rate mungkin meningkat atau menglami penurunan (tachy atau bradi cardia).
Irama jantung mungkin ireguler atau juga normal.
Edema: Jugular vena distension, odema anasarka, crackles mungkin juga timbul dengan gagal jantung.
Warna kulit mungkin pucat baik di bibir dan di kuku.
Nyeri dada atau dada berdebar-debar pada saat melakukan aktivitas. Timbulnya nyeri dada yang tiba-tiba yang tidak hilang dengan beristirahat atau dengan nitrogliserin.
Lokasi nyeri dada bagian depan substerbnal yang mungkin menyebar sampai ke lengan, rahang dan wajah.
Karakteristik nyeri dapat di katakan sebagai rasa nyeri yang sangat yang pernah di alami. Sebagai akibat nyeri tersebut mungkin di dapatkan wajah yang menyeringai, perubahan pustur tubuh, menangis, penurunan kontak mata, perubahan irama jantung, ECG, tekanan darah, respirasi dan warna kulit serta tingkat kesadaran.
3. B3 (Brain)
Nyeri kepala yang hebat, Changes mentation.
Kesedaran baik atau menrun
Kelemahan
4. B4 (Bledder)
Penurunan berkemih atau normal, Nokturia (brkemih malam hari)
5. B5 (Bowel)
Bising usus mungkin meningkat atau juga normal, Konstipasi atau diare
6. B6 ( Bone)
penurunan turgor kulit, berkeringat banyak, kelemahan otot atau juga biasa

1.2.2 Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan penurunan kontraktifitas otot jantung.
Tujuan : TTV dalam batas normal
Kriteria hasil :
1) Klien mendemonstrasikan perfusi adekuat secara individu
2) Tak ada edemia
3) Bebas nyeri/ ketidak nyamanan

Intervensi Keperawatan :
1) Berikan posisi syok
R : memenuhi kebutuhan berfusi otak
2) Observasi TTV dan kepala refill time tiap jam
R : Mengetahui fungsi jantung dalam upaya mengetahui kurang awal, jika terjadi asidosis, mencegah kolaps paru.
3) Kolaborasi pemberian infus RL 20 tetes/menit
R : Memenuhi kebutuhan cairan intervaskuler, mengatasi jika terjadi asidosis
4) Lakukan pemeriksaan ECG
R : Memperkuat kontraktivitas otot jantung
5) Kalobarasi untuk pemeriksaan foto thorax
R : Melihat gambaran fungsi jantung
6) Kaloborasi untuk pemberian lanouxun IV 1 ampul
R : Meningkatkan poerfusi ginjal dan mengurangi odema

2. Intoleran aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai O2 atau kebutuhan.
Tujuan : Tingkat aktivitas optimal
Kriteria hasil :
1) Klien berpartisipasi dan aktivitas rutin
2) Penurunan rasa lelah dan lemah
3) Memenuhi kebutuhan perawatan diri sendiri
Intervensi Keperawatan :
1) Kaji respon Pasien terhadap aktivitas, perhatikan frekwensi kurang dari 20 x. Menit
R : Membantu dan mengkaji respon fisiologi terhadap stress aktivitas.
2) Periksa TTV sebelum dan setelah aktivitas
R : Deteksi sejauh mana keterbatasan aktivitas klien
3) Catat respon kardiopulmonal terhadap aktivitas
R : Peningkatan volume selama aktivitas menyebabkan peningkatan frekuensi jantung kebutuhan O2
4) Kaji penyebab kelemahan yang lalu (contoh pengobatan, nyeri, obat)
R : Kelemahan dapat terjadi akibat efek samping beberapa obat, nyeri dan program.
5) Berikan bantuan dalam aktivitas perawatan diri sesuai indikasi
R : Pemenuhan kebutuhan perawatan diri Pasien berupa mempengaruhi kebutuhan O2 berkurang

3. Kelebihan volume cairan sehubungan dengan menurunnya curah jantung atau meningkatnya refleksi Na atau air
Tujuan : Menurunkan akumulasi cairan
Kriteria hasil :
1) Intake dan output seimbang
2) TTV dalam batas normal
S : 36,5 - 37,5 °C N : 16 – 20 x/mnt
P : 80 – 100 x/mnt TD : 90/60 – 140/90 mmHg
3) Tidak ada oedem
4) Klien mengatakan tahu tentang pembatasan cairan dan diit
Intervensi Keperawatan :
1) Monitor Urena Output
R : Output urine dapat sedikit dan pekat karena penurunan perfusi ginjal
2) Monitor keseimbangan intake dan output tiap 24 jam
R : Terapi Diuretik dapat menyebabkan kehilangan cairan tiba-tiba meskipun oedem dan asistes masih ada
3) Pertahankan masukan cairan 2000 ml/24 jam
R : memerlukan pembatasan masukan cairan
4) Pertahankan bed dengan posisi semi fowler selama fase akut
R : Posisi telentang meningkatkan filtrasi ginjal dan menurun produksi ADH.
5) Kaji distensi vena leher
R : Retensi cairan berlebihan dapat dimanifestasikan oleh pembendungan vena dan pembentukan edema
6) Auskultasi suara nafas
R : Kelebihan volume cairan dapat menimbulkan kongesti paru (dispnea, batuk, ortopnea)
7) Kolaborasi dalam pemberian diuretik (furosemid, lasix)
R : untuk mengurangi retensi cairan

4. Penurunan curah jantung berhubungan dengan penurunan aliran darah koroner
Tujuan : Irama dan frekuensi jantung stabil, TD dalam batas normal (90/60 – 140/90 mmHg)
Kriteria Hasil :
1) Irama normal (reguler)
2) Frekuensi jantung stabil (80-100 x/mnt)
3) TD dalam batas normal (90/60 – 140/90 mmHg)
Intervensi Keperawatan :
1) Pantau TD. Ukur pada kedua tangan/ paha untuk evaluasi awal. Gunakan ukuran manset yang tepat dan teknik yang akurat
R : Perbandingan dari tekanan memberikan gambaran yang lebih lengkap tentang keterlibatan/ bidang masalah vaskuler
2) Catat keberadaan, kualitas denyutan sentral dan perifer
R : Denyutan karotis, jugularis, radialis dan femoralis mungkin teramati/ terpalpasi. Denyutan pada tungkai mungkin menurun, mencerminkan efek dari vasokonstriksi (peningkatan SVR) dan kongesti vena
3) Auskultasi bunyi jantung dan bunyi nafas
R : S4 umum terdengar pada hipertensi berat karena adanya hipertropi atrium (peningkatan volume/ tekanan atrium). Perkembangan S3 menunjukkan hipertropiventrikel dan kerusakan fungsi. Adanya krakles, mengi dapat mengindikasikan kongesti paru sekunder terhadap terjadinya atau gagal jantung kronik
4) Amati warna kulit, kelembaban, suhu, dan masa pengisian kapiler
R : Adanya pucat, dingin, kulit lembab dan masa pengisisan kapiler lambat mungkin berkaitan dengan vasokonstriksi atau mencerminkan dekompensasi/ penurunan curah jantung
5) Catat edema umum/ tertentu
R : Dapat mengindikasikan gagal jantung, kerusakan ginjal/ vaskuler
6) Berikan lingkungan tenang, nyaman, kurangi aktivitas/ keributan lingkungan. Batasi jumlah pengunjung
R : Membantu untuk menurunkan rangsang simpatis, meningkatkan relaksasi
7) Pertahankan pembatasan aktivitas seperti istirahat di tempat tidur, bantu pasien melakukan aktivitas perawatan diri
R : Menurunkan stres dan tegangan yang mempengaruhi tekanan darah dan perjalanan penyakit

5. Gangguan pertukaran gas sehubungan dengan penurunan ekspansi paru.
Tujuan :
Mempertahankan pertukaran gas dalam paru secara adekuat untuk meningkatkan oksigenasi jaringan.
Kriteria/Standar :
1) Keluhan sesak nafas berkurang/ hilang
2) Frekuensi nafas dalam batas normal (16 – 20 x/mnt)
3) Chest pain berkurang/ hilang
4) Tanda sianosis dan edema tungkai hilang; tanda-tanda kesulitan bernafas hilang; bunyi nafas normal
5) BGA dalam batas normal (pH : 7.35-7.45, pO2 : 80-100 mmHg, pCO2 : 38-44 mmHg, HCO3 : 21-25 mmHg, Sat O2 : >98%)
Intervensi Keperawatan :
1) Observasi bunyi nafas,respiratory rate dan kedalaman (pola nafas) tiap 1 – 4 jam.
R : Adanya bunyi nafas tambahan dapat mengarahkan terjadinya komplikasi
2) Posisi tidur klien semi fowler.
R : Meningkatkan ekspansi paru maksimal
3) Bed rest total dan batasi aktivitas selama periode sesak nafas, bantu merubah posisi (bila perlu).
R : Mengistirahatkan paru dan mengurangi sesak
4) Monitor tanda/gejaIa hypoxia (perubahan nilai gas darah; tachycardia; peningkatan sistolik tekanan darah; gelisah, bingung, pusing, chest pain, cyanosis di bibir dan membran mukosa).
R : Adanya tanda-tanda hipoxia menunjukkan keadaan pasien yang cenderung memburuk, mungkin perlu intervensi lanjutan
5) Batasi jumlah pengunjung.
R : Agar pasien mempunyai waktu yang cukup untuk istirahat
6) Kolaborasi dengan team medis :
(1) Pemberian oksigen melalui nasal canule 4 - 5 liter /menit (kecuali bila klien mengalami hypoxia kronis) kemudian 2 liter/menit. Observasi reaksi klien dan efek pemberian oksigen (nilai kadar BGA).
R : Meningkatkan konsentrasi oksigen alveolar, meningkatkan pertukaran gas
(2) Therapi diuretic, suplement kalium, bronchodilator, sodium nitroprusside.
R : Menurunkan kongesti alveolar, emningkatkan pertukaran gas
7) Observasi intake dan output cairan (terutama per infus) dan timbang BB (bila klien tidak sesak).
R : Akumulasi cairan yang berlebihan dapat memperberat terjadinya sesak
8) Batasi jumlah intake cairan per oral.
R : Mengurangi masukan oral yang berlebihan yang dapat memperberat kerja jantung

1.2.3 Evaluasi
1. TTV dalam batas normal
2. Tingkat aktivitas optimal
3. Menurunkan akumulasi cairan
4. Mempertahankan pertukaran gas dalam paru secara adekuat untuk meningkatkan oksigenasi jaringan.






DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. (2006). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta : Buku Kedokteran EGC.
Hudak & Gallo (1997), Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik Volume I, Penerbit Buku Kedoketran EGC, Jakarta.
Jan Tambayong (2000), Patofisiologi Untuk Keperawatan, Penerbit Buku Kedoketran EGC, Jakarta.
Mardiono Masetio. 2001. Buku Ajar Kardiologi. Jakarta : Gaya baru
Marylin E. Doenges (2002), Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3, Penerbit Buku Kedoketran EGC, Jakarta.












Tidak ada komentar:

Posting Komentar