Selasa, 08 Oktober 2013

komplikasi perioperatif

BAB I
PENDAHULUAN


Tindakan operasi atau pembedahan merupakan pengalaman yang sulit bagi hapir semua pasien. Berbagai kemungkinan buruk bisa saja terjadi yang akan membahayakan bagi pasien. Maka tak heran jika seringkali pasien dan keluarganya menunjukkan sikap yang agak berlebihan dengan kecemasan yang mereka alami. Kecemasan yang mereka alami biasanya terkait dengan segala macam prosedur asing yang harus dijalani pasien dan juga ancaman terhadap keselamatan jiwa akibat segala macam prosedur pembedahan dan tindakan pembiusan. Perawat mempunyai peranan yang sangat penting dalam setiap tindakan pembedahan baik pada masa sebelum, selama maupun setelah operasi. Intervensi keperawatan yang tepat diperlukan untuk mempersiapkan klien baik secara fisik maupun psikis. Tingkat keberhasilan pembedahan sangat tergantung pada setiap tahapan yang dialami dan saling ketergantungan antara tim kesehatan yang terkait (dokter bedah, dokter anstesi dan perawat) di samping peranan pasien yang kooperatif selama proses perioperatif.
Ada tiga faktor penting yang terkait dalam pembedahan, yaitu penyakit pasien, jenis pembedahan yang dilakukan dan pasien sendiri. Dari ketiga faktor tersebut faktor pasien merupakan hal yang paling penting, karena bagi penyakit tersebut tidakan pembedahan adalah hal yang baik/benar. Tetapi bagi pasien sendiri pembedahan mungkin merupakan hal yang paling mengerikan yang pernah mereka alami. Mengingat hal terebut diatas, maka sangatlah pentig untuk melibatkan pasien dalam setiap langkah – langkah perioperatif. Tindakan perawatan perioperatif yang berkesinambungan dan tepat akan sangat berpengaruh terhadap suksesnya pembedahan dan kesembuhan pasien.




BAB 2
KONSEP DASAR KEPERAWATAN PERIOPERATIF

2.1 Keperawatan Perioperatif
Keperawatan perioperative merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan keragaman fungsi keperawatan yang berkaitan dengan pengalaman pembedahan pasien. Istilah perioperative adalah suatu istilah gabungan yang mencakup tiga fase pengalaman pembedahan, yaitu preoperative phase (praoperasi), intraoperative phase (intra operasi), dan post operative phase (pasca operasi). Masing-masing fase di mulai pada waktu tertentu dan berakhir pada waktu tertentu pula dengan urutan peristiwa yang membentuk pengalaman bedah dan masing-masing mencakup rentang perilaku dan aktifitas keperawatan yang luas yang dilakukan oleh perawat dengan menggunakan proses keperawatan dan standar praktik keperawatan. Disamping itu, kegiatan perawat perioperative juga memerlukan dukungan dari tim kesehatan yang lain yang berkompeten dalam perawatan pasien sehingga kepuasan pasien dapat tercapai sebagai suatu bentuk pelayanan prima.
Factor-faktor penting yang terkait dalam pembedahan yaitu penyakit pasien, jenis pembedahan yang dilakukan dan factor pasien sendiri. Dari ketiga factor tersebut factor pasien merupakan hal yang sangat penting, karena pada factor penyakit tertentu dan factor tindakan pembedahan adalah hal yang sudah berjalan dengan baik dan benar. Tetapi bagi pasien sendiri pembedahan mungkin merupakan hal yang penting mengerikan yang pernah mereka alami. Berkaitan dengan hal tersebut diatas, maka sangatlah penting untuk melibatkan pasien dalam setiap langkah-langkah perioperative. Tindakan perawatan perioperative yang berkesinambungan dan tepat akan sangat berpengaruh terhadap suksesnya pembedahan dan kesembuhan pasien.


2.1.1 Tahap-tahap di dalam keperawatan perioperative
2.1.1.1 Fase pra operasi
Fase pra operasi dimulai ketika ada keputusan untuk dilakukan intervensi bedah dan diakhiri ketika pasien berada di meja operasi sebelum pembedahan dilakukan. Lingkup aktivitas keperawatan selama waktu tersebut dapat mencakup pengkajian dasar pasien di tatanan klinik ataupun rumah, wawancara pra operasi dan menyiapkan pasien untuk anestesi yang diberikan dan pembedahan.
Bagi perawat anestesi, perawatan pra anesthesia dimulai saat pasien berada di ruang perawatan, atau dapat juga dimulai pada saat pasien diserah-terimakan diruang operasi dan berakhir saat pasien dipindahkan ke meja operasi.
Tujuan perawatan pra operasi :
Menciptakan hubungan yang baik dengan pasien, memberikan penyuluhan tentang anesthesia.
Mengkaji, merencanakan dan memenuhi kebutuhan pasien
Mengetahui akibat tindakan anesthesia yang akan dilakukan
Mengantisipasi dan menanggulangi kesulitan yang mungkin timbul.
Dalam menerima pasien yang akan menjalani tindakan anesthesia, perawat anesthesia wajib memeriksa kembali data dan persiapan anesthesia, diantaranya :
Memeriksa :
Identitas pasien dan keadaan umum pasien
Kelengkapan status/rekam medic
Surat persetujuan operasi dari pasien/keluarga
Data laboratorium, rontgent, EKG dan lain-lain
Gigi palsu, lensa kontak, perhiasan, cat kuku, lipstick dan lain-lain
Mengganti baju pasien dengan baju operasi
Membantu pasien untuk mengkosongkan kandung kemih
Mencatat timbang terima pasien serta catatan medis lainnya yang menjadi pendukung data saat pasien akan dioperasi.
Perawat anesthesia juga bertugas memberikan pre-medikasi berdasarkan instruksi tertulis dari dokter spesialis anestesiologi atau dakter lain yang berwenang. Hal-hal yang harus diperhatikan adalah :
Memeriksa kembali nama pasien sebelum memberikan obat
Mengetahui riwayat penyakit yang pernah diderita
Mengetahui riwayat alergi terhadap obat-obatan
Memeriksa fungsi vital (tensi, nadi, suhu, pernafasan) sebelum memberikan premedikasi dan sesudahnya.
2.1.1.2 Fase Intra operasi
Fase intra operasi dimulai ketika pasien masuk atau dipindah ke instalansi bedah (meja operasi) dan berakhir saat pasien dipindahkan ke ruang pemulihan (recovery room) atau istilah lainnya adalah post anesthesia care unit (PACU). Pada fase ini ruang lingkup aktivitas keperawatan mencakup pemasangan intravena catheter, pemberian medikasi intravena, melakukan pemantauan kondisi fisiologis menyeluruh sepanjang prosedur pembedahan dan menjaga keselamatan pasien. Contoh kongkrit peran perawat dalam fase intra operasi adalah memberikan dukungan psikologis selama induksi anastesi, bertindak sebagai perawat scrub ( instrumentator), atau membantu mengatur posisi pasien di atas meja operasi dengan mengatur posisi pasien diatas meja operasi dengan menggunakan prinsip-prinsip dasar kesimetrisan tubuh.
Perawatan selama anestesi dimulai sejak pasien berada diatas meja operasi sampai dengan pasien dipindahkan ke ruang pulih sadar
Tujuan :
Mengupayakan fungsi vital pasien selama anestesi berada dalam kondisi optimal agar pembedahan dapat berjalan lancer dengan baik.
Sebelum dilakukan tindakan anesthesia, perawat anesthesia wajib :
Melakukan pemeriksaan kembali nama pasien, data, diagnose dan rencana operasi.
Mengenalkan pasien kepada dokter spesialis anestesiologi, dokter ahli bedah, dokter asisten dan perawat instrument.
Memberikan dukungan moril, menjelaskan tindakan indikasi yang akan dilakukan dan menjelaskan fasilitas yang ada di sekitar meja operasi.
Memasang alat-alat pemantau (antara lain tensimeter, ECG dan alat lainnya sesuai dengan kebutuhan)
Mengatur posisi pasien bersama-sama perawat bedah sesuai dengan posisi yang dibutuhkan untuk tindakan pembedahan.
Mendokumentasikan semua tindakan yang telah dilakukan.
Selama tindakan anestesi perawat anestesi wajib :
Mencatat semua tindakan anesthesia
Berespons dan mendokumentasikan selama perubahan fungsi vital tubuh pasien selama anesthesia/pembedahan. Pemantauan meliputi system pernapasan, sirkulasi, suhu, keseimbangan cairan, pendarahan dan produksi urine dan lain-lain.
Berespons dan melaporkan pada dokter spesialis anestesiologi bila terdapat tanda-tanda kegawatan fungsi vital tubuh pasien agar dapat dilakukan tindakan segera.
Melaporkan kepada dokter yang melakukan pembedahan tentang perubahan fungsi vital tubuh pasien dan tindakan yang diberikan selama anesthesia.
Mengatur dosis obat anestesi atas pelimpahan wewenang dokter.
Menanggulangi keadaan gawat darurat.
Pengakhiran anestesi :
Memantau tanda-tanda vital secara lebih intensif
Menjaga jalan nafas supaya tetap bebas
Menyiapkan alat-alat dan obat-obat untuk pengakhiran anesthesia dan atau ekstubasi.
Melakukan pengakhiran anesthesia dan atau ekstubasi sesuai dengan kewewenangan yang diberikan.

2.1.1.3 Fase pasca operasi
Fase pasca operasi dimulai dengan masuknya pasien ke ruang pemulihan dan berakhir dengan evaluasi tindak lanjut pada tatanan klinik atau ruang perawatan bedah atau di rumah. Lingkup aktivitas keperawatan meliputi rentang aktivitas yang luas selama periode ini. Pada fase ini focus pengkajian meliputi efek agen atau obat anestesi dan memantau fungsi vital serta mencegah komplikasi. Aktivitas keperawatan kemudian berfokus pada peningkatan penyembuhan pasien dan melakukan penyuluhan, perawatan tindak lanjut dan rujukan yang penting untuk penyembuhan dan rehabilitasi serta pemulangan pasien.
Perawatan pasca anestesi atau pembedahan dimulai sejak pasien dipindahkan ke ruang pulih sadar sampai diserahterimakan kembali kepada perawat di ruang rawat inap. Jika kondisi pasien tetap kritis pasien dipindahkan ke ICU.
Tujuan :
Mengawasi kemajuan pasien sewaktu masa pulih
Mencegah dan segera mengatasi komplikasi yang terjadi
Menilai kesadaran dan fungsi vital tubuh pasien untuk menentukan saat pemindahan/pemulangan pasien (sesuai dengan “penilaian aldrette”).
Aktivitas perawat anestesi :
Setelah pengakhiran anesthesia, pasien dikirim ke kamar pulih sadar untuk pemantauan fungsi vital tubuh oleh perawat terlatih.
Bila dianggap perlu pasien dapat langsung dikirim ke ruang rawat khusus (misalnya ICU)
Bantuan oksigenasi, ventilasi dan sirkulasi tetap diberikan
Pemberian analgesia dan sedative disesuaikan dengan kondisi pasien
Keputusan untuk memindahkan pasien dari kamar pulih sadar dibuat oleh dokter yang bertugas.

Pengkajian yang dilakukan perawat pada periode perioperative diantaranya :
Rumah atau klinik
Melakukan metode penyuluhan yang sesuai dengan kebutuhan pasien
Melibatkan keluarga dalam wawancara
Memastikan kelengkapan pemeriksaan pra operatif
Mengkaji kebutuhan klien terhadap transportasi dan perawatan pasca operatif
Unit perawatan bedah
Melengkapi pengkajian pre-operatif
Koordinasi penyuluhan terhadap pasien dengan staf keperawatan lain.
Menjelaskan fase-fase dalam periode perioperatif dan hal-hal yang mungkin akan terjadi
Membuat rencana asuhan keperawatan
Ruang operasi
Mengkaji tingkat kesadaran klien
Melakukan penilaian ulang lembar observasi pasien atau rekam medis
Mengidentifikasi pasien
Memastikan daerah pembedahan
Perencanaan keperawatan
Menentukan rencana asuhan keperawatan
Mengkoordinasi pelayanan dan sumber-sumber yang sesuai, misalnya dengan tim operasi
Memberikan dukungan psikologis
Melaksanakan prosedur safety management
Melakukan pemantauan fisiologis
Memberikan dukungan psikologis sebelum induksi (bila pasien sadar)
Penatalaksanaan keperawatan
Melakukan prosedur keselamatan bagi klien
Mempertahankan lingkungan aseptic dan terkontrol
Mengelola sumber daya manusia secara efektif
Melakukan komunikasi dan informasi intraoperative,
Melaporkan tingkat kesadaran praoperatif klien
Mengkomunikasikan tentang peralatan yang diperlukan.
2.2 Indikasi pembedahan
Tindakan pembedahan (operasi) dilakukan berdasarkan atau sesuai dengan indikasi. Beberapa indikasi yang dapat dilakukan pembedahan diantaranya adalah indikasi :
Diagnostic, misalnya biopsy atau laparotomy eksplorasi
Kuratif, misalnya eksisi tumor atau mengangkat apendiks yang mengalami inflamasi
Reparative, misalnya memperbaiki luka multiple
Rekonstruktif atau kosmetik, misalnya mammoplasty, atau bedah plastic
Paliatif, misalnya menghilankan nyeri atau memperbaiki masalah, seperti pemasangan selang gastrostomy yang dipasang untuk mengkompensasi terhadap ketidakmampuan menelan makanan.
2.3 Klasifikasi pembedahan
Klasifikasi pembedahan didasarkan berbagai pertimbangan, diantaranya adalah :
Berdasarkan urgensinya, maka tindakan pembedahan dapat diklasifikasikan menjadi 5 (lima) tingkatan, yatiu :
Darurat (Emergency)
Pembedahan dilakukan oleh karena pasien membutuhkan perhatian segera, karena gangguan mungkin mengancam jiwa. Indikasi dilakukan pembedahan tidak bisa ditunda. Contohnya adalah pembedahan dilakukan pada pendarahan hebat, obstruksi kandung kemih atau usus, fraktur tulang tengkorak, luka tembak atau tusuk, dan luka bakar sangat luas.
Urgen
Pembedahan dilakukan karena pasien membutuhkan perhatian segera, akan tetapi pembedahan dapat dilakukan atau ditunda dalam waktu 24-30 jam. Contohnya adalah pembedahan pada infeksi kandung kemih akut, hyperplasia prostat dengan obstruksi, batu ginjal atau batu pada uretra.
Diperlukan
Pembedahan yang dilakukan dimana pasien harus menjalani pembedahan untuk mengatasi masalahnya, akan tetapi pembedahan dapat direncanakan dalam beberapa minggu atau bulan. Contohnya adalah hyperplasia prostat (BPH) tanpa obstruksi kandung kemih, gangguan tiroid, dan penyakit katarak.
Elektif
Pasien harus menjalani pembedahan ketika diperlukan, dan bila tidak dilakukan pembedahan maka tidak terlalu membahayakan. Contohnya adalah perbaikan skar, hernia sederhana, atau perbaikan vaginal.
Pilihan
Keputusan tentang dilakukan pembedahan diserahkan sepenuhnya pada pasien. Indikasi pembedahan merupakan pilihan pribadi dan biasanya terkait dengan estetika. Contohnya adalah bedah plastic atau kosmetik.
Berdasarkan factor resikonya dibagi menjadi :
Pembedahan minor
Pembedahan minor adalah pembedahan yang dapat menimbulkan trauma fisik yang minimal dengan resiko kerusakan yang minim, misalnya insisi dan drainase kandung kemih, dan sirkumsisi.
Pembedahan mayor
Pembedahan mayor adalah pembedahan yang dapat menimbulkan trauma fisik yang luas, dan resiko kematiannya sangat serius, misalnya total abdominal histerektomi, reseksi kolon, dan lain-lain.
Berdasarkan kebersihannya dibedakan menjadi :
Pembedahan bersih, adalah pembedahan yang dilakukan dimana kontaminasi endogen minimal dan luka operasi tidak terinfeksi. Misalnya herniorafi. Karakteristiknya adalah non traumatic, tidak terinfeksi, tidak ada inflamasi, tidak melanggar teknik aseptic, penurup secara primer, tidak ada drain (beberapa institusi membolehkan penggunaan penghisapan luka tertutup untuk operasi bersih).
Pembedahan bersih terkontaminasi, adalah pembedahan yang dilakukan terjadi kontaminasi bakteri yang dapat terjadi dari sumber endogen. Misalnya operasi appendiktomi. Karakteristik : melanggar teknik aseptic, dan luka dapat berair.
Pembedahan terkontaminasi, adalah pembedahan yang dilakukan dimana telah terjadi kontaminasi oleh bakteri. Misalnya perbaikan trauma baru terbuka. Misalnya terjadi percikan dari traktus gastrointestinal (GI); urin atau empedu terinfeksi. Karakteristik : luka terbuka traumatic yang baru ; infalamsi nonpururen akut dan melanggar teknik aseptic.
Pembedahan kotor, adalah pembedahan yang dilakukan pada jaringan yang terinfeksi, jaringan mati, adanya kontaminasi mikroba. Misalnya drainase abses. Karakteristik : luka traumatic lama (lebih dari 12 jam); luka terinfeksi, organ visceral yang mungkin mengalami perforasi.
2.4 Komplikasi Intra operasi
Komplikasi selama operasi bisa muncul sewaktu-waktu selama tindakan pembedahan. Komplikasi yang paling sering muncul adalah hipotensi dan hipertemi malignan.
Hipotensi
Hipotensi yang terjadi selama pembedahan, biasanya dilakukan dengan pemberian obat-obatan tertentu (hipotensi di induksi). Hipotensi ini memang diinginkan untuk menurunkan tekanan darah pasien dengan tujuan untuk menurunkan jumlah perdarahan pada bagian yang dioperasi, sehingga memungkinkan operasi lebih cepat dilakukan dengan jumlah perdarahan yang sedikit. Hipotensi yang disengaja ini biasanya dilakukan melalui inhalasi atau suntikan medikasi yang mempengaruhi system saraf simpatis dan otot polos perifer. Agen anastetik inhalasi yang bisa digunakan adalah halotan.
Oleh karena adanya hipotensi diindukasi ini, maka perlu kewaspadaan perawat untuk selalu memantau kondisi fisiologis pasien, terutama fungsi kardioveskulernya agar hipotensi yang tidak diinginkan tidak muncul, dan bila muncul hipotensi yang sifatnya malhipotensi bisa segera ditangani dengan penanganan yang adekuat.
Hipotermi
Hipotermi adalah keadaan suhu tubuh dibawah 36,6 ℃ (N : 36,6 – 37,5 ℃). Hipotermi yang tidak diinginkan mungkin saja dialami pasien sebagai akibat suhu rendah dikamar operasi (25 – 26,6℃), infus dengan cairan yang dingin, inhalasi gas-gas dingin, kavitas atau luka terbuka pada tubuh, aktivitas otot yang menurun, usia lanjut atau obat-obatan yang digunakan (vasodilator, anastetik umum, dan lain-lain).
Pencegahan yang dapat dilakukan untuk menghindari hipotermi yang tidak diinginkan adalah atur suhu ruangan kamar operasi pada suhu ideal (25 – 26,6 ℃) jangan lebih rendah dari suhu tersebut, cairan intravena dan irigasi dibuat pada suhu 37℃, gaun operasi pasien dan selimut yang basah harus segera diganti dengan gaun dan selimut yang kering. Penggunakan topi operasi juga dapat dilakukan untuk mencagah terjadinya hipotermi. Penatalaksanaan pencegahan hipotensi ini dilakukan tidak hanya pada saat periode intra operasi saja, namun juga sampai saat pasca operasi.
Hipertermi Malignan
Hipertemi malignan sering kali terjadi pada pasien yang dioperasi. Angka mortalitasnya sangat tinggi yaitu lebih dari 50%. Sehingga diperlukan penatalaksanaan yang adekuat. Hipertermi malignan terjadi akibat gangguan otot yang disebabkan oleh agen anastetik. Selama anastesi, agen anestesi inhalasi (halotan, enfluran) dan relaksan otot ( suksinilkolin) dapat memicu terjadinya hipertermi malignan.
Ketika diinduksi agen anastetik, kalsium di dalam kantong sarkoplasma akan dilepaskan ke membran luar yang akan menyebabkan terjadinya kontraksi. Secara normal, tubuh akan melakukan mekanisme pemompaan untuk mengembalikan kalsium ke dalam kantong sarkoplasma. Sehingga otot-otot akan kembali relaksasi. Namun pada orang dengan hipertermi malignan, mekanisme ini tidak terjadi sehingga otot akan terus berkontraksi dan tubuh akan mengalami hipermetabolisme. Akibatnya akan terjadi hipertermi malignan dan kerusakan system saraf pusat.
Untuk menghindari mortalitas, maka segera diberikan oksigen 100%, natrium dantrole, natrium bikaebonat dan agen relaksasi otot. Lakukan juga monitoring terhadap kondisi pasien meliputi tanda-tanda vital, EKG, elektrolit dan analisa gas darah.
2.5 Komplikasi pasca operasi
Syok
Syok yang terjadi pada pasien pasca operasi biasanya berupa syok hipovolemik, sedangkan syok nerogenik jarang terjadi. Tanda-tanda syok secara klasik adalah pucat, kulit dingin dan basah, pernafasan cepat, sianosis pada bibir, gusi dan lidah, nadi cepat, dan lemah, penurunan tekanan darah dan urine menjadi pekat.
Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan adalah kolaborasi dengan dokter terkait dengan pengobatan yang dilakukan seperti terapi obat, penggantian cairan intravena dan oksigenasi. Terapi obat yang diberikan meliputi obat-obatan kardiotonik (natrium sitroprusid), diuretic, vasodilator dan steroid. Cairan yang digunakan adalah sairan kristaloid seperti ringer laktat dan koloid (seperti komponen darah, albumin, plasma). Untuk mengetahui adanya gangguan pada sistem respirasi dilakukan dengan pemberian oksigen (kanul nasal atau intubasi) dan memantau gas darah arteri.
Intervensi mandiri keperawatan meliputi :
Dukungan psikologi,
Pembatasan penggunaan energy
Pemantauan reaksi pasien terhadap pengobatan
Peningkatan periode istirahat
Pencegahan hipotermi dengan menjaga tubuh pasien agar tetap hangat karena hipotermi mengurangi oksigenasi jaringan.
Melakukan perubahan posisi pasien tiap 2 jam dan mendorong pasien untuk melakukan nafas dalam untuk meningkatkan fungsi optimal paru.
Pencegahan komplikasi dengan memonitor pasien secara ketat 24 jam, terkait adanya edema perifer dan edema pulmonal.
Perdarahan
Penatalaksanaan perdarahan seperti halnya pada pasien syok. Pasien diberikan posisi terlentang dengan posisi tungkal kaki membentuk sudut 20 derajat dari tempat tidur sementara lutut harus dijaga tetap lurus. Penyebab perdarahan harus dikaji dan diatasi. Luka pasca operasi harus selalu diinspeksi terhadap adanya perdarahan. Jika perdarahan terjadi, maka lakukan penekanan dengan kassa steril dan balutan yang kuat dan pada lokasi perdarahan ditinggikan pada posisi ketinggian jantung. Pergantian cairan koloid disesuaikan dengan kondisi pasien.
Thrombosis vena profunda
Thrombosis vena profunda adalah thrombosis yang terjadi pada pembuluh darah vena bagian dalam. Komplikasi serius yang bisa ditimbulkan adalah embolisme pulmonal dan sindrom pasca flebitis.
Retensi urin
Retensi urin paling sering terjadi pada kasus-kasus pembedahan rectum, anus, dan vagina, juga setelah herniorafi dan pembedahan pada daerah abdomen bawah. Penyebabnya adalah adanya spasme spinker kandungan kermih.
Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan adalah pemasangan kateter untuk membantu mengeluarkan urine dari kandung kemih.
Infeksi luka operasi (dehisiensi, evicerasi, fistula, nekrose, abses)
Infeksi luka pasca operasi seperti dehisiensi dan sebagainya dapat terjadi karena adanya kontaminasi luka operasi pada saat operasi maupun pada saat perawatan diruang perawatan. Pencegahan infeksi penting dilakukan dengan pemberian antibiotic sesuai indikasi dan juga perawatan luka dengan prinsip steril.
Sepsis
Sepsis merupakan komplikasi serius akibat infeksi dimana kuman berkembang biak. Sepsis dapat menyebabkan kematian bagi pasien karena dapat menyebabkan kegagalan multi organ.
Embolisme pulmonal
Embolisme pulmonal dapat terjadi karena benda asing (bekuan darah, udara dan lemak) yang terlepas dari tempat asalnya terbawa di sepanjang aliran darah. Embolus ini bisa menyumbat arteri pulmonal yang akan mengakibatkan pasien merasa nyeri seperti ditusuk – tusuk dan sesak nafas, cemas dan sianosis. Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan adalah ambulasi dini pasca operasi dapat mengurangi resiko embolus pulmonal.
















DAFTAR PUSTAKA

Effendy dan Hastuti. 2005. Kiat sukses menghadapi operasi. Yogyakatra: Sahabat Setia
Judha Mohamad,dkk. 2011. Keperawatan Perioperatif. Yogyakatra: Gosyen Publishing
Muttaqin, Arif.2009. Asuhan Keperawatan Perioperatif. Jakarta : Salemba Medika
Smeltzer, dan Bare, 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah : Brunner Suddarth. Jakarta : EGC

Tidak ada komentar:

Posting Komentar